Halaman

Senin, 13 Agustus 2012

Menerbitkan Rahasia Mimpi Pelangi Segitiga Bermuda


 
Segitiga Tarbiyah

Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri hati baru penuh kecintaan
Istrahat  di terik siang merenungkan puncak getaran cinta
Pulang kala senja dengan syukur di rongga dada
Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran tersungging di bibir cinta

Kidung jiwa Khalil Gibran itu terlintas syahdu di benak profesor muda mengiringi nuansa hatinya saat ini. Ia tepat berada di bibir karang, di atas sampan jangkar sedang memandangi Ayahnya yang asyik meletakkan Bubu di antara karang – karang berterumbu tempat ikan – ikan beribu warna membaur dalam pesta bawah laut.
Di tutup dengan doa keberkahan surgawi, saat Bubu berikutnya dinaikkan ke sampan dan segera mengeluarkan ikan-ikan yang bersarang dalam Bubu. Lalu Ia menyeleksinya dan melepaskan ikan yang terkategori belum pantas ditangkap agar kembali membesar dalam laut.
“ Masih berapa lagi Bubu yang akan diangkat Yah?”
“Ada dua puluhan lagi”
Ayahnya menjawab, lalu menyelam lagi menuju Bubu yang berjarak sepuluh meter dari Bubu yang sudah dinaikkan ke atas sampan. Profesor muda itu cekatan menyelesaikan tugasnya mengeluarkan ikan dalam bubu lalu menyeleksi yang pantas diambil dan memasukkan bintang laut yang telah dicincang untuk umpan ke dalam Bubu. Ia berlomba dengan Ayahnya yang mengangkat bubu ke sampan  dan meletakkannya kembali di sela-sela karang yang disenangi ikan.
“Nah! Setelah ini, tinggal satu lagi. Buatkan tempat pembakaran, kita makan siang sebelum Zuhur.”
“Iya pak, Matahari sedikit lagi persis tegak lurus di atas kepala.”
Profesor muda segera menyusun sisa-sisa Bintang Laut di atas sampan beberapa lapis lalu membakar sabut kelapa di atas tumpukan Bintang Laut tadi. Saat bubu terakhir dinaikkan sabut kelapa telah jadi bara. Setelah melepaskan ikan yang masih harus membesar lagi, ingsan ikan Tio dan Monoi jadi sasaran jarinya untuk dibersihkan. Hanya dengan ucapan basmalah, ikan-ikan yang masih bergerak itu di jerumuskan ke dalam bara api sabut kelapa.
“Bagaimana? Apa ada yang bisa menyaingi menu kita ini, dari semua  kota di penjuru dunia yang telah kamu kunjungi”
“Tidak ada Pak! Lezatnya menu kita adalah perpaduan rasa dan nuansa yang amat langkah.”
Tidak memakan waktu lama, belasan ikan karang yang di bakar telah tuntas jadi hajatan siang mereka. Profesor muda segera membersihkan dek bambu sampan saat melihat ayahnya membasu bagian tubuh yang menjadi sunat-sunat wudhu.
“Allaaahuakbar allaaaahuakbar”
“Allaaaaaaaahuakbaru Allaaaaaaaaaahuakbar”
      Suara azan Ayahnya. Berdiri tegak di atas dek bambu yang telah dibersihkan. Profesor muda  menyusul  mengambil wudhu dengan air laut di samping sampan saat panggilan kemenangan itu menggema di atas tebing karang. Lalu suasana menjadi hening dalam khusyu menghadapkan hati kepada Allah SWT, Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi, tiada sekutu bagi-Nya. Sampan mereka pas untuk menampung satu Makmum dan satu  Imam, berdiri dalam keseimbangan yang terjaga di atas sajadah samudera yang membentang sejauh mata memandang.
Shalat mereka, doa mereka adalah istrahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta kasih Allah SWT karena setelah itu, giliran Profesor muda yang menyelami puluhan Bubu yang baru dipasang Ayahnya tadi. Sedang Ayahnya sendiri mengantikan tugas Profesor muda.
Kekayaan alam yang dianugerahkan tuhan dengan ikan-ikan yang melimpah berjuta-juta warna, membuat Profesor muda selalu tersenyum tiap mengangkat bubu yang ramai disarangi ikan. Hingga fajar menyapa, ikan tangkapan yang akan dikeringkan telah dibersihkan     sedang jenis lain yang berbeda nilainya jika dalam keadaan hidup diamankan dalam penampungan ikan hidup di kolom Huma.
Huma adalah pondok rumbia atau tepatnya gubuk nelayan yang terbuat dari daun rumbia. Hampir semua dari daun rumbia, atap dan juga dindingnya. Hanya anyaman bambu dan beberapa potong kayu yang jadi lantai dan tiang yang mengokohkannya. Di depannya berbaris rapi beberapa gondokan bambu, layaknya teras rumah. Di Huma itulah mereka akan bermalam malam ini.
Lantunan azan  kembali terdengar dari dalam gubuk di tengah samudra itu. Desir santun ombak dielus angin lembut bulan desember, memberi musik pada alunan nada azan di tepi laut banda. Tiba-tiba suaranya redup diserbu bunyi pesawat ampibi yang mendarat di kulit laut lalu datang memarkir tepat bersandar di sisi kanan Huma.
“Assalamu’alaikum ustad.”
 Sapa tamu itu usai mematikan mesin pesawat.
“Waalaikum’ salam, akh Iky.”
Profesor muda menyambut dan menyalami tamunya.
“Ini ustad ada titipan dari Uminya Mujahid, koran tadi pagi dan rantan berisi makan malam. Beliau baru pulang dari provinsi, tapi tanpa kenal lelah langsung menyiapkan sendiri makanan ini. Istri ana kayaknya harus belajar banyak dari beliau.”
“Syukron, ayo berwudhu, kita sholat magrib berjamaah”
Profesor muda mengimani sholat setelah Ayahnya qamat. Lantunan kalamullah dalam sholat mereka  menyirami taman laut tempat jutaan ikan berkembang biak di terumbu surganya. Ditutup  dengan keberkahan, keselamatan dan rahmat Allah SWT, lalu mereka pun terlena dalam doa bagi yang tercinta dalam sanubari. Doa mereka adalah otak ibadah atas semua rutinitas hidup.
Masing-masing melanjutkan dengan shalat sunat dua rakaat. Lalu, suara merdu tilawah Qur’an adalah nyanyian kesyukuran yang mengantar matahari menyelam di ujung samudera lalu berganti gelap yang membintik-bintikan wajah langit dengan bintang penunjuk arah. Handphone  Profesor muda menjerit dari dalam tas.
‘ustad, insya Allah ba’da Isha ana tb dstu’
‘ya, tggl antm yg ditunggu, ba’da Isha kt mulai’
Menjawab sms yang masuk lalu mengeluarkan laptop dari dalam tas sambil menjawab tatap tanya Iky.
“Dari akh Agep, ba’da Isha Ia ke sini.”
“Kesibukan wakil bupati memang salalu padat, apalagi tamu yang datang kebanyakan  dari luar negeri”
“Ya, tapi agenda kita ini lebih penting dari semua itu akh”
“Kita makan malam sekarang atau menunggu dulu wakil bupati?” tanya Ayah Profesor muda menatap keduanya.
“Biar ana yang sms ustad”
Bunyi pesan masuk berbunyi, setelah beberapa saat pesan dikirim.
“jangan, beliau sedang makan malam katanya, dengan tamunya dari Inggris” sambil menatap Ayahnya Profesor muda, menjawab tanyanya.
“kalau begitu mari, kita makan malam dulu.”
Tanpa menjawab Iky jongkok ke arah makanan diikuti Profesor muda usai menutup kembali notebooknya.
LYR
Bunyi helikopter membubarkan ketiganya ke teras Huma.  Sinar lampu di hidung helikoter menyorot mereka di ikuti tali yang diturunkan tepat di hadapan mereka. Menyusul seseorang yang meluncur dari tali tersebut. Tali segera dilepaskan dari tubuhnya saat mendarat, lalu mengayunkan jempol ke arah helikopter. Melihat itu pilotnya langsung menerbangkan kembali helikopter itu ke landasanya di pulau.
“Assalamu’ alaikum.”
Sambil berjabat tangan dan saling menempelkan kiri kanan pipi ke wajah tiga orang yang menjemputnya.
“Waalaikum salam.” jawab ketiganya
“Mari masuk” 
Sambut ayah Profesor muda mempersilakan mereka, usai memandang makin jauhnya helikopter itu melintas di bawah milyaran Bintang di angkasa  dengan sorot cahaya putih yang terus bersinar dari hidungnya. Sedang bulan memilih mengintip adegan itu sambil diam-diam terus memancarkan radiasi energinya agar laut bisa mengalami pasang naik dan pasang surut.
Ketiganya duduk bersila di atas karpet yang dibentangkan, membentuk lingkaran segitiga. Ayah Profesor muda memilih tempat di pojok sambil merebahkan diri untuk  istrahat dari rutinitas siang hari yang usianya tidak mengizankannya untuk ikut begadang.
“Kita mulai Ustad? Kali ini ana yang bertuggas sebagi moderator.”
“Tafazzal Akh Agep.”
“Baik, Assalalmu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahillazii nahmaduhu wanastainuhu wanauzu billa min syuri anfusina wa minsyaiati ahmadina maiyahuzillah wa muzillala wamansyaiati ala haziala. Seperti biasa, kita memulainya dengan tilawah,menyetor hafan surat, melaporkan keadaan mad’u kemudian masuk materi yang disampaikan ustad.”
Masing-masing memegang notebook yang siap pakai dua jam saat melaporkan keadaan binaan, dimulai dari Agep lalu Iky.
“Selanjutnya, ana persilahkan ustad untuk menyampaikan materi pada pertemuan kali ini.”
“jadi, total binaan dari antum berdua dari masing-masing delapan yang jadi kader inti sebanyak tiga ratus delapan puluh satu. Masya Allah, ini perkembangan yang baik akhir-akhir ini. Sebelum ane lanjut, bagamana keluarga akh Iky?”
“Alhamdulillah, baik-baik ustad.”
“Bisnis lancar!”
“Ya, dalam beberapa hari ke depan akan ada pembukaan cabang baru di Katopa, Lentea, Untu dan Wali.”
“Masya Allah, semoga usaha antum terus berkembang dalam ridho-Nya. Akh Agep, wakil bupati kita” sambil tersenyum.
“Kabar keluarga baik-baik Ustad. Iqbal anak pertama sedang menyesuaikan diri di Jepang.”
“Amanah antum, masih kuat dipikul.”
“Insya Allah Ustad.”
“Terus dekatkan diri pada Allah, dengan kekuatan-Nya punggungmu akan terus dikuatkan untuk melanjutkan amanah-amanah berikutnya.’
“Iya Ustad”
“Tugas kalian yang ana kasih minggu lalu, sudah selesai?”
“Afwan, ane belum. Tapi Insya Allah dua hari kedepan akan saya serahkan.”
“Ane Sudah Ustad. Akh Agep pasti harus berjuang menyisahkan waktu untuk bisa menulis Ustad, beda dengan ana yang mengatur diri sendiri sedang Agep diatur oleh agenda yang dibahas di Dewan.”
“Tulisanmu pindahkan ke Notebook ana sebentar. Selanjutnya mari kita mencoba memahami materi ini sebagai segitiga tarbiyah yang menjadi keniscayaan.  Ikhwah fillah, keniscayaan dalam proses tarbiyah yang telah bertahun-tahun kita lakukan ini dapat dilakukan minimal dengan tiga pendekatan, yakni pendekatan Idealis, Taktis dan Operasional.
Pada pendekatan idealis, kita memahami tarbiyah sebagai jalan bagi para da’i Islam, tidak ada jalan lain. Atau dengan kata lain, jalan para da’i adalah jalan tarbawi yang memiliki paling sedikit tiga karakter mendasar. 
Pertama; Sha’bun Tsabit, Sulit tapi hasilnya paten.
Sulitnya sebuah proses    biasanya membuahkan hasil yang berkualitas. Oleh karena itu, proses  dakwah yang dilakukan oleh Rasululllah Shallahi Alaihi Wassalam, bukanlah perkara yang mudah. Bayangkan, lima tahun pertama dalam da’wahnya di Mekkah baru hanya terkumpul  ‘Arba’una rajulan wa khamsu niswatun’  atau empat puluh orang laki-laki dan lima orang wanita. Akan tetapi ke empat puluh lima orang inilah yang kemudian menjadi ujung tombak da’wah yang tidak hanya ‘Qaabilun lidda’wah’ akan tetapi juga ‘Qaabilun litthgyir’, bahkan mereka seluruhnya menjadi  Anashiruttaghy’, ‘Agen of change’, agen perubahan sosial  dari masyarakat jahiliyah menuju masyarakat yang Islami.
Berda’wah memang tidak mudah, karena berda’wah melalui proses tarbiyah ibarat menanam pohon jati yang harus senantiasa dijaga dan dipelihara agar akarnya tetap kuat menghujam ke dalam tanah sehingga tidak goyah diterpa badai dan angin kencang. Oleh karena itu jalan tarbiyah adalah proses menuju pembentukan pribadi yang paten atau dengan kata lain memiliki ‘matanah’  atau imunitas secara baik, ‘ma’nawiyah’ atau moralita ‘fikriyah’   gagasan dan pemikiran,  serta ‘tandzhimiah’  atau struktural.
Ka’ab bin Malik Radiallahu anhu adalah salah satu contoh dari kepribadian yang paten yang dengan kesadaran maknawiyah, fikriyah dan tandhimiyahnya, ia mengakui kelalaiannya tidak ikut serta dalam perang Tabuk dan ia pun dengan ikhlas menerima ‘uqubah’ atau  saksi yang telah ditetapkan Rasulullah SAW. Bahkan ketika datang utusan dari kerajaan Ghassan yang secara diam-diam menemuinya untuk menyampaikan sepuncuk surat dari raja Ghassan yang isinya antara lain suaka politik dan jabatan penting telah tersedia untuknya bila ia mau eksodus, Ia malah berkata seraya merobek surat tersebut : “ Ayyu Mushibatin hadzihi” musibah apa lagi ini.
Itulah sebuah refleksi dari sikap matanah  yang hanya bisa dihasilkan melalui proses tarbiyah yang tidak mudah, melalui jalan da’wah yang terkonsep secara paten, Al Qur’an menyebutnya dengan ‘Al-Qaulu  At-Tsabit’  dalam surat Ibrahim ayat  ke dua puluh tujuh dan terkonsep dalam rumusan yang baik atau ‘kalimat Thayyibah’  bukan ‘kalimat Khabitsah  dalam surat Ibrah ayat ke dua puluh lima sampai ayat dua puluh enam.
Yang kedua adalah Thawil – Ashil,  proses yang panjang tetapi terjaga kemurniannya.
Da’wah adalah perjalanan panjang, perjalanan yang dilalui tidak hanya oleh satu generasi. Tetapi untuk dapat  mencapai target dan sasaran jangka panjangnya membutuhkan beberapa generasi. Ingatlah  ketika Rasulullah SAW mengayunkan palu memecahkan bebatuan parit Khandak, ada percikan api keluar dari sela-sela hantaman palu dan batu memercik ke arah timur, lalu beliau mengisyaratkan bahwa umatnya kelak akan dapat menaklukan Romawi atau Byzantium. Padahal Romawi baru dapat ditaklukkan oleh umat Islam pada daulah Utsmaniyah sekian abad sesudahnya. Berapa generasi yang telah terlampaui dan berapa panjang perjalanan da’wah yang telah dilalui? Akan tetapi Ikhwah fillah betapun telah melewati sekian banyak generasi, ‘Ashalah’  da’wah ini tetap terjaga dan ‘Hammasah’  tetap terpelihara. Islam yang sampai ke Romawi adalah Islam yang dijalankan sebagaimana oleh generasi pertamanya yaitu Rasulullah SAW dan para sahabat Radhiallahu ’anhum wa radhuu’anhu.
Kepribadian yang Ashalah adalah kepribadian yang telah teruji dengan panjangnya  rel da’wah yang dilalui. Kepribadian yang hammasah adalah kepribadian yang tak lekang kerena ‘panas’ dan tak lapuk karena ‘hujan’ sebagai ujian dan cobaan dalam perjalan da’wah.
Adalah Abu Ayyub Al-Anshari ra, salah seorang sahabat yang oleh Allah SWT diberikan umur yang panjang  hingga beliau masih hidup pada masa kekhalifahan Utsman ra, beliau yang saat itu usianya sudah renta, ketika ada seruan jihad maritim, mengarungi lautan menuju perairan Yunani untuk menghadapi pasukan Romawi,   seruan jihat mengumandang melalui lantunan ayat-ayat Al-Qur’an ‘Infirun khifafan wa tsiqaalan’ berangkatlah kalian dalam keadaan ringan, maupun berat. Lalu anak-anaknya berkata kepadanya :
 “Sudahlah Ayah.  Tak usah ikut perang, cukuplah kami saja yang masih muda ini yang mewakili Ayah di medan perang”
Dengan kecerdasan menafsirkan ayat tersebut dibarengi dengan pembawaan  Hikmatussuyukh Hammasatussyabah’     Abu Ayyub menjawab,
“Tidak bisa, ayat tersebut telah telah mewajibkan kepada seluruh kaum muslimin baik yang tua maupun yang muda karena ayat tersebut menyebutkan Khiffah  berarti ditujukan untuk kalian yang masih muda dan tsiqan ditujukan untuk yang sudah tua.”
Maka anak-anaknya pun tak dapat membedung tekad sang Ayah. Berangkatlah Ia turut serta dalam peperangan tersebut dan alhamdulillah menemui syahadahnya.
 Juga adalah Saad bin Abi Waqqash ra, yang telah menggoreskan kesaksian perjalanan da’wah dengan kepribadian yang ashalah dengan tidak berubah karena perubahan situasi dan zaman. Dari masa-masa penuh kesulitan dan penderitaan hingga masa-masa yang  penuh dengan kemudahan dan kesenangan, mengenang semua iitu beliau berkata:
“Aku adalah salah satu dari tujuh orang sahabat dari sepuluh sahabat yang dijanjikan masuk surga. Dahulu kami bersama Rasulullah SAW dalam sebuah ekspedisi, kami tidak memiliki makanan, sehingga kami makan daun-daunan sampai perih tenggorokan kami. Akan tetapi sekarang kami yang tujuh orang ini seluruhnya menjadi gubernur di beberapa daerah, maka kami berlindung kepada Allah SWT agar tidak menjadi orang yang merasa  besar di tengah-tengah manusia tetapi menjadi kecil di sisi Allah SWT’’.
Ketiga adalah Bathi’ – Ma’mun’ Lambat tapi hasilnya terjamin.
Da’wah adalah lari estafet bulan lari sprit, untuk itu diperlukan kesabaran untuk mencapai target dan sasaran dengan kawalitas terjamin. Lari estafet memang tampak kelihatan lambat, akan tetapi tenaga terdistribusi secara kolektif  dan perpaduan kerjasama terarah secara baik untuk memberikan sebuah jaminan kemenangan di garis finis. Watak perjalanan da’wah yang lambat harus dilihat dari proses dan tahapannya bukan dari perangai para pelakunya, karena perangai yang lambat saat berda’wah adalah bentuk kelalaian. Orang yang afiliasinya kepada jamaah sekaliber Internasional tak akan mempercepat langkah kerja da’wah, sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
Man bathi’a ‘amaluhu lam yusra’ bihi nasabuhu” barang siapa yang lamban kerjanya tidak bisa dipercaya dirinya dengan nasabnya.”
Salah satu jaminan dari proses tarbiyah adalah melahirkan sebuah kepribadian yang integral, tidak mendua dan tidak terbelah, integritas kepribadian seorang muslim yang ditempa di jalan Tarbawi tercemin pada keteguhan aqidah, keluhuran akhlaknya, kebersihan hatinya, kebaikan suluknya secara ta’abbudi, ijtima’i maupun tandzhimi.
Kebersihan sebuah da’wah akan tampak sejauh mana keterjaminanya bila dihadapkan pada situasi dan kondisi yang menguji integritas kepribadiannya. Sebagaimana halnya ketika tragedi ‘Haditsul Ifki ’ yang menimpa Aisyah Radhiallahu anha, banyak orang yang tidak terjamin akhlaknya sehingga turut menyebarluaskan fitnah keji tersebut, bandingkan dengan para sahabiyah yang terjamin kualitas tarbiyahnya, yang menjaga lisannya, yang lebih senang mengedepankan husnudzhannya kepada ummul Mu’minun Aisyah radhiallahu anha. Cukuplah istri Abu Ayyub al-anshabi mewakili keluarga para shabiyah yang berhati mulia, bagaimana ia sikapi kasus tersebut dengan penuh ukhuwah dan mencintai saudaranya karena Allah SWT.
Berkenaan dengan gunjingan yang menimpa Aisyah radhiallahu anha, istri Abu Ayyub Al Anshary berekata kepada suaminya:
Ya... Abaa Ayyub! Lau kunta safawaana hal taf’alu bihurmati rasulillah suu’an, wa hua khairun minka, ya..Abaa Ayyub lau kuntu’ Aisyah maa Rasulullah abadan”
- Wahai abu ayyub, jika engkau yang menjadi Safwannya apakah akan berbuat yang tidak-tidak kepada istri Rasulullah, dan Safwan lebih baik dari engkau wahai Abu Ayyub, kalau aku yang jadi Aisyah, tidak akan pernah aku menghianati Rasululla SAW dan Aisyah lebih baik dariku-
 Kata-kata isteri Abu Ayyub syarat dengan taushiyah agar kita menjaga syahwat lisan, mendahulukan hunu dzhan dan menonjolkan sikap tawaddhu sebagai bukti terjaminya hasil da’wah.
Setelah ketiga faktor idealis tersebut di atas telah terealisasi dengan baik, maka langkah berikutnya adalah memetakan langkah-langkah taktis untuk menyeimbangkan luasnya medan da’wah dengan jumlah kader dan menyelaraskan dukungan masa dengan potensi tarbiyah.
Rasulullah SAW melakukan program Bi’satudduat dengan beberapa orang sahabat untuk menda’wakan dan mengajarkan serta melakukan pembinaan kepada orang-orang yang baru masuk Islam, yang telah melampaui wilayah Makkah dan Madinah, seperti Muadz bin Jabal yang diutus ke Yaman dan Khlid bin Walid yang dikirim ke wilayh Irak.
Selanjutnya langkah strategis dalam sebuah perjalanan da’wah yang sangat penting adalah fokus untuk menyusun barisan barisan kader inti, di mana hal ini tidak boleh terabaikan betapapun gegap gempitanya sambutan masyarakat umum terhada da’wah ini, oleh karena itu untuk menghindari terjadinya Lose of generasion, atau generasi kader yang lowong, maka segera mendesak untuk dirumuskan sebuah strategi membina kader baru yang sekarang ini semakin kompetetif dengan gerakan-gerakan da’wah lainya. Semakin banyak jumlah kader inti – disamping  kader baru – baik secara kualitas maupun kuantitas akan banyak membantu da’wah ini dalam menghadapi berbagai permasalahn dan ancaman.
Pada masa Abu Bakar ra, terjadi gelombang permudtadan yang luar biasa sehingga dua pertiga jazirah Arab nyaris mengalami kemurtadan, itu artinya hanya sepertiga wilayah yang selamat yang terdiri dari kota Makkah, Madinah dan Thaif, di ketiga kota inilah kader inti tetap dijaga dan dipelihara, sedangkan kader-kader baru dibina. Ada masa khalifah Umar bin Khattab di mana kebanyakan mereka adalah tawanan perang Riddah pada perang Qadisiyah. Ketika ancaman imperium Persia menghadang, kader-kader baru yang dibina oleh Umar bin Khaatab selama kurang lebih satu tahun kebanyakan mereka berada di barisan paling depan dalam jihad fi sabilillah dan tak jarang di antara mereka yang kemudian terkenal sebagai panglima perang dan komando pasukan. Itulah sebuah produk tarbiyah yang silakan antum lihat dalam surat Ali Imran ayat ke seratus emat puluh enam.
Wallahu ‘alamu bisshawab. Tawazzaal kalau ada yang hendak antum pertanyakan”
Lingkaran pemimin-peminpin da’wah di kepulauan tepi laut Banda itu berlanjut dengan diskusi yang makin khusyu hingga alarm dari Handpohe  Agep mengingatkan mereka untuk menutup liqo’an tepat pukul 23.30 waktu negeri pelangi segetiga.
Iky menyerahkan tulisannya pada Profesor muda  kemudian merebahkan diri di samping Agep sedangkan Profesor muda mengamati tulisan Iky. Agep yang melihat Profesor muda belum istrahat kembali bicar
“ Ustadz Afwan, minggu lalu ustadz berjanji akan membahas tentang misteri segitiga bermuda, apa ustadz lupa? Maaf Ane benar-benar ingin tahu rahasia itu.
“Makanya stor tulisanmu lebih cepat supaya kita bisa bahas.”
Agep terdiam,  seolah tidak nyambung antara pertanyaan dan jawaban yang diharapka tapi segera tidur dalam senyum tidak lama lagi misteri dunia itu terungkap.
“sekarang istrahatlah”
Lalu dinikmatinya lembar demi lembar mozaik bermuda Iky. Lembar pertama prolognya. Tapi mata profesor seolah punya energi baru untuk membacanya lebih baik dari lembar 2 berikut.



                                                                                                                                                                                     




Lembar 2

Habis Gelap dan Mendung

Hari ini seperti episode baru untuk semua penghuni pulau Tomia atau tepatnya seperti menyambung adegan film setelah dikat. Semua kembali beraktifitas secara serentak setelah hujan deras yang menghentikan semua aktifitas penduduk sejak sore kemarin hingga pagi ini terhenti. Tepatnya pukul setengah tujuh, cahaya Matahari tiba-tiba menyinari pulau Tomia seperti menyalakan lampu di ruang yang gelap setelah awan mendung yang menyelimuti pulau bergeser.
Tidak seperti hari-hari lain, di jam seperti ini harusnya kami sudah berada di sekolah. Langkah  kupercepat saat keluar dari rumah, setelah hampir satu jam menunggu berhentinya hujan. Masih rintik-rintik tapi seketika cerah saat di jalan. Bukan hanya Ikhy yang bergegas ke sekolah, puluhan anak-anak pulau dengan bersilang arah dan warna pakaian yang berbeda-beda menghambur di jalan-jalan menuju sekolahnya masing-masing.
Pagi ini milik kami, tentara-tentara ilmu yang tidak ingin terlambat masuk dalam barisan kompinya. Tidak ada petani seperti pagi biasa yang memegang cangkul dan linggis kecil berjalan menuju bukit tempat menyemai tanaman. Apalagi nelayan dengan jala di punggung menuju pantai, benar-benar tidak nampak. Yang ramai di jalan hanya anak-anak sekolah yang bergegas, tidak ada bising musik dari rumah penduduk yang biasanya usai subuh ayam pun memilih diam mendengar musik dangdut yang beradu dari rumah ke rumah.
Di simpang jalan dekat lapangan Baskara Jaya Waha tiba-tiba muncul beberapa siswa. Jalanku memotong, jalan mereka cepat. Dari samping tidak salah lagi itu teman-teman yang tinggal di desa atas. Punggung mereka basah kuyub, hujan deras tadi masih mengenai mereka tapi anehnya baju bagian depan tidak basah. Mungkin mereka memakai satu payung berempat. Tapi mereka tidak memegang payung atau mungkin mereka memakai daun pisang untuk melindungi tubuh dari hujan.
Hujan  pagi tadi membuat mereka tidak bisa menunggu sampai benar-benar  tuntas menyiram bumi. Semua anak-anak tangguh dari gunung yang tinggal di desa Wali, patua  dan Kahiyanga harus segera keluar rumah untuk berangkat ke sekolah bersamaan dengan orang tua yang hendak subuh di mesjid. Perhitungan mereka selalu tepat. Tiba di sekolah lima menit sebelum apel pagi dimulai. Agak berbeda dengan anak-anak sekolah lain dari keluarga mampu yang kadang sengaja datang terlambat.
Ketangguhan anak-anak desa dari barat utara sekolah beda lagi gigihnya dengan anak-anak tentara ilmu dari Tomia timur. Mereka memecah kesunyian pagi di sepanjang jalan dengan bunyi ayunan sepeda berkompi yang mereka tunggangi.
Dari jauh terlihat Amal Waitii, Ahmad Batam dan Taufik Wakale berlomba ke tempat memarkir sepeda disamping rumah satu-satunya penduduk yang ada di kompleks sekolah. Penuh tawa ceria, sepertinya pagi itu adalah pertengahan hari bagi mereka karena jarak delapan sampai sepuluh kilo yang ditempuh membuang sunyi dan lamunan pagi.
Welcome to the sains hill campus. Kalimat pada Papan di atas pintu masuk sekolah menyamput kami. Sudah dipertengahan tahun ketiga aku di sekolah ini tapi bagiku, pagi ini kalimat yang tertulis di depan sekolah itu adalah sambutan istimewa yang memanaskan imajinasi dari dinginnya pagi.
Memang tidak seperti biasa, karena biasanya kami masuk ke pekarangan sekolah tidak melalui pintu gerbang. Pagar sekolah yang baru dipondasi sebelah timur gerbang adalah jalan potong untuk masuk setelah menembus jalan setapak. Tapi karena di kiri kanan jalan setapak ditumbuhi rumput setinggi lutut dan pagi ini rumput itu basah kuyup maka kami  meneruskan perjalanan sampai ke pintu gerbang.
Masih sempat  ke ruang  kelas menyimpan buku setelah beberapa menit kemudian bel apel pagi memanggil siswa untuk berkumpul di halaman kantor. Kecuali yang bertugas, semua siswa langsung menyesuaikan diri dalam barisan apel pagi yang rapi. Tidak lama, usai pengumuman singkat itu disampaikan kami diarahkan kembali ke ruang belajar.
Aku duduk di bangku terdepan kelas tiga IPA dan siap menampung pelajaran yang bisa ditampung otakku pagi ini. Hari-hari di sekolah  berjalan penuh disiplin setelah dipimpin oleh Bapak Drs. La Ode Boa yang selanjutnya ada sebutan sendiri untuk beliau karena  sebab musahabnya, sebutannya populer yakni Bung Karno’ pada setiap gosip pembicaraan seru mengenai ketegasan, kedisiplinan dan hukuman cerdas yang baru saja siswa-siswa terima darinya karena ulah mereka sendiri. Mantan pengajar di SMA 1 Gu  ini menyulap sekolah  seratus porsen berubah. Itu menurut guru-guru dan kakak kelas karena sejak saya masuk ke sekolah ini, baru tiga bulan Bung Karno dilantik. Sangat nampak memang: guru-guru yang rajin dan bersemangat mengajar, siswa yang tidak ogah belajar dan pembangunan fisik sekolah yang mengalami banyak pembenahan. Itu bukti yang dapat disampaikan perihal perubahan seratus persen tadi. 
 Walau bagiku itu biasa-biasa saja tapi tidak bagi guru-guru yang sudah lama mengajar dan mengabdi di sekolah ini. Apa yang diterapkan oleh kepala sekolah baru mereka sangat luar biasa. Dan aku pun  mulai mengakui karena pastilah orang yang masuk ke ruangan yang terang tidak bisa tahu kalau ruangan terang yang ia masuki itu pernah gelap gulita.
Saat jam istrahat, aku dan Nauky Kartun teman sebangku terperangkap di perpustakaan. Pemegang kunci gudang ilmu meminta kami membersihkan dan mengatur buku-buku. Sangat antusias aku memindahkan buku –buku saat itu, apalagi bisa masuk ke ruang penyimpanan buku yang selama ini tidak bisa dimasuki siswa. Nauky Kartun lain lagi tingkahnya, tidak banyak bergerak dan seperti burung yang ingin segera terbang dari sangkarnya. Tentu saja bukan untuk terbang ke kantin sekolah karena tidak ada sejarahnya  mereka bawa uang saku ke sekolah untuk jajan. Di jam istrahat seperti ini ia tidak ingin absen duduk di bawah pohon java bersama teman-teman lain sambil melantunkan lagu-lagu anak band terbaru yang mereka hafal. Aku juga sebenarnya ingin ke sana karena sangat menarik. Biasanya hanya aku yang bengong turut menikmati, yang lainnya semua punya kesibukan: ada gitaris dua orang lengkap dengan pengiring basnya, Nauky Kartun sendiri berperan sebagai drammer. Biasanya alat yang dipakai untuk dramnya adalah gardus bekas tapi kalau gardusnya basah kena hujan atau tidak ada pasti kursi kayu tiga kaki di bawah pohon itu yang jadi sasaran. Yang lainnya semangat bernyanyi dan kadang vokalisnya sampai sepuluh orang  bahkan lebih saat mereka keluar dari ruangan usai menjawab soal ulangan matematika. Semua rumus hitungan di kepala sepertinya bisa diterbangkan dulu dengan kekuatan musik harapnya.
Ulah Nauky Kartun makin menjadi karena bunyi gitar dan teriakan vokalis dari bawah pohon itu sudah beberapa lagu yang sampai ke telinganya.     
 “Uky gara mai handa’e
Ia cepat meleset ke arah Ikhy. Kuperlihatkan buku tipis bersampul putih bertulis huruf merah ‘BUTON DALAM GARIS MERAH’. Aneh, judulnya mematahkan kekaguman dan pengetahuan kami tentang kesultanan Buton yang tangguh. kami pun mulai menyelami lembaran demi lembaran  buku misterius itu.
Nauky Kartun masih terhipnotis dengan panggilan musik di luar, buku di hadapan kami  kurang disimaknya, ia malah mempercepat balikan kertas halaman buku itu. Simakanku juga kurang tuntas tapi cukup membuat terkesimak, kaget, dan penuh tanya.
Buku itu memaparkan tentang tindakan ABRI yang mencap Buton sebagai markas PKI. Mereka membantai dan membunuh penduduk yang diduga bertalian dengan pemberontak PKI. Nama Buton benar-benar gelap dalam buku itu. Ditulis oleh mahasiswa   Universitas Haluoleo, kampus terbesar di Provinsi Sulawesi Tenggara. Lengkap dengan sambutan rektornya Prof. Dr. Ir. Mahmud Hamundu dan entah Huruf apalagi di belakang nama dengan gelar yang tidak kumengerti itu.  Nama-nama mahasiswa penulisnya tidak sempat kulihat, mataku terparkir pada kalimat diakhir buku itu,
 “Terus Berjuang, Bidadari Cantik menunggumu”
Dari sini bukan hanya pulau Tomia atau mungkin juga se-Wakatobi yang tadi pagi mendung dan gelap karena tertutup hujan dan awan hitam. Tapi hari ini aku juga menyadari kalau sekolahku  pernah mendung dan gelap. Parahnya aku merinding karena Buton, suku kelahiranku tempat leluhur mengokohkan kesultanan dalam hukum Islam yang terkenal bukan hanya di nusantara tapi juga di jagat dunia dengan nama kesultanan Buton itu ternyata pernah mengalami masa gelap karena dicap sebagai markas pemberontak PKI.
Tiga mozaik kehidupan yang sekarang menyadarkanku bahwa kita sudah di tempat dan ruang  yang terang. Kita tinggal menyiapkan diri menjemput kesuksesan dan kehidupan yang lebih baik. Di bawah sinar cahaya yang terang itu kita dapat merancang peta impian dengan jelas. Karena mimpi adalah kunci dunia.
Tapi apa dunia mau memberikan kunci kemudahan hidup padaku, itu tanya yang masih butuh jawab dalam benakku.










Lembar 3  

Pilihan Pertama: Anak Tinggal
Setiap ke sekolah, Nauky Kartun, Hamudin Tominse, Tifal Bollywood dan Ela Serius adalah teman jalan yang selalu menyertaiku. Begitu juga saat pulang sekolah. Nauky Kartun adalah yang tidak bisa diam dan selalu punya hal untuk dibahas selama di jalan. Selain profesinya sebagai drammer Ia juga sangat memuji diri dengan keahliannya menggambar kartun yang sangat mengotori setiap lembaran pertama buku catatannya. Apalagi kartu yang Ia gambar sangat membingungkan, berkepala Goku dalam Kartun Dragon Ball tapi berbadan robot.
 Hamudin Tominse orangnya pendiam tapi Ia yang paling ribut kalau adik-adik kelas kategori cantik, lewat di depannya. Tapi semua mengakui kegantengannya dan ‘Tominse’ adalah gelarnya dari pengagum. Aku belajar banyak tentang bagaimana merawat diri darinya, meski yang terdengar oleh Nyonya  rumahnya adalah omelan karena lambatnya Ia membantu urusan dapur. Tangannya halus betul, hati-hati sekali Ia menyentuh sesuatu.  Tak pernah lupa menyemprotkan parfum ke badan meski hanya ke dapur. Dan rambutnya, rambu   jatuh yang membuat orang yang melihat dari belakang  mengira Tominse personil F4 itu tersesat di pulau Tomia. Tapi dibalik itu, keberadaanya sangat diharapkan untuk menjaga pertahanan club bola sekolah kami dari serangan lawan.
Tifal Bollywood, nah! Siswa yang ini beda. Semua penghuni sekolah sangat mengenal kebaikannya, bukan karena Omanya pemilik kantin sekolah. Sebagian betul, karena bisa ngutang roti lewat dia. Tapi ia juga anak dari guru Matematika paling cerdas memberi nilai. Jadi semua siswa harus baik-baik juga sayang dengannya kalau nilai Matematika mau lurus. Perihalnya, ia adalah guru otak kananku di kelas. Biasanya perbincangan dengannya berangkat dari film yang ia nonton tadi malam kemudian pembahasan pun mulai seru dengan imajinasi cerdasnya. Semua pelajaran yang butuh pekerja otak kanan ia taklukkan. Tampilannya sederhana tapi ia bisa tiba-tiba terlihat sangat cantik saat membahas cowok idamannya ‘Salman Khan’ aktor flim India yang berbodi di atas rata-rata pria umumnya. Dan semua artis Bollywood lainnya tidak pernah sepi dari ocehannya. Ia sangat tahu seluk-beluk artis itu sampai gosip pribadi mereka. Walau kadang sudah berulang-ulang kali ia ceritakan, semua teman gosipnya juga kadang bingung ‘ia tahu dari mana?’
 Ela serius, orangnya pendiam dan selalu nampak serius. Sehingga untuk hal-hal yang serius dialah tempat yang pas untuk bertanya serius. Semua serius  segan padanya karena mereka tahu kalau saat ini ia pacaran serius dengan seorang pemain sepak bola posisi bek andalan club bola sekolah. Pacar serius yang  kekar badannya itu selalu dipasang berpasangan dengan Hamudin Tominse.
Perjalanan  pulang sekolah sudah sampai di kaki tanjakan memasuki kompleks perumahan penduduk Waha dan Onemay yang berada di dataran rendah sebelah barat pulau Tomia,  berhadapan dengan pulau Kaledupa. Menurut cerita, Onemay yang kemudian menjadi pemukiman penduduk ini awalnya hanyalah tumpukan pasir yang ditimbun oleh ombak. Onemay sendiri artinya adalah pasir yang datang. Itu  dipercaya karena menurut analisis ilmiah tingkat SMA, rumah-rumah yang dibangun di atas pasir adalah bukti nyata hasil kerja ombak-ombak itu menimbun pasir.
Tiba-tiba ocehan kami terhenti oleh panggilan seorang Ibu dari depan rumah batu sederhana.
“La Uky gara mai karaka (Uki Kesini dulu)
Nauky Kartun pun bergegas meninggalkan rombongan ke arah panggilan itu. Dan dari jalan terlihat ia meletakkan tangannya ke leher Ibu itu sambil mengelus-elusnya.
Oh.. no tolo te buku na iso” (dia menelan tulang) sentak Ela Serius mengomentari tindakan Nauky Kartun.
“Terus Uky itu bikin apa?”
“Dia mengobati Ibu itu. La Uky itukan No tubu ssafo”(Lahir dengan kaki duluan:) terang Ela serius
“Oh..begitu”
Gumamku, mengagumi satu lagi kelebihan Nauky Kartun yang hanya dengan mengelus-elus leher saja tulang yang ikut tertelan saat makan dan tersangkut di kerongkongan siapa saja bisa ia sembuhkan.
Sepanjang jalan pikiranku pun diwarnai olehnya. Ia anak tinggal di rumah jabatan camat Tomia yang tentu saja tanpa manajemen gaji bulanan karena dianggap bagian dari keluarga. Entah itu pilihannya atau bukan tapi ia sangat ikhlas melakukan banyak pekerjaan di rumah berhalaman luas yang tiap bulan Agustus dipenuhi warga satu kecamatan untuk menyaksikan lomba seni seminggu sebelum 17.
Ia anak cerdas, dengan pekerjaan rumah yang begitu banyak, tidak menganggunya berprestasi di sekolah. Jago bahasa Inggris. Aku sendiri  kadang iri, banyak adik-adik kelas yang meminta bantuannya menyelesaikan tugas dari guru bahasa Inggris. Dan aku tidak hanya sekali harus menyamakan jawaban pekerjaan rumah dari pak Abdullah guru bahasa Inggris kami. Tidak hanya bahasa Inggris ia juga mampu di semua pelajaran. Di ruangan tiga IPA, Penampo Kutubuku, Gani Venus, Ela Serius, Tifal Bollywood, Tuti Anjani dan yang lainnya juga aku adalah teman-temannya berprestasi.
Sebagai anak tinggal, sebutan itu juga melekat padaku. Bedanya, padaku itu adalah pilihan pertama dalam hidup. Semua kulakukan untuk merubah kehidupan dan kebiasaan buruk. Latar belakang keluarga yang memanjakanku dalam keterbatasan yang ada sebagai satu-satunya anak laki-laki. Ditambah lagi dengan lingkungan pergaulan yang memudarkan semangat sekolah. Semua itu membuatku tegar untuk berubah.
Aku memutuskan untuk pindah sekolah dari SD satu Tomia setelah semuanya terlihat kabur dan berantakan karena ulahku sendiri. Siang itu paman mahaguru yang bertugas di Binongko datang dan mengajak sekolah di tempatnya mengabdi. Semua memberi dukungan. Ayah adalah yang paling mengiginkan itu. Waktunya bersama keluarga sangat sedikit dan jarang. Setiap tahunnya ia harus berbulan-bulan mencari nafkah dengan berlayar sebagai ABK bagian ‘Basi’ kapal motor Sumber Daya Alam 2 . Untuk menyemangatiku saat itu, Ayah merinci tokoh-tokoh orang Tomia yang sekarang sukses dan dari puluhan pertemuan yang ia tanyakan, kesimpulannya tujuh puluh persen mengatakan bahwa mereka yang sukses hidupnya sekarang awalnya menyandang gelar ‘anak tinggal’. Dengan begitu Ayah, berharap saya mendapat didikan yang baik. Dan laporan penelusuran Ayah juga makin memantapkan sikapku.
Rencana yang dinginkan semua keluarga itu gagal, paman mahaguru menyarankan untuk menunggu kabar dari kakaknya. Harapan mendapatkan didikan yang lebih baik ia pertimbangkan lebih pas jika saya ikut dengan kakaknya.   mereka pun bersabar sampai rencana kedua ini berjalan sambil terus berharap ini yang terbaik.
Waktu yang ditunggu-tunggu itupun tiba, keluarga yang akan menjadikanku anak tinggal menjemput. Setelah bersilaturahmi dengan keluarga, kami pun berangkat dari Tomia ke Lombe, ‘Lombe’ nama tempat yang akan menjadi daerah berkembangku itu. Dan Ibu, Ibu adalah yang paling lama menangis saat melepaskanku dan saya sebagai anak kelas tiga SD hanya bisa melihat coba mengerti kenapa harus menangis.
Pelayaran pertamanku melintasi laut  melewati pulau-pulau adalah saat itu. Yang berkesan hanya ketidakberdayaan dalam mabuk yang mengombak-ombak perasaan. Kenapa naik kapal dan kenapa lama sekali sampai di daratan adalah tanya bingungku.
Sebulan bersama keluarga itu saya merasakan proses metamorfosis yang sempurna. Aku  berubah menjadi pendiam, tapi otak lancar. Gesit mengerjakan tugas rumah yang selalu dimulai jam empat subuh. Tapi yang membuatku paling berubah adalah saat  dipanggil tuan rumah melaksanakan shalat berjamaah. Usai shalat dan berdoa sang tuan rumah berceramah singkat:
“Jangan lupakan shalat, yang paling baik itu berjamaah”
“Amalan yang paling baik di dunia ini adalah shalat tepat  waktu.”
Ceramah singkat padat itu menjawab semua tanya, tentang kenapa harus shalat. Kenapa shalat menjadi penyaring amalan – amalan kita yang lain selama di dunia. Bahwa yang pasti akan dilalui oleh semua makhluk hidup adalah kematian sebagai matinya jasad dan proses kita di dunia inilah yang menjadi petimbangan tuhan menempatkan kita di surga atau di neraka dan pertimbangan pertamanya adalah mengenai shalat.
Tidak hanya sebatas pemahaman dari pesan itu dan semua hikmah dalam pengetahuanku. Pemahaman itu membentuk mimpi untuk menjadi seorang ustad. Pemahaman adalah pondasi impian, impian untuk menjadi orang. Pemahaman itu juga yang merubah energi yang salah arah menjadi energi semangat hidup meraih mimpi.
Satu hal yang tidak membuatku kokohkan impian itu adalah apa yang kutahu bahwa untuk jadi ustad  harus lulusan pesantren dari Jawa. Berpakaian serba putih dan hafal Al qur’an Hadits di luar kepala. Sedang saya,  kapan ke Jawa. Masuk pesantren dan menuntut ilmu agama di sana. Sudah terlambat jadi ustad. Teman depan rumah  yang setingkat lebih kakak dariku usai tamat SMP langsung diantar orang tuanya ke Jawa untuk masuk pesantren. Menuntut ilmu agama, menghafal Qur’an Hadits harus dari usia belia. Dotrin itu memupuskan impianku. Karena pendidikan yang kujalani hanya mampu mengantar mimpi untuk tamat SMA selebihnya ubun-ubunku pun tidak berani berkomentar. Padahal anak-anak lain dengan entengnya menyebut ingin jadi: Polisi, dokter, guru dan saya hanya diam.
Cabang impianku tumbuh saat tuan rumah mengumpulkan kami yang ada dirumah  untuk menyimak kisah dalam novel yang dikarangnya. Ternyata saat tuan rumah duduk sendiri di kursi plastik putih memegang pensil dan menulis di buku besar bergaris setiap sore selama ini adalah aktifitasnya menulis novel. Dan sekarang tibalah saat dimana semua penghuni rumah berkesempatan menjadi orang pertama yang  menyimak karyanya itu. Pikiranku terlintas untuk impian usai mendengar kisah dalam novelnya.
Saat itu  kumerasa sebagai tokoh cerdas dan sukses dalam novel itu, yang menamatkan pendidikannya di Jepang. Ubun-ubunku mulai berani bermimpi untuk sekolah menuntut ilmu setinggi-tingginya dan sejauh-jauhnya. Hanya pada dua kata itu, selebihnya bagaimana caranya adalah wilayah yang angker untuk berani di khayalkan.
Sampai sekarang, setiba di rumah. Saat kulihat tuan rumah sedang makan siang, dua kata itu muncul lagi: tinggi dan jauh. kubawa dua kata itu ke dalam kamar.
“Tinggi... ya! Alhamdulillah sekarang sudah kelas tiga SMA”
“Jauh... ya! Masih jauh juga sih Patipelong dan Onemay tapi mundur karena tadinya di Lombe sekarang sekolahnya di Tomia kembali”
Kurebahkan tubuh sambil tersenyum bangga menatap seragam sekolah yang telah kugantung dan bergumam:
“Tinggi..”
Lalu menutup mata dan kembali bergumam:
“Jauh...” 


Lembar 4  

Bukit Ilmiah
Bukit itu tandus. Hanya beberapa tumpukan rumput setinggi lutut dan semak yang membalut hijau. Di atasnya tumbuh beberapa pohon kelapa melambaikan nyiurnya ke laut. Gedung sekolah kami mendominasi penampakan bukit itu dari laut. Di samping ruang kelas satu de itulah, pohon yang setiap jam istrahat berpenunggu. Bunyi gitar drammer serta nyanyian gaduh teman-teman sekolah merusak pertumbuhan cabangnya. Gaduh karena di setiap lagu yang dinyanyikan saat tiba pada bagian reffnya bukannya suara merdu yang terdengar dari vokalisnya tapi teriakan disertai tawa yang memancing perhatian semua penghuni bukit ilmiah.
Kampus bukit ilmiah. Begitulah bung Karno menamai sekolah ini. Tepat di atas bukit. Beberapa meter ke arah selatan tebing curam bukit itu langsung laut sehingga setiap kapal yang lewat di tepi laut banda adalah pemandangan yang menarik untuk dinikmati dari atas bukit ini. Dan sebaliknya penumpang dari kapal itu jika melihat kampus bukit ilmiah laksana melihat gedung istana di atas benteng kesultanan.
Hari ini hari jum’at. Lapangan Basket di tengah-tengah gedung persegi sekolah sedang dalam tahap penyelesaian. Butuh batu-batu kerikil untuk meratakan fondasinya sebelum disemen. Semua siswa siap untuk itu dengan embernya masing-masing. Dengan pengaturan yang rapi dan kewajiban menimbun fondasi sepuluh ember persiswa, semua bergegas mencari kerikil-kerikil kecil. Menghambur ke semua arah sampai di luar pagar sekolah.
Setiap semak tiba-tiba gaduh berpenghuni. Banyak di antara siswa yang bekerjasama, ada yang mengumpulkan kerikil dan ada yang bertugas mengantarkanya ke mandor kelas untuk dicacat. Puncak bukit adalah tempat yang paling ramai diserbu karena banyaknya kerikil di antara semak-semak. Tidak hanya pada tepi bukit, ada juga yang terus ke tepi laut yang sedikit berpasir. Kerikil pasir di pantai kecil itu jadi sasaran. Tidak jarang ada yang mengisi embernya dengan pasir.
Tidak semua siswa berani turun ke pantai kecil itu. Hanya  yang biasa mendaki naik turun gunung yang terlihat, saya juga sempat ke bawah saat itu. Jalan setapak untuk sampai ke bawah itu licin, terjal dan sempit. Banyak yang sudah membuat jalan sendiri di sela semak-semak. Dari kiri kanan jalan setapak itu sudah terdengar gaduh siswa yang mencari kerikil. Mereka betul-betul menyemut saat itu, tidak ada yang diam terpaku atau hanya menonton. Semua begegas menyelesaikan kewajibannya masing-masing.
Di tengah keramaian bukit itu, saat saya  turun ke pantai mengambil pasir, prahara itu terjadi. Dari arah kanan tiba-tiba terdengar teriakan histeris siswa perempuan. Aku lompati tanjakan yang tinggal dua meter ke pasir pantai untuk melihat jelas apa yang terjadi.
Kaget, dan semua yang menyaksikan tampak pucat ketakutan. Tidak ada yang berani mendekat dan menyentuhnya.
“Wawa oh.. wawa..”
Fa’akai itedenne la (Kenapa kaliam tidak menggangkatnya)
Teriakku pada siswa laki-laki lain yang berada di pantai sambil mendekati Wawan. Saya juga hampir tak berani menyentuh saat itu. Apa ia mati? Tanyaku dalam hati. Tapi saya pun maju, setelah beberapa saat tidak bergerak sama sekali, kulihat ia tiba- tiba berusaha membalikkan badannya.
Darah segar yang keluar dari mulutnya menambah ketakutan kami, tapi ia tak bisa dibiarkan lama berada di situ. Jumlah siswa laki-laki terus bertambah. Mereka lalu bergegas menopangnya sampai ke atas bukit. Aku  membalikkan badan kembali mengamati tempat ia mendarat. Setelah jatuh dari ketinggian enam meter dari tepi tebing bukit. Tepat di atas pasir seluas satu kali dua meter. Di kiri kanan atas bawahnya, batu-batu cadas yang tajam di asah ombak  juga menunggu. Mataku tak berkedip dalam ketidakberanian membayangkan kalau ia jatuh tepat di atas batu-batu cadas itu.
Bukit yang ramai itu tiba-tiba kembali sepi, Wawan telah diantar ke Puskesmas terdekat dan semua siswa kembali berada di ruangannya masing-masing.   Suasana berganti dengan proses belajar mengajar yang tenang berwibawah akademis tingkat tinggi. Guru-guru di kampus bukit ilmiah adalah dosen-dosen yang gigih dan fokus membentuk DNA siswanya menjadi cerdas.
Ibu Rukiani,S.Pd. menuju kelas belajarku, beliau mengajarkan Kimia. Pelajaran yang  kusukai tapi tidak dikuasai, apalagi untuk materi kelas tiga. Entah kenapa dipelajaran ini saya tidak mengalami kemajuan sama yang berarti. Padahal sebelumnya saat kelas dua saya pernah diutusnya mengikuti Olimpiade MIPA di Bau-bau tingkat kabupaten dan diajang itu saya meraih juara tiga.
Kembali ke suasana belajar siang itu, suara Bu guru yang merdu berbahasa Kimia membuat perpaduan musik yang sempurna dengan hembusan angin laut. Daun semak-semak, bunga, nyiur dan semua yang bergerak  karena tiupan angin di kiri kanan ruangan menimbulkan bunyi khas lebih indah dari semua jenis alat musik di dunia. Melalui jendela, musik angin itu menjadikan kami mandi musik. Bukan hanya telinga yang mendengar, semua  organ tubuh menikmatinya. Lebih nikmat dari pada berada di ruang AC yang membekukan. Nuansanya sempurna dengan vokalis berbahasa Kimia yang cantik.
Bel pulang berbunyi. Dari pintu keluar terlihat ramainya penghuni bukit ilmiah bergegas ke satu arah pintu gerbang untuk pulang.
“Sempurna, sekolah ini lokasinya istimewah”
Di atas bukit inilah impianku selalu segar dielus angin laut, mungkin inilah alasan Tuhan menempatkannya kembali sekolah di pulau kelahiranku. Ada ratusan anak yang belajar mewarnai mimpi di atas bukit ini. Tidak sedikit yang menemukan cinta di sini walau kebanyakan adalah cinta kelas Luna Maya Vs Monyet. Tapi hari-hari mereka penuh senyum karena cinta.
Impian tanpa cinta memang sulit dijaga. Tapi cinta pada Allah dan Rasul yang akan menyempurnakan cinta kita pada yang lain. Tapi ini bukan untuk cari nyaman karena tampanku yang pas-pasan sehingga Luna Mayaku untuk latihan cinta tingkat rendah pun tidak pernah kutemukan.
Lagi, ini lebih jujur tak bermaksud menceramai.  Cinta di dalam persaudaraan dan persahabatan adalah yang terbaik. Dengan cinta itu, sudah cukup untuk menjadi energi bahan bakar dalam menempuh jarak impian yang tinggi dan jauh.
“Dari atas bukit ini ada bukit impian yang harus diraih dan kutinggali untuk merancang kehidupan yang sejahtera untuk semua orang”
 Gumamku tiba-tiba diam. Merenungi kesejahteraan hidupku saja mengkhwatirkan, kenapa berpikir untuk kesejahteraan orang lain.





Lembar 5  

Kesurupan
   Jalannya pelaksanaan upacara bendera yang sakral pagi ini sempat terganggu. Padahal semua mengharapkan sempurnanya prosesi itu. Guru-guru lengkap, siswa rapi dengan seragam yang lebih bersih dibanding hari-hari lain. Hanya beberapa topi siswa yang depannya patah saja yang agak menggangu pemandangan. Kepala sekolah paling top lagi, dengan kopiah hitam tegak berdiri di dampingi ajudan yang memegang naskah Pancasila.
Pembacaan naskah proklamasi oleh presiden pertama  Ir. Soekarno di dampingi wakilnya Hatta hanya kulihat dalam gambar sampul buku-buku Sejarah. Tapi dengan tampan kepala sekolah seperti itu aku bisa membayangkan pasti beginilah tampan bung Karno saat itu. Di hadapan rakyat yang tidak sabar menunggu petikan kemerdekaan dikumandangkan. Dan inilah sebab musabab aku menyebut kepala sekolahku ini ‘Bung Karno’.
 Siswa kelas tiga IPS dua yang bertugas sebagai pelaksana upacara. Semua hening saat penghormatan kepada kepala sekolah selaku pembina upacara.
“Laporan pemimpin upacara kepada pembina upacara bahwa upacara segera di mulai”
Pemimpin upacara seketika tegap hendak memulai langkah mendekati Bung Karno untuk melaporkan kesiapan pasukan mengikuti upacara.  Disinilah gangguan itu muncul, guru-guru di samping Bung Karno tidak bisa menahan tawa hingga pecah dari kerongkongan beberapa detik dan pada siswa, tawa itu bukan hanya di kerongkongan tapi memanjang ke mulut beberapa saat hingga harus memegang perut. Pemimpin upacara itu yang menggelitik mereka.
 Langkahnya, saat melangkahkan kaki kiri bersamaan dengan ayunan tangan kiri juga sebaliknya ia melangkahkan kaki kanan bersamaan dengan ayunan tangan kanan sehingga terlihat sangat kesulitan berjalan dan membentuk gaya yang jelas membuat orang tertawa sekaligus kasihan.
Pembukaan upacara yang seharusnya sakral jadi komedian yang lucu, tapi itu berjalan sesaat. Hanya bung Karno saja yang tetap pada posisinya, tegap berdiri dalam wibawa sambil memastikan rakyatnya tenang mendengarkan  pembacaan proklamasi. Selanjutnya semua hikmat membaurkan jiwa dan raga melewatkan tahap demi tahap rangkaian upacara,
“Amanat pembina upacara”
“Untuk amanat! Istrahat di tempat... Grak!”
Ini tahap pemotifasian yang selalu  kutunggu-tunggu, Bung Karno berkisah tentang perjalanannya ke Jakarta. Di pesawat saat penerbangan beliau duduk berdampingan dengan seorang bule. Perjalanan dari Makassar ke Jakarta menyisahkan banyak waktu untuk berkenalan. Bule itu ternyata seorang Profesor dosen terbang dari Amerika yang datang mengisi seminar di Makassar. Usai berkenalan bule itu kembali menekuni aktifitasnya membaca. Selama perjalanan bule itu tidak pernah berhenti membaca, bacaannya pun tebal-tebal.
“Saya kagum pada profesor itu, sudah banyak ilmu masih juga mencari. Membaca adalah kunci ilmu pengetahuan. Perpustakaan kita harus aktif dan sering dikunjungi. Di sanalah gudang ilmu, dengan ilmu kita di jamin bahagia di dunia dan di akhirat kelak”
Di akhir nasehatnya, perhatian terbagi pada siswa perempuan yang tiba-tiba jatuh pingsan di kiri belakangku. Untungnya masih sempat di tangkap siswa perempuan lain. Ia pun diangkat ke ruangan dalam keadaan meronta disertai teriakan-teriakan  histeris. Bung Karno usai memberikan nasehat,  acara melangkah pada bagian akhir upacara.
Dari dalam ruangan siswa yang pingsan tadi makin mengeluarkan teriakan histeris yang aneh hingga terdengar sampai ke lapangan. Semua kaget, beberapa siswa perempuan yang ada di lapangan juga tiba-tiba meronta dan berteriak-teriak. Dalam sekejap telah ada empat siswa yang bertingkah sama histerisnya. Suasana kacau ada yang membantu menanggani dan ada yang langsung lari ke ruang kelas sambil menutup telinga.
Saya memilih untuk kembali ke kelas, karena tidak tahu harus berbuat apa. Ada juga teman laki-laki yang mendekat sambil memberi masukan cara menangani mereka yang histeris tapi kemudian kembali lagi ke kelas. Informasi darinya pun memancing untuk diketahui
“ Mereka kemasukan, kesurupan roh halus. Yang lain tidak kuat imannya sehingga ikut kesurupan juga. Itu bisa jadi karena ada yang menyimpan sesuatu di sekolah atau biasa jadi ini ulah pria yang dikecewakan oleh teman perempuan kita.”
“ Di zaman seperti sekarang masih ada juga yang bermain dukun” Sambungku.
“ Kalahkah cinta” Tambal Nauky kartun
“ Itu tebakanku, bisa jadi memang pagi ini rombangan roh halus dari laut banda singgah istrahat di bukit ini makanya teman-teman perempuan itu kesurupan.”    Jelas Taufik Wakale melengkapi interview kami.
Perbincangan tentang roh halus pun mulai berlanjut. Nauky Kartun menceritakan tempat-tempat berpenghuni roh halus yang ia tahu, termaksud setan berbentuk naga merah yang katanya mendiami semak di antara sekolah dan penurunan memasuki kelurahan Waha. Tiap pagi dan siang hari siswa kampus bukit ilmiah melewati simpangan itu.
“ Di malam hari sudah banyak yang mendengar suara tangis perempuan di tempat yang memang mempunyai banyak kuburan itu saat lewat.”
 Aku juga tak mau kalah, kukisahkan pengalamannya beberapa bulan lalu saat di rumah kakak. Pak Hasyim yang mengajar di SD kahiyanga harus turun tangan menangani istri tetangga dari pasangan muda yang baru menikah. Setiap menjelang magrib, suami, mertua dan semua keluarga pasangan muda itu kerepotan  menangani sang istri muda yang selalu berteriak-teriak histeri karena kesurupan dan ini sudah berlangsung selama hampir sebulan.
Sore itu pak Hasyim turun melihat keadaan istri muda itu, dipegangnya tangannya ia meronta. Pak Hasyim dengan cepat mencengkram tangannya.
“ Siapa kamu” bentak Pak Hasyim pada istri muda itu.
Istri muda itu menjawab tapi semua yang menyaksikan tercengang saat yang terdengar bukan suaranya tapi suara nenek tua mirip mak lampir. Percakapan pun  berlangsung lama sampai istri muda itu tertidur dan Mak Lampir yang menguasai raganya minggat. Kakaku selalu menyesalkan radio yang lupa ia bawa untuk merekam percakapan itu. Di hari berikutnya teriakan histeri itu masih terdengar menakutkan semua tetangga. Pak Hasyim segera turun. Kali ini ia geram dengan ulah Mak Lampir yang masih juga datang mengganggu. Ia berusaha dengan sekuat kemampuan untuk memastikan Mak Lampir tidak kembali lagi.
Penyebabnya menjadi jelas setelah wawancara dengan roh halus dalam raga istri muda itu. Menurut Mak Lampir, ia bisa berbuat begitu karena sang istri pernah berjabat tangan dengan seorang lelaki. Sang lelaki mengenggam silet dalam tangannya. Silet itulah yang di bawa ke Mak Lampir agar bisa mengerjakan proyek perdukunan Iblisnya. Setelah diatur pak Hasyim lewat diplomasi dengan roh halus, Mak Lampir akhirnya meminta maaf lalu pergi meninggalkan raga yang terus tertidur itu. Saat bangun sang istri muda tampak bingung  
apa yang telah diperbuatnya kenapa semua orang mengelilinginya”. Tanyanya malu.
 Dan kakakku tampak kesal tak puas melewatkan adegan itu karena radionya lupa dibawah untuk merekam diplomasi dua dunia itu.
Beda lagi dengan istri paman mahaguru dari Binongko. Ia sering kemasukan arwah leluhur, pernah yang datang padanya adalah putri penjaga Tadu sampalu sebutan ujung timur pulau Sawah di depan Usuku. Ujung pulau itu tidak pernah tenang oleh amukan ombak laut Banda tapi disitulah Putri itu bermukim. Itu menurut Putri sendiri saat berbicara langsanug dengan paman mahaguru lewat raga istrinya. Tapi itu selalu berlangsung sesaat. Terakhir istri mahaguru kesurupan arwah Bapak  dari Ayah Bapak mahaguru.
Pak Hasyim juga pernah bercerita tentang kasus kesurupan terberat dan yang paling lama ia tangani. Saat itu ia berhadapan dengan arwah penjaga pulau Lentea, pulau angker depan pulau Tomia yang punya banyak kuburan panjang-panjang  belasan meter. Kasus itu memakan waktu yang lama dan si korban sudah sangat kurus. Roh halus yang memasuki raganya punya banyak permintaan dan parahnya lagi yang datang menginap bukan hanya satu tapi banyak dan saling bergantian menguasai raga si korban. Sudah diusir tapi datang lagi. Yang datang beda dengan yang sebelumnya sehingga permintaan tumbal untuk minggat juga beda-beda. Tapi dengan usaha yang keras, setelah dibantu sesama profesi,  akhirnya korban bisa dibebaskan lewat pertarungan diplomasi yang sengit.
“ Hebat! Itu namanya perang antara penghuni dua dunia yang berbeda” potong Hamudin Tominse padaku yang masih semangat berkisah horor dan heronya. Ia juga ingin bercerita tentang roh halus dari daerahnya di Matanauwe dekat Pasarwajo. Tapi kami segera bubar dengan datangnya pak Ardi yang sudah mendekati ruang kelas. Pagi ini otak kiri kami akan dipanasi dengan rumus integral dan limit dari pelajaran Matematika yang akan dibawakannya.
Duduk di depan dekat Penampo kutubuku, aku membayangkan peristiwa pagi ini dan kisah horor dari teman-teman. Pikiranku liar, malah ikut-ikutan mengosongkan pikiran melemahkan iman berharap agar berkesempatan jadi aktor yang kesurupan seperti kepala sekolah yang kulihat kesurupan arwah Bung Karno, pemimpin upacara yang kesurpan arwah Nagabonar dan siswi-siswi itu.
“Aku ingin kesurupan arwah Einstein yang mungkin datang bersama rombangan roh halus yang memasuki raga siswa-siswa perempuan tadi. Bisa jadi Einstein juga datang berlibur dan hantu guide mengajaknya istrahat di kampus bukit ilmiah. Ayo....datang padaku bantu aku mengalahkan Penampo Kutubuku yang jago Matematika di sampingku ini.”
“Siap! Satu...dua...tiga...”
“Assssalaaamualaikum” teriak seluruh siswa kecuali saya serentak memberi salam menyadarkanku dari lamunan liar lalu bersikap serius untuk menambah bekal menghadapi ujian Nasional yang tinggal tiga bulan lagi. Sambil tetap terus berharap ada susunan DNA baru yang terbentuk di otakku sama dengan otak Einstein untuk menjadikanku juara di rel mimpi.











Lembar 6


Laskar P4

Lomba penulisan Ilmiah tingkat SMA yang iseng kuikuti membuatku bisa  datang lagi ke negeri kesultanan Buton ini.   Akhirnya bukan hanya beban ujian yang bersarang di kepala. Panggilan untuk mempertanggungjawabkan tulisanku ini juga harus kusikapi.  Meski hanya penelitian pustaka dari gudang ilmu serba terbatas yang sering kumasuki bukan berarti ini pekerjaan mudah.
Hanya ini yang kuingat, nama-nama jenis terumbu karang, alat perkembang biakannya, suhu dan kondisi yang tepat, juga tempat-tempat  yang disenangi. Semuanya terangkum dalam laporan penelitian itu. Dan ini yang baru benar-benar kutahu saat itu. Bahwa ternyata Terumbu Karang itu bukanlah batu mati yang tidak bisa berkembang. Bukan pula tumbuhan yang bisa tumbuh dengan subur walau penampakannya seperti bunga-bunga yang bermekaran di taman Istana. Tapi ternyata Terumbu Karang itu adalah salah satu jenis binatang laut bukan tumbuhan laut. Sampai di situ saja, datanglah ke negeri pelangi untuk tahu lebih jelas keunikan binatang laut ini.
Yang mendominasi pikiranku usai presentasi tulisanku saat hanya satu; Di mana Engi dan Sawal? Tak kulihat di kerumunan siswa-siswa seangkatanku dalam ruangan gedung Pancasila ini. Juga untuk mendatangi di sekolah mereka saya tak tahu mereka lanjut SMA di mana. Akhirnya samapai kami kembali hanya ruangan ini yang mengobati rinduku pada mereka.
Di ruangan gedung pancasila ini, kami bertigalah tim yang memperjuangkan nama baik semua siswa SD sekecamatan GU. Kecerdasan  kami mengantarkan kami sampai sejauh ini, setelah mengalahkan puluhan tim lain sekecamatan. Sampai babak belur juga kami melewati tahapan seleksi tingkat kecamatan itu. Sampai-sampai kami hampir dinyatakan kalah karena juri yang tidak mendengar jawabanku atau saya yang kurang lantang menyebut jawaban saat itu. Padahal jawabanku sudah benar. Untung ada kakaknya Dino  yang obyektif memperjelas kembali jawabanku.
“Kita adalah Laskar P4.” Tegas Engi.
 Dengan senyum cantik, gadis kecil di sampingku  itu mengklaim kemenangan kami kemudian kembali diam dalam sikap cerdasnya yang anggun dengan posisi duduk yang tampak terdidik untuk selalu disiplin.
“kalau perlu kita susun paha-paha kita agar cepat menjawab tepat di muka mic yang hanya satu ini” Sambung Sawal
Sambil tertawa diikuti guncangan badan gemuknya   menatapku, mengisyaratkan untung ruginya kalau sarannya itu diterima.
Dan saat itu,  kembali di gedung ini saya dendam sekali dengan tim cedas cermat dari Poleang itu. Sangat mustahil sangkaku saat itu. Baru satu kata yang terdengar sudah dijawab saat soal itu mulai dibacakan. Sepertinya mereka sudah tahu kalau soal nomor satu yang akan dibacakan ini jawabannya. Terlebih lagi mereka bertiga semuanya adalah perempuan. Masa dikalahkan perempuan. Dongkolku sambil kukagumi sekaligus mengutuk otakku yang lupa naskah Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau p4    saat bagian hafanku ditanyakan. Dan kuakui, sayalah yang membuat Laskar P4 kalah saat itu.
“Di mana mereka sekarang ya?” Tanyaku pada diri sendiri.
“Saya akan sangat menyesal kalau tidak lagi bertemu mereka. Kalimat maafku sebagai  biang kekalahan saat itu harus kukemanakan?” Sesalku.
  Jika Bung Karno sungguhan melihatku dalam keadaan memelas memohon maaf pada dinding gedung Pancasila saat ini, pasti beliau mau datang mengelus-elus kepalaku sambil mengucapkan kalimat ini:
“Perjuangan mengamalkan Pancasila masih panjang, jangan lupakan lagi hafalanmu. Negara ini butuh orang-orang sepertimu. Doakan agar mereka juga berguna bagi bangsa dan negara ini. ”
 Yah! Hanya doa ini, agar mereka berhasil dan berguna bagi bangsa dan Negara. Engi yang tampak berwibawa dalam senyum cantiknya itu, semoga jadi petinggi aparat pemerintahan Negara  ini, aparat yang masih perlu lagi didikan kedisiplinan agar duduknya para pejabat persis seperti duduknya saat ia  menjawab pertanyaan dewan juri atau jadi kepala sebuah institusi yang mencetak calon-calon Praja.
Sawal, semoga jadi ahli ekonom Negara ini. Sehingga mampu memperhitungkan detail untung ruginya kebijakan ekonomi presiden. Semoga, karena didikan ekonomi sejak kecil yang ia dapat dari Ayahnya sebagai kepala kantor pos mengisyaratkan karir itu bisa diraih. Seperti tatapannya padaku saat itu. berharap gadis mungil cantik di samping kami terpancing. 
Semoga.














Lembar 7
Hentakan Cinta
Nyonya rumah lebih dulu bangun, saya kalah lagi. Padahal kuingin jadi orang pertama yang sadar setelah diistrahatkan tuhan semalam, di rumah besar tempatku menyandang gelar anak tinggal. Kukenakan baju koko andalan yang telah empat kali dipakai lebaran. Tak lupa parfum non alkohol di botol bening kecil kutuangkan sedikit ke tangan lalu kugosokkan ke kiri kanan lengan baju koko juga bagian  depan.
Lewat pintu belakang saya meleset ke mesjid. Bapaknya La Mba’u sudah memudar kaset pengantar azan. Usai shalat sunat memuliakan mesjid saya siap-siap untuk Azan. Setelah Bapaknya La Mba’u menyiapkan mic kusegera memanggil penduduk untuk datang sholat Subuh di mesjid.  Usai Azan sudah ada belasan orang tua dibelakang, anak seusiaku hanya Yuyun, Ikbal dan Arif. Tiga orang itulah yang menyemangaiku untuk rutin shalat Subuh, kami seperti utusan dari ratusan anak seusiaku. Tak hanya seusiaku, kmai  juga utusan dari mereka yang sepuluh tahun lebih muda dari dua puluh tahun lebih tua. Karena dari hari ke hari hanya wajah-wajah siap pulang kampung akhirat ini yang kulihat.
   Usai shalat subuh tak kuperpanjang doaku, segera bergegas ke rumah  untuk menyelesaikan tugas rumah yang telah dibagi dua dengan Onhy. Onhy adalah anak tinggal di rumah besar ini juga, setingkat lebih muda dariku. Gadis cantik gesit itu sudah kuanggap adik sendiri. Seperti siswa lain, ia juga masuk ruang gosip yang jadi ocehan teman laki-laki. Wajar saja kalau sekarang ia memerankan drama cinta anak SMA dengan Arifin anak setingkat yang jadi Romeonya.
Perjalanaku ke sekolah kali ini sepi, tidak dihibur teman yang datang menyambar untuk jalan bersama. Aku pun segan menyamakan langkah dengan teman-teman yang mendahului. Terus melangkah sambil tertunduk dan sesekali pandanganku refleks  mengikuti motor yang melewatiku dari sisi kanan.
Tentang drama cinta anak SMA, saya adalah siswa yang tidak pernah ditawari jadi aktor. Sedang Nauky Kartun, Hamudin Tominse, Tifal Bollywood, Tuti Anjani dan Ela Serius juga yang lainnya tidak pernah sepi dari tawaran sutradara kawakan karena selalu ada Julie dan Romeo untuk lawan akting mereka. Hanya Penampo Kutubuku yang sama nasibnya denganku dalam hal ini. Tapi tak mungkin bisa ada drama itu pada kami.  Pasalnya,    Penampo Kutubuku adalah pesaing sekaligus guru otak kiri bagiku yang tak pernah lepas buku dari tanganya dan kesempatan semenit saja pasti ia pakai untuk memebaca. Perihal itulah yang membuatku tak bersemangat pagi ini. Masa SMA sudah akan tamat, menyesal saya  tak memperpanjang do’a untuk dapat bertemu Juliet yang akan jadi lawan dialogku pada drama cinta anak SMA.
Di bawah tanjakan, untuk ke sekian kalinya pandanganku refleks ingin   menangkap pengemudi motor yang menyelip pelan di sisi kanan jalan. Dan kali ini bunyi motor terdengar lagi dari belakang. Dalam keadaan tak bersemangat masih juga mata ini bergerak tanpa perintahku. Saat motor itu sudah berada tepat satu meter di depanku dan 45 derajat dari sisi kananku, pengemudinya tak kulihat lagi. Kali ini pandanganku tersita oleh senyum manis gadis cantik yang membonceng motor itu. Cepat-cepat kubalas senyum itu, walau dapat dipastikan senyumku hancur. Kiri kanan bibir berlomba saling mendahului membentuk huruf U  manis tipis miring tak berturan.  Tapi ternyata senyum hancur itu cukup ampuh untuk menahan senyum gadis itu agak lama hingga senyumnya dapat tercetak lembut di benakku. Pasti senyum gadis itu terpaksa diperlambat karena harus meladeni senyumku yang masih sangat garang dan butuh banyak latihan.
“Ah! Masa bodoh, yang penting ia tersenyum padaku. Luar biasa, nuansa pagi ini tiba-tiba cerah bertambah-tambah. Sihir senyum itu memberi harapan untukku agar mengawali bahan mentah pementasanku dengan menulis naskah drama ‘kisah senyum – senyum anak SMA’.  
“Gadis itu juga pasti suka padaku.
Gumamku. Walau itu hanya praduga sementara bahwa ia ‘ada hati’ padaku dan cukup ampuh memberiku semangat. Tanjakan di depan yang biasanya melelahkan, jadi rata seperti jalanan biasa  kurasakan. Langkahku makin semangat mengejar senyum itu. Sudah ada judunya, saya harus menulis dialog pada naskah drama yang kupentaskan.
Di sekolah, sejak apel pagi saya mulai mengorek informasi tentang gadis itu. Namanya Ame, ia termaksud bilangan siswa cerdas dan selalu juara di kelasnya. Tak butuh waktu sampai Bung Karno selesai menasehati kami, nalar intelejen ingin tahu banyak tentangnya mati total setelah sampai padanya informasi ini: Ia sudah tunangan. Tunangannya adalah mantan ketua OSIS yang sekarang dalam proses pendidikan AKABRI. Tak main-main untuk itu, orang tuanya turun tangan langsung untuk kelacaran prosesi putri tengahnya yang  paling manis itu.
Tapi tidak untuk Tifal Bollywood yang hafal semua kisah-kisah percintaan flim India.
“Tidak bro.. jangan mundur. Senyum yang kau kisahkan itu dari hatinya dan kamu harus siap jadi pangeran yang membebaskan hatinya yang terpenjara. Sini ikut aku.”
Saya lalu diseretnya jalan melewati depan ruangan gadis itu  dan benar Ame saat itu sedang berdiri di samping depan pintu kelasnya.
“ Ah!  Aku dibuatnya bodoh hari ini.”
Kesalku pada perasaan asing yang datang menyusup saat meladeni tatapan senyum manis Ame. Benar-benar kisah senyum- senyum yang aneh. Ingin sekali saya kumpulkan semua aktor drama cinta anak SMA’ di sekolah ini untuk memberiku latihan singkat menghadapi gadis yang dinaksir. Tapi mustahil, semua pasti meragukan bakatku memainkan drama itu dan semua juga pasti yakin kalau  sayanya saja yang merasa punya skenario cinta dengan Ame yang terkategori gadis pujaan semua cowok di sekolah. Dan gadis itu pasti segera berkomentar ke public saat mengetahui ajakanku untuk jadi Julie di dramaku bahwa ‘saya tidak punya maksud apa-apa padanya. Itu juga jelas terbesit di pikiranku dan bertambah yakin karena siapa saja yang melihat tampanku maka skor nilai sederhana dan sangat sederhana pasti ditempel di mukaku. Dan ramalan jodoh saya dan Ame pasti mengatakan 30% jodoh.
“Tapi aku tidak peduli dengan semua penilaian itu. Bagaimanapun hatiku bergetar  dan membisikkan suara yang tidak bisa kumengerti tapi kuyakini bahwa ini benar-benar sungguhan.  egonku berbisik tak mau kalah dengan kenyataan.
Bel pulang berbunyi, saya memisahkan diri dari rombongan anak-anak Laskar bukit ilmuah lainya menuju rumah. langkahku tertuju pada ruang kepala sekolah setelah ada yang memanggil dan menyampaikan kalau Bung Karno ingin aku menghadap ke ke Kantor.
Tak lama aku menerima tugas mengecet pondasi lapangan basket saat sore nanti dari Bung Karno, saya keluar. Di luar kantor kulihat Ame berjalan sendiri di tempat parkir. Getaran hati yang tidak dimengerti itu menyusup tapi dengan cepat kuabaikan. Segera saya mendekati Ame yang berjalan perlahan. Di jalan raya depan sekolah saya sudah beada tepat disampingnya. Sambil berjalan kuperhatikan wajah Ame yang loyo tak bersemangat.
“ Hay... sakit ya?”  tanyaku mencoba membuka percakapan sambil berharap sangat bias punya dialog banyak untuk naskah dramaku.
“Tidak” jawab Ame sambil sesekali memperhatikan tingkahku yang sok akrab.
Hanya itu interaksi yang terjadi. Selebihnya, saya  berlagak seperti panggeran yang mendampingi tuan putri berjalan menuju puri. Tapi itu pun hanya berlangsung sejauh tiga puluh meter karena Ame memilih berhenti di bawah rindang pohon Nangka. Aku meninggalkannya dengan sangat hati-hati. Berharap tak ada yang mengganggu tuan putriku. Saya tak punya alasan untuk terus menemaninya berdiri di situ karena  kutahu kalau Ame menunggu boncengannya.
Aku segera jadi pemulung lagi, meleset bergabung dengan teman-teman lain yang ingin cepat sampai di rumahnya masing-masing. Betapapun kuat usahaku melangkah tapi aku sangat lemah, tampanku persis pemulung yang melihat semua sampah diangkut truk sampah. Apalagi  saat membayangkan betapa jeleknya naskah drama “kisah senyum-senyum anak SMA” yang akan kutulis. Sang Juliet hanya mempunyai satu kata untuk dialognya : Tidak.
Tapi ada rasa aneh misterius yang gaib. Kali ini menyusup dalam sum-sum tulangku. Apa yang kurasakan  sendiri tidak kumengerti. Tundukanku seketika refleks tegap lurus karena dikagetkan hentakan kaki   seorang gadis yang seolah menendangku dari atas motor tepat satu meter lebih dekat 45 derajat dariku. Bibirku refleks tersenyum dimekarkan hati yang berbunga-bunga saat menatap senyum manis canda dari Ame. Mau apalagi, kami beradu pandang penuh senyum sampai Ame menghilang dari depanku menuruni tanjakan yang membuat adegan itu putus.
Wajahku kembali segar. Pikiran dan perasaanku  kembali akrab setelah seharian tidak saling bicara karena ulah hati yang bergetar aneh.
Hentakan cinta itu menjawab getaran aneh hatiku lalu menyuruhku cepat bertindak untuk menjaga rasa itu. Tiba di rumah  saya terdiam mencoba memahami strategi yang sedang dirapatkan hati dan pikiranku. Dengan cepat saya menuruti perintah kedua manejerku untuk menulis cerpen yang mengisahkan tentang apa yang kualami sejak pagi hingga siang hari  yang mana hentakan kaki itu adalah hentakan cinta yang jadi klimaks cerpenku. Tulis dalam bentuk cerpen dulu, bisik hatiku. Kalau bisa cari lagi tambahan dialog agar bisa berbentuk naskah drama, saran otakku.
Bakat menulisku mengalir deras karena cinta. Tidak sampai saya disapa azan Ashar saya telah menyelesaikan cerpen itu.
“Harus diperbanyak, tapi tidak mungkin dicopy dalam bentuk tulisan tangan. Harus diketik. Tapi dimana.. akha... Tifal Bollywood. Ia punya komputer, dukungannya dalam hal cinta pasti maksimal,” bisik otakku mencoba mendukung.
Malamnya saya menyusup ke rumah Tifal. Kusuruh Tifal membaca cerpenku. Belum tuntas ia membaca, segera ke depan komputernya lalu lalu mengetiknya dan menyarankan agar diperbanyak  lalu dipajang di Mading sekolah. Ide gesitnya sempat membuatku gugup. Keahlian Tifal mengetik dan mengotak-atik model penulisan diperlihatkanya padaku seolah berkata: Gini kampungan, caranya mengetik.  Komputer aja belum pernah pegang! Perhatikan baik-baik. Cerpen itu tertulis dalam tiga halaman dengan bentuk penulisan hufuf model Love.
Hentakan kaki! Gila, itulah yang membuatku merasa punya cinta yang  menjaga impian. Saya makin merasakan itu setelah Harni Perantara yang dekat dengan Ame juga mengabarkan ke hatiku bahwa Ame sangat suka cerpennya. Dia kisahkan saat cerpen itu sampai ke tangannya juga beberapa puisi setengah jadi yang menyusul sampai ke tangannya.
“Cerpen itu disimpangnya dengan sangat rapi dan sesekali dikeluarkan jika ingin diperlihatkan pada orang lain” terang Harni Perantara menenangkan hatiku yang makin merasa kalau Ame adalah belahan jiwaku sedang pikiranku tetap berkata: Mustahil.
Pikiran dan perasaannya memang tetap tidak sejalan untuk hal yang satu ini.
“Tenang, ia Tulang rusukmu. Masih lama, inilah alasan tuhan mengembalikanmu sekolah di sini. Perjalanan cinta ini akan mengobati sepi dan membuatmu tegar diuji kehidupan.” Terang hatiku, tapi otak lain lagi:
“ia dijodohkan dengan polisi dan calonnya lebih tampan. Aku siapa? Hati….,hati….., getaranmu bodoh-bodoh. Tanggung sendiri yah! Aku tak mau pusing karena ulahmu. Kasihan..!”












Lembar 8

Ajaib, selalu pertama
  Kampus bukit ilmiah siang ini ramai lagi, pengumuman akan diadakannya perlombaan keindahan kelas dan taman, memacuh otak siswa untuk kreatif berbuat yang terbaik. Tifal tampil ke depan mempresentasikan imajinasinya. Disini otak kanan yang dibutuhkan.
“ Kita punya Iky, Ardian dan teman-temannya untuk merancang agar kelas kita juara karena tahun lalu kelasnya meraih juara satu. Saya hanya ingin menambahkan bahwa taman itu cantik kalau ada tempat duduk yang rindang tempat menggosip. Semacam gazebu, ya! Harus ada gazebunya .” Singkat, menyuruh orang berpikir dan hanya menawarkan kata baru: gazebu. Kesalku, namaku disebut pertama yang berarti untuk yang paling banyak berpikir dan bekerja.
 Kata itu dibawanya ke rapat OSIS yang dihadiri Bung Karno dan anehnya semua terhipnotis. Gazebu kemudian dimasukkan sebagai salah satu item penilaian lomba. Khusus pembuatan gazebu agar tertata rapi, lokasinya tersendiri di sebelah barat lapangan Voli. Masing-masing kelas mendirikan satu buah dengan jarak masing-masing empat meter. Aktifitas siswa pun terbagi dua, ada yang di lokasi gazebu dan ada yang di dalam ruang kelas.
Seminggu lebih gotong-royong mempercantik istana kesultanan bukit ilmiah itu berlangsung. Ide novasi dan kreatifitas dari otak kanan siswa tiap kelas mengalir saling mendahului. Masing-masing takut disebut ikut-ikutan. Siswa otak kanan mengeluarkan ide-ide gila. Siswa otak kiri memastikan semua ide dapat terwujud dengan perhitungan mantapnya. Kadang ada yang sampai terdengar ke telingaku pertengkaran heboh antara keingingan otak kanan dan ketidakmampuan otak kiri untuk mewujudkannya seperti kompromi yang sedang juga berlangsung di kepalaku saat itu.
Pengumuman lomba tiba. Aku tak yakin kelas kami bisa jadi yang pertama lagi kali ini, karena semua kelas menyuguhkan karya-karya terbaiknya. Semua Terlihat sempurna, baik di taman yang jadi penuh warna bunga juga cat pagar yang asri. Terlebih lagi di dalam ruangan yang di sulap dengan tulisan-tulisan indah berbingkai kreatif dari Isolasi yang di ukir dengan silet. Aku yakin karya-karya ini tidak akan ada di toko atau taman mana pun. Apalagi gazebu yang nampak seperti buah tangan  desainer terbaik dunia, berjajar mengalahkan gazebu di depan vila untuk tamu PT Waktobi Drive Resort milik Lorenz yang hanya beberapa buah di Onemoba’a.
Aku duduk terdiam di Gazebu milik kami yang atapnya dibuat dari rangka Pabola dibalut daun Rumbia yang telah dipotong-potong rapi. Membentuk payung bundar. Kursinya adalah enam buah gondokan bambu yang utuh dengan panjang dua meter   saling berhadapan. Warnanya kuning kecoklatan karena telah diperhalus dan diberi cat lestur yang mengkilat. Dari sini aku melihat keajaiban itu tercipta dalam seminggu sambil mengingat lomba tahun lalu yang mana kelas kami juga adalah juaranya. Saat itu di kelas dua de. Saya sendiri ketua kelasnya. Otak kanan desainya adalah  Ardian sedang otak kiri penghitungnya adalah Yadin. Saya sendiri beserta yang lain bergerak menyiapkan semua ide itu dapat segera dikerjakan dan diwujudkan. Hasilnya, potongan taman mini Indonesia bagian timur kami pindahkan ke depan kelas kami.   Dan kelas tiga IPA yang disegani sebagai kumpulan otak-otak       Einstein kami kalahkan.
Belum lagi reda kekaguman kami pada keajaiban itu, semua penghuni bukit ilmiah dikagetkan dengan munculnya ratusan lumba-lumba yang mendekat ke pantai dekat tebing. Saling mendahului, melompat-lompat kemudian mundur dan menjauh sebanyak tiga kali sampai semua mata menyaksikan pemandangan  itu dengan berdiri di atas bukit. Kami saling memanggil, tak ingin mendengar ada teman juga guru-guru yang menyesal karena tak menyaksikan kunjungan pasukan hitam penjaga pelangi terbenam itu. Dan lumba-lumba itu sangat misterius. Setelah tahu semua mata telah melihat, mereka pun pamit dengan lompatan tinggi diikuti sorak kagum kami dari tiga ekor lumba-lumba paling depan dalam formasi segi tiga barisan yang rapi.

LYR

Seminggu lagi kami akan menghadapi Ujian Nasional, strategi belajarku salah. Tapi apa boleh buat, belajar bersama Ahmad Batam, Taufik Wakale, Ardian Petir dan Safarudin Kuake sampai jam-jam 2 malam adalah rutinitas gila yang harus dijalani karena masih banyaknya rumus dan hafalan yang belum bersarang di kepala kami.
Sering, kami langsung tertidur dalam balutan selimut tebal di atas lantai dua bangunan rumah kakakku yang belum juga beratap, setelah puas menatap hujan bintang di angkasa.
“ Kenapa masih begitu banyak yang harus kita kuasai ya!”
  Bisikku pada mereka di samping kiri kananku
“ Kamu saja sudah bilang begitu, apalagi kami!”
Jawab Ahmad Batam karena menganggap sayalah yang paling pintar di antar mereka.
“Lihat bintang-bintang itu, banyak sekali. tapi bisa jadi salah satu bintik cahaya itu bukan bintang tapi satelit luar angkasa milik Amerika. mengintai kita yang sedang berbaring di antara atap-atap penduduk Patipelong ini.”
Sambung Safarudin Kuake mengalihkan pembicaraan kami.
“Hebat! Sampai segitunya yah kemajuan dan kecanggihan teknologi mereka. Pantas saja negara itu jadi polisi dunia sekaligus pengacau dunia karena agresi militernya ke negara-negara Islam.”
Balas Taufik Wakale memperseru pembicaraan
“kegunaan satelit Amerika itu pernah kuliha dalam  film mereka. Saat itu pesawat mata-mata USA ditembak jatuh oleh pasukan lawan. Pilot pesawat itu maasih sempat keluar sebelum pesawat meledak. Melihat pilotnya yang masih melayang-layang dengan   parasutnya, pasukan  lawan terus mengejarnya untuk dibunuh dan memastikan agar dunia tidak tahu atas tindakan mereka.  Dari atas induk kapal USA komandan pasukan penyelamat harus memastikan di mana posisi pilot itu berada. Satelit luar angkasa pun di pakai untuk mencari titik keberadaannya. Awalnya yang nampak adalah benua kemudian negara lalu pilot itu tiba-tiba muncul pada layar dalam bayang merah darah sedang lari sekuat tenaga dikejar pasukan lawan. Setelah mengetahui titik koordinatnya, pasukan bantuan pun segera diluncurkan”
Cerita Ardian Petir tak ada lagi yang dengarkan, mungkin hanya saya saja yang mendengarnya samar.
“E.. kalian dengar tidak. Tidur ah”
Semua pun akhirnya terlelap setelah semalaman menjawab soal-soal Ujian Nasional mata pelajaran Fisika dari tahun 98 sampai 2003. waktu istrahat malam yang hanya dua jam lebih itu tak mengizinkan mimpi untuk ambil bagian mengganggu tidur kami.

        
LYR
Malam ramah tamah tiba, pengumuman hasil ujian nasional dari semua siswa yang seratus porsen lulus tadi siang akan diumumkan di halaman depan rumah jabatan camat Tomia. Semua orang tua siswa baik kelas satu dan dua terlebih lagi orang tua siswa kelas tiga telah duduk manis di kursi. Masyarakat Tomia lainnya juga tampak berdatangan dari semua pelosok  desa, ingin mendengar langsung siapa jawara tangguh tahun ini dari perguruan Bukit Ilmiah  sebagai satu-satunya sekolah tertinggi di pulauku.
Dimulai dengan beberapa pertunjukan hiburan sebelum acara formal dimulai. Salah satunya adalah tampilan Qaasidah Rabbana dari teman siswi yang masih menyandang juara satu sekecamatan. Busana hijau model Arabian bermahkota mutiara yang dikenakan gadis-gadis cantik idola sekolah itu membanggakan keluargaku. Ini karena sentuhan seni tingkat tinggi pada pola busana cantik  itu adalah jahitan kakakku ‘Mamanya Hasyim’.  Dalam rombongan gadis arab itu ada Endang, Jaharmida, Tuti, Kasma, Mega, dan lain-lain juga Venny sebagai dirjen atau  yang memimpin rombangan  Qasidah. Samar kulihat di situ juga ada Ame, gadis yang telah menghentakkan cintaku.
Tapi  hatiku sedikit pun tak berani bergetar untuk gadis itu, padahal malam ini adalah malam terakhirku dipanggil  sebagai kakak kelasnya. Itu semua karena hatiku tunduk pada pikiranku yang diikat oleh masalah dengan Bung Karno. Dan itulah satu-satunya yang paling dominan dalam diriku. Tidak banyak yang kupersiapkan untuk membawakan pidato pesan dan kesan mewakili siswa yang lulus karena pengalaman tahun lalu, saya juga yang tampil berpidato mewakili siswa yang ditinggalkan.
Pengumuman siswa berprestasi akhirnya di bacakan. Kulihat teman-teman yang dinobatkan sebagai juara sangat bahagia tapi aku terus bengong dan diam mematung. Sikap tubuh, perasaan juga batinku tidak berubah meski terdengar jelas:
“Dan jawara peraih peringkat satu Ujian Nasional tahun ini adalaaah.... Ikwan Zulmansyah”
Hai! itu namaku yang disebut lantang, tapi badanku benar-benar mati total, tak ada respon untuk itu. Kulihat Ayah sangat bangga dan  segera maju menerima bingkisan untuk sang juara satu. Sekali lagi aku hanya diam di sudut keramaian samping rumah jabatan yang remang-remang.
Di hatiku hanya ada kebingungan harus berbuat apa untuk dapat menebus dosa atas kesalahahanku pada Bung Karno. Ini sebabnya: siang itu kami dimarahi habis-habisan sampai harus dipukul dengan sarung parang. La Aminuhu teman seruanganku itu ribut tentang pemberian hukuman yang diberikan oleh guru piket. Hukuman bagi yang terlambat pagi itu dinilai tidak adil kemudian dengan sok pahlawan ia berteriak lantang:
“ Kita demo saja”
Bodohnya, kami juga ikut-ikutan mengangguk.
“Ya..ya..Kita demo.”
 Lalu entah lewat siap Bung Karno mendengar kata yang membuat Soeharto melepaskan diusia 35 tahun ia memimpin negara ini. Sejak saat itulah aku digaris merah sebagai siswa PEMBANGKANG.  Padahal tidak terjadi demo benaran dan memang tidak akan pernah terjadi karena di antara kami tak ada seorang pun yang tahu arti dari kata asing ‘demo’ itu. Apalagi bagaimana prosedurnya? Saya saja yang malam ini dinobatkan sebagai siswa terpintar tidak tahu bagaimana berdemo.
Tidak sampai di situ, saya benar-benar membuat dosa besar yang belum sempat dimaafkan khusus sampai sekarang kalau Bung Karno itu jadi Bupati dan menjadi malapetaka besar dalam hidupku sendiri. Itu terjadi setelah puisi rendahan dengan gaya mengkritik bodoh-bodoh itu sampai ke tangan Bung Karno. Awalnya saya heran dengan responnya karena latar belakang sastranya yang kokoh, tapi kemudian kusadari bahwa puisi itu benar-benar kurang ajar.
Ini potongan puisi dengan gaya mengkritik keadaan penghuni sekolah yang kugambarkan seperti kucing dan tikus:
……..
 saat kucing ada
tikus-tikus tak berani
berkeliaran di halaman apalagi di jalanan.
 tapi jika kucing tidak ada
semua tikus berpesta.
……. Dan seterusnya.
 Di barisan kata-kata yang kubuat seolah-olah bait puisi yang tidak pantas dikatakan puisi itu,  kepala sekolah saya konotasikan sebagai Kucing sedang guru dan siswa adalah tikus. Ini gara-gara sepenggal ‘melawan dengan kata’ milik Chairil Anwari yang ku baca berulang kali. Meski maksudnya di situ kucing adalah pahlawan sekolah, intelektual tercerdas Bukit Ilmiah. Tapi kucing tetaplah kucing, ia binatang dan imajinasiku sangat datar hingga tak mampu mencari perumpamaan lain untuk Bung Karno yang telah menyulap bukit ilmiah. puisi itu pun  sampai ke tangan Bung Karno dan tidak tinggal diam, meski beliau orang sastra tapi menggangapnya kucing itu adalah kebiadaban nomor satu.
Masa depanku benar-benar gelap, janji Bung Karno untuk menyekolahkanku di tingkat yang lebih tinggi kuhapus sendiri. Aku di usir dari rumah  dua bulan sebelum Ujian Nasional dan saya pergi siang itu seperti gaya Rendra, penyair kawakan yang harus dipenjara karena syair-syairnya.
Semua diam dengan masalahku seperti diamnya semua organ tubuhku saat gelar juara lulusan Bukit ilmiah dengan nilai tertinggi  dari satu-satunya sekolah tertinggi di pulau ini kusandang. Hanya senyum bangga Ayah saja yang masih membuatku bernapas.        
Aku tidak punya alasan untuk bahagia meski terbayang kembali perjalanan dunia Ilmiahku sebagai sang juara. Semua rapor catur wulan dan semester selama  SMA terkoleksi semuanya dengan peringkat satu. Tapi itu tidak membuatku kagum karena ku tahu kalau semua bintang yang menemaniku berprestasi lebih cerdas dariku. Saat SMA di Lombe sebelum pindah ke Tomia, Suhardin adalah yang paling cerdas apalagi di pelajaran matematika. Lewat otaknyalah kami memahami rumus. Menyusul Reni dan Rosniah  bintang-bintang berprestasi  saat itu. setelah pindah di sini, di Bukit Ilmiah, siswa jeniusnya lebih banyak lagi. Siswa kelas tiga IPA adalah kumpulan delapan besar dari kelas dua.  Saya sendiri hanyalah juara satu dari kelas dua de yang angka raporku dari jumlah semua mata pelajaran tiap semester  selalu kalah dengan angka rapor Penampo kutubuku, Tuti Anjani, Tifal Bollywood, Ela Serius, Nauky Kartun dan Gani Venus. Tapi ajaibnya, saat di kelas tiga IPA malah aku lagi yang memimpin sebagai peringkat satu tiap semester sampai malam  ini, pada pelulusan ujian penamatan sekolah.
Rama tamah berakhir, kesunyian menyusup menambah dinginya perasaanku akan masa depan. Kutemani Nauky Kartun mengatur kursi juga di temani teman-teman lainnya. Belum juga reda senyum bahagia mereka, tawa  meledak saat membicarakan Panglima Jendral Sudirman ketua OSIS kami si ‘Jakri’ yang tadi menutup acara dengan lagu “Malam Terakhir”. Dan lagi, aku tak punya alasan untuk ikut tersenyum bahkan merasa ada yang lucu sekalipun. Benar-benar respon psikologi yang ajaib. Sambil terus berharap, ada keajaiban dalam hidupku  esok harinya.


Lembar 8
Tanah Gaharu
Tidak kutangisi nasib kalau kemudian alur hidupku setelah ditampar Bung Karno dan memasukanku dalam penjara amat membingungkan karena puisi pedasku saat itu hanya begini:  Dua belas bulan dalam setiap tahunnya,  satu bulan berada dalam dekap nyaman negeri pelangi segitiga dan sebelas bulannya aku adalah binatang liar ditengah hutan pulau Cendrawasi yang tak pernah kulihat bulunya di Irian Jaya.
Karena siang itu, aku hanya bersembunyi di balik karang tempat kumenemani kakek memasang Bubu saat perahu motor  yang tumpangi para laskar Bukit Ilmiah melintas di samping sampan kami. Mereka sedang melakukan pelayaran paling berpengaruh dalam hidup, mengarungi jati diri di kampus sungguhan dengan tebing bukit cobaan yang lebih curam. Dari tepi Atol ini kulihat Istana Ilmu melambaikan tangan pada mereka sebagai ucapan terima kasih. Dan papan nama sekolah yang kukaligrafi sendiri itu mengepalkan tangan dengan huruf cetak tebal ‘Semangat’ pada wajah-wajah penuh tanya akan dunia baru mereka di atas KM Bukit Tomia yang menatapnya. Melihatku ikut menatapnya, papan itu memalingkan wajah, benar-benar penghianat, mentang-mentang derajatnya lebih tinggi dariku karena sering ditatap orang, melirikku pun ia tak sudih. ‘Rasakan!  Itulah ganjaran bagi orang yang telah menghina pemimpinku’ ucapnya padaku sebelum benar-benar menghilang dari pandangan benakku.
Kakekku adalah gambaran hidup bersahaja yang menurutku juga sederhananya  keterlaluan karena hanya mewariskan profesi nelayan kelas buruh ala kadarnya padaku. Pasti gelar itu digantungkan juga di papan namaku, karena Ayah yang tak punya pekerjaan tetap   itu sedang mendesain ragaku untuk mewariskan profsei itu  padaku. Tapi sekali lagi tidak kutangisi nasib, karena kehidupan sahaja itu telah menciptakan dan melahirkan aku sebagai sang juara. Diam-diam tanpa sepengetahuan Ayah dan Kakek, aku menyimpan tekad yang membara untuk menghilangkan gelar nelayan kelas buruh dari keluarga kami.  Yang hidup dengan  kasuami dari ubi kayu dan hasil tangkapan ikan untuk makan dua kali. Hanya dua menu itu: kasuami  dan ikan, ikannya dibakar, dipindang, diasinkan atau apapun namanya tetapi tetap ikan ditambah air putih. Jadilah menu dua sehat tiga sempurna yang mencerdaskan otakku.
 Kuawali tekad itu dengan ide untuk membuat perahu. Tanpa curiga mereka  menemaniku mewujudkan ide itu. Berbulan-bulan kami membuatnya, hanya aku saja yang menganggap ini pekerjaan paling utama. Sedang bagi Ayah dan Kakek, ini adalah pekerjaan sampingan mereka. Tapi sepenting-pentingnya bagiku, tak ada yang berarti dengan kehadiranku di sisi Ayah dan Kakek karena tak sedikit pun  yang kupahami tetang semua hal dalam membuat perahu. Panjangnya delapan meter dengan diagram tengah dua meter, hitungan badan depan perahu tak kumengerti, juga bagian badan perahu lainnya.
Tak mau larut dalam  kebingungan untuk mencoba belajar banyak tentang perahu, aku menyeriusi hal lain. ‘Penelitian’ kata yang kudengar dari kakak-kakak saat pulang berlibur   dari libur  kuliah itu yang kupakai untuk menyebut tindakanku ini. Setiap malam aku mendatangi mereka yang pernah menginjakan kaki di pulau Cendrawasi.
“Di sana menjanjikan penghasilan yang menggiurkan, tak perlu kubahas itu. Lihatlah kami dan semua yang pernah ke sana. Hidup mapan dan berkecukupan. Meski begitu, banyak juga yang pulang dengan tangan kosong atau bahkan tidak pulang sama sekarang karena malu yang banyak sebabnya.”
Yang lain,
“ kenapa!  Mau ke sana? Ikut saja di perahuku jadi koki tukang masak di dapur perahu
Yang lain lagi,
“ Harus punya modal dulu, tapi bisa juga kamu mulai dengan mencari kayu Gaharu lalu di jual ke Jawa. Hutan Irian Jaya adalah Tanah Gaharu  di mana kayu emas itu tertanam. Kayu Gaharu yang tumbang karena usia tetap terbenam utuh dalam lapisan  tanah. Kalau kamu dapatkan satu pohon saja. Kamu bisa pakai untuk jadi mahar melamar anak gadisnya orang.
Dan yang lain lagi,
“ Pelan-pelan saja, kamu bisa mulai dengan menjadi  koki  perahu atau bekerja di toko Cina di sana, atau menjadi pengecer dagangan orang-orang sekampung kita. Setelah punya modal kamu bisa mandiri untuk mendulang uang dengan caramu sendiri.
Masih banyak laporan hasil penelitianku saat itu, atau tepatnya hanya kumpulan hasil wawancara menambah wawasan. Termaksud kisah teman-teman sebaya dan yang lebih tua beberapa tahun dariku.   Tapi tidak pantas di sebarluaskan, ini memalukan. Setiap sempat shalat di mesjid, saya juga selalu menyisakan waktu untuk berdoa tentang hal itu. Agar tak pernah terjerumus dan melakukan perbuatan paling terlaknat itu. Di balik cerita mereka yang terkesan sombong, terbesit sesal yang amat. Dan setiap mengakhiri kisah, mereka selalu berpesan dengan sangat agar menjauhi wanita dan minuman keras.   
            Perahu yang dirancang masih membutuhkan beberapa papan lagi untuk menutupi rangkanya. Dan menurut Ayah, papan itu untuk bagian perut perahu. Jadi kita harus menggunakan  kayu  yang masih mudah dibusurkan. Dan panjang lagi penjelasannya saat itu, di tutup dengan saran solusi membahayakan jiwa. Lembah angker yang masih menyembunyikan pohon-pohon besar di Parigi harus didatangi. Pohon yang aneh namanya dan tak pernah menetap lama di benakku itu akan kami potong dan batangnya kami jadikan  papan perahu.
Kami menyiapkan diri menuju lembah itu dan butuh waktu dua jam untuk sampai setelah melewati beberapa gunung. Tidak ada hal aneh saat kami masuk lembah . Inggris Kakak Ipar, Jumadi Sepupu Panja, Aku dan Ayah tahu benar cerita lembah ini. Sampai kenapa kayu-kayu ini tetap bertahan lama adalah cerita deras misteri yang semua orang sepulau juga tahu. Keberanian kami makin berani setelah dua pohon tumbang digorok kampak dari delapan tangan.
“Ayo kita istrahat dulu. Bekal yang kita bawa harus segera diselesaikan.”
Kami melepaskan pegangan dan saat dalam keadaan kurang siaga inilah petaka itu terjadi. Dari sini perih hidupku sempurna sudah. Belum hilang sakitnya batin karena di tinggal teman-teman seperjuangan ‘Lascar Bukit Ilmiah’. Sakit fisikku  memperparah deritaanku. Setan penunggu lembah ternyata menunggu waktu yang tepat.
Saya memilih duduk santai di gondokan kayu satu meter. Pas ukuran satu orang untuk memikulnya. Menunggu untuk badan tenang usai bergejolak dengan kampak  dan batang pohon agar dapat bekerja lagi meladeni makanan yang masuk ke perut. Jumadi sepupu panja bermaksud menyimpan   Kampak yang masih panas matanya karena baru manggorok batang pohon pada ujung batang kayu yang kududuki. Disaat itulah setan beraksi.
Tangan yang kuayunkan kebelakang di tiup setan agak menjauh dan pas
“Prak”
Kampak yang di ayunkan untuk membenamkan diri pada batang oleh Jumadi panja mengenai ujung jari tengahku. Belum terasa tapi aneh, bunyi itu bukan bunyi kampak yang mulus tertancap pada batang kayu. Kutarik tanganku karena ada keanehan yang menjalar keseluruh sel-sel badanku. Bunyi aneh tadi adalah teriakan jariku yang menjerit karena berpisah dengan jari lainnya setelah di potong kanpak dengan dialas batang kayu.
Darah menutupi semua jari, kuyakin tangan kananku susah kehilangan kelima jarinya. Aku meronta sejadi-jadinya, berteriak keras-sekarasnya dalam tangis yang memekik seperti kehilangan Ibu. Lalu terbanting dalam lemah tak bertenaga. Melihatku terbanting Ayah berlari kearahku menopang ke gubuk petani terdekat. Kulihat Jumadi hanya bingung mencari sesuatu dalam semak setinggi lutut. Ia mencari jari-jariku yang memisah.
Satu jam, hamper dua jam jariku baru ditemukan setealh di sembunyikan setan. Mereka segera berusaha menyatukannya kembali. Untungnya hanya jari tengah yang terpotong. Potongan mengukik seperti runcingan bambu. Sambungan di ikat dengan rambut Inggris kakak ipar yamg agak gondrong.
Bapaknya Hasyim yang mengajar di Kahyanga segera datang setelah di panggil penduduk terdekat. Aku dibawahnya ke Puskesmas Usuku. Setan ternyata masih mengikuti kami. Petugas Puskesmas jadi bodoh menanganiku. Jariku di suntik kram hingga memutuskan aliran darah ke ujung jari yang terpotong.
Maksudnya agar aku tak kesakitan waktu dijahit. Tapi justru itu sebab matinya jariku. Sebulan sampai tiga bulan aku dalam kepedihan sambil berharap jariku hidup lagi dan ujungnya bergerak. Tapi terbalik, dari hari ke hari ujung jariku makin menghitam. Hingga hari itu baunya sebagai mayat mengayu nafasku, ku pisahkan jari yang terpotong dari ruas jari. Jari tengah jadi sejajar dengan jari-jari manis. Ujung ruas jari yang terpotong kubalut dengan kain putih lalu ku kubur sebagai tambal papan perahu hidupku.
Pembuatan perahu selesai bersamaan dengan makin membaiknya “Ngulu”(sebutan jari yang buntung) jariku. Masih akan lama. Perahu itu butuh mesin. itulah yang membuat ayah berhenti tidak ingin melanjutkan pembenahan perahu yang menurutnya tidak akan mengarungi laut. Ku cari cara. Beberapa perahu untuk terparkir di pantai kuperiksa. Ada satu perahu masih lengkap dengan mesinnya. Kucari cari tahu nama pemiliknya dan untungnya pemiliknya bersedia menjual mesinnya.
Ayah paling semangat kuberitahu ada mesin macet yang dijual. Ayahku juara satu merawat mesin saat jadi Basi di Kapal Sumber Alam 2. Siang malam ia membongkar dan memasang mesin itu. Sampai ia pastika mesin itu tidak akan macet-macet lagi. Sedang aku memberi warna pada perahu pertamaku.



                                               


                                                           Lembar 10

Ajang Pembuktian Tertinggi
Pembuatan perahu selesai. Untuk turun kelaut perahu harus di bekali dulu dengan sesajian yang tidak kumengerti. Sampai orang sekampung mengerumuni kami. Meski tiga ekor ayamku lagi-lagi jadi tumbal tapi berhasil memanggil orang untuk makan siang setelah perahu di dorong ke laut.
Mengapung dengan seimbang saat pertama perutnya memeluk laut. Dan mulailah orang sekampung bertanya-tanya.
“Mau dipakai untuk apa perahu ini”?
Ayah dan kakekku juga seolah baru sadar dari keasyikannya membuat perahu itu. Malamnya sidangku dimulai.
“Saya mau ke Irian”
“Dengan perahu itu?”
“Iya”
“Kamu bisa dibalik ombak laut banda dalam sekejab”
“Tapi saya harus ke Irian, Ayah”
Ayah terdiam memahami gejolak darah mudaku. Terlebih lagi ia sadar kalau tak ada lagi harapan untuk bisa melanjutkan sekolah karena keadaan yang pas-pasan.
“Siapa yang menemani kamu”
Hatiku legah, pertanyan itu adalah izin darinya. Kujawab pelan.
“Taufik Wakale dan Safarudin kuake”
“Kapan rencana berangkat”
“Dua hari lagi”
“Keadaan mesin tidak bagus. saya harus mengantar kalian”
Aku senang sekali, Ayah sang juara merawat mesin akan ikut.
“Setelah di sana kamu bikin apa”
“Masuk hutan. Mencari kayu Gaharu”
“Itu tidak bisa Ayah temani”
“Perahu itu bagaimana” tanyaku lagi
“Di Irian kita gunakan untuk memuat barang dari kapal yang tidak bisa merabat ke Pelabuhan”.
Berempat Siang itu kami memulai pencarian jadi diri yang berbahaya. Ini ajang pembuktian tertinggi. Lautan banda lautan terdalam di Indonesia dengan  ombak paling ganasnya harus kami taklukan.
Taufik Wakale dan Safarudin Kuake datang dengan bekal seadanya. Di Irian mereka akan mencoba tes masuk tentara. Tak ada rencana untuk mendulang uang dengan cara-cara gila sepertiku.
Persiapan, pembekalan untuk sebulan sudah siap. Bahan bakar hitungan satu bulan juga sudah siap. Satu bulan, apa-apa yang kami persiapkan selalu untuk sebulan.
“Kita tidak bisa memastikan kapan sampai di Irian”.
Ayah berkata jujur karena baru kali ini ke Irian dengan perahu sebelah meter sekecil ini.
Kami berangkat, satu hari diperjalanan, negeri pelangi segitiga baru hilang dari pandangan. Memasuki pusat laut Banda arah perahu sudah tak kupahami. Ombak juga mulai beraksi ganas. Perahu kami di buat naik gunung dan turun lembah ombak yang membuat dunia bergelombang berhari-hari.
Hari ke lima, papan dekat mesin yang kugores dengan paku sudah lima goresan. Harusnya sudah pagi. Jam kuno di tangan Ayah menunjukkan pukul sembilan pagi. Jarang dan selama ini tak pernah terdengar jam tangan yang di beli dari di Singapur itu rusak. Tapi tak ada Matahari, gelap arah perahu tetap setiap mengarah sesuai perintah kompas.
Ayah menaikkan laju perahu.
“Di depan ada badai besar, kalau kita melambat, kita bisa lama berada di pusaran badai. Kita coba percepat agar dapat keluar dari badai”.
“Sekarang! Kenapa kita tidak keluar sekarang saja”.
“Badai ini besar, kita mau keluar ke arah mana. Matahari saja tidak nampak. Ditutup awan yang tebal.
Perahu melaju, saat di gunung ombak setinggi empat meter, kadang perut perahu tak menyentuh laut, lama kami siapkan diri menghadapi badai. Tekad kami sudah bulat. Tapi hanya ombak ini yang makin mengganas. Tak ada hujan tapi gelap. Sejak SMP ku telah mendengar tentang misteri segitiga bermuda. Hanya misteri itu yang kutakutkan walau ombak-ombak perasaan juga makin tak karuan. Rasanya jiwaku ingin terbang dari raga. Tak ada muntah karena perut tak punya waktu untuk itu.
Jangan-jangan kami telah memasuki segitiga bermuda. Misteri yang disebabkan orang Amerika itu kalau benar kami tidak akan pernah keluar dari kabut hitam ini. Taufik Wakale dan Safarudin Kulati tetap setia dengan tugasnya. Memastikan tak ada air laut yang tertampung. Kulihat badan mereka tenang, memang pantas untuk jadi tentara.
Beda denganku yang bersandar dekat Ayah, sekali-sekali menggantikan tugasnya mengemudi.
Ada cahaya di depan, kecil, di balik kilatan petir.
“Ayah apa itu?”
“Alhamdulillah itu pintu keluar. Badai tak terjadi atau bisa saja berbentuk di belakang kita.”
Perlahan dunia nampak di ikuti rintik hujan mempersilahkan kami menuju langit cerah. Tapi ombak tetap pada sikapnya. Kami baru merasakan lapar yang sangat setelah dua hari tak makan, makin terasa saat terik menusuk kulit.
Delapan hari, saat pagi itu, Ayah menunjuk bayang hitam di kejauhan.
“Itu pulau Cendrawasih sudah nampak”
“Masih lama lagi”
“Dua hari lagi kita sampai”
Sebelas hari jadinya kami baru bersandar setelah memasuki sungai besar yang panjang.
Taufik Wakale dan Safarudin kulati segera pamit, tak ingin tertinggal ikut tes masuk tentara. Aku dan Ayah menerima jasa muatan barang dari kapal yang tidak bisa menepi.
Satu bulan lebih kami turuti siapa saja yang meminta dimuatkan barangnya. Saat tanah Gaharu memanggilku, ku sampaikan ke Ayah.
“Baik sekarang kita berpisah. Kapal ini kita jual dulu Ayah akan naik kapal Pelni untuk kembali.”
Tak lama perahu terjual dan kamipun berpisah. Ayah ke Pelabuhan Pelni sedang aku ke hutan kayu Gaharu.
Empat tahun lebih aku liar dalam hutan di pulau Cendrawasih ini. Mencari kayu Gaharu tepatnya di Agas












Lembar 11

Kepompong Cinta Bernapas
Sebulan di negeri pelangi segitiga, negeri ini ramai oleh para Laskar yang pulang dari kampus-kampus sesungguhnya. Motor di jalanan jadi ramai saat sore. Mereka menyapa negeri ini dengan konfoi naik motor. Rutinitas itu sudah jadi kebiasaan mereka tiap pulang kampung. Ingin di tunjukkannya diri pada dunia bahwa kamilah genarasi pilihan.
Sedang kami yang hanya berijasah SMP dan SMA hanya mengintip dari jendela rumah sambil berharap ada yang singgah karena teringat dengan teman SMAnya.
Sore itu kulihat dia. Hanya sore itu. Gadis yang telah menghentakkan cintaku. Pikiran dan hatiku berperang lagi saat kemunculannya. Hati menginginkan agar ada konfirmasi yang jelas tentang naskah drama “kisah senyum-senyum” dengan satu dialog darinya “tidak” saat kutanya apa tuan putri sakit?  Tapi pikiran mencoba mengalihkan.
“Dia terpelajar, sekolahnya lebih tinggi di Ibu kota Sulawesi Selatan pusat Indonesia tengah. Sedang aku hanya pemuda liar yang bau Gaharu”
Tapi hati lebih kuat, ia menggerakkan tanganku menulis teks untuk mengirim SMS padanya.
Maaf hanya mau nanya, apa benar dulu kamu juga punya perasaan padaku’.
Tak di balas, aku lupa menulis nama. Kukirim lagi dengan tambahan nama di belakang memperjelasnya dengan kata : penulis cerpen. Tak lama kemudian Hp yang baru ku pelajari untuk bisa di operasikan itu berbunyi, SMSnya masuk.
Betul
Aku melompat setinggi-tingginya, hati kali ini menang. Pikiran mengakui kekalahannya dengan tak berkomentar sama sekali.
Harus di sikapi: dialognya makin banyak. Kata betul darinya atau tepatnya dari perasaannya telah merasukiku. Tak terpikir olehku kalau kepompong cinta yang kujaga kini bernapas, akan kutunggu jadi kupu-kupu. Saat ia terbang, akulah kumbang yang datang menemaninya.
Uang hasil Gaharu kuhitung. Semua cukup untuk pesta dan sisanya bisa untuk Fondasi rumah. Keluarga sepakat mengharapkanku tenang berkeluarga.
Rombongan tetua adat dari desaku datang ke rumahnya malam itu. Aku tak ikut, hanya berdoa agar semuanya lancar. Tapi tak seperti harapan. Sikapku ternyata membunuh bibit kupu-kupu yang ada dalam kepompong cinta itu, ia menolakku. Orang tuanya lebih ingin lagi. “Istri sekolah, suami bodoh! bagaimana caranya bisa bahagia anak kita.” itu maksud penolakannya.
Aku tak malu, hanya berharap ada hentakan-hentakan cinta yang lebih berkisah lagi walau memang menemukan cinta itu sulit. Pikiranku saat itu.

















Lembar 12

MENGENAL USTADZ
Di tanah Gaharu, kulihat agama itu murah, dengan Indomie satu bungkus penghuni tenda-tenda  itu mau berganti agama asal bisa makan hari ini. Dan kulihat mereka kebanyakan berKTP Islam.
Saat rombongan Ustad datang ke desa itu dan mengembalikan agama mereka bahkan melahirkannya kembali agar Islam tak hanya KTP, aku bertekad ingin dekat dengan ustad.
Dan Ustad tak keberatan di ikuti orang asing sepertiku. Awalnya penjelasan ustadz tentang kaya bahwa hampir setiap orang beranggapan bahwa konglomerat atau orang kaya berarti punya banyak uang, rumah mewah, kendaraan mewah, kapal pesiar, hotel berbintang, pesawat terbang dan sebagainya. Bisa benar, bisa juga tidak. Kaya raya itu relatif. Setiap orang punya takaran berbeda-beda.
Namun, hanya ada satu rumus kekayaan yang berlaku  umum dalam dunia investasi dan bisnis. Anda akan disebut kaya atau berkecukupan, jikalau Anda memiliki pendapatan tiga kali lebih besar dari pengeluaran.
Selanjutnya ustadz mendesainku jadi begini: tak pernah ketinggalan shalat berjamaah, selalu bersedekah. Berani membacakan khutbah jum’at saat yang ada hanya orang tua. Dan yang penting ustadz mempersaudarakanku dengan banyak orang dalam jamah kita.






Lembar  14

Pahlawan Kata Hati
Dan kebingungan menerpaku setelah memutuskan untuk mengambil tiket bebas tes dari pada bea siswa BMU. Lampu keuagnganku menyala kuning. Kunikmati jeda waktu itu sebelum lampu merah menyala dengan memasang sorot mata materialismeku saat yang lain berjuang untuk dapat tercatat sebagai mahasiswa.
Depan aula Auditorium Mokodomit ramai saat soal terakhir seleksi penerimaan mahasiswa baru usai dijawab. Calon-calon mahasiswa  itu menghambur pulang dari ruang-ruang ujian. Di halaman gedung ini kulihat lagi wajah itu. Wajah yang telah berdiam lama di hatiku. Bayangkan, sejak kelas empat es de senyum ini selalu mekar saat saat bersamanya. Dan saat ini walau masa SMP dan SMA berlalu tampanya, senyumku tak berubah bentuk.
Sekarang, saat teduh wajahnya lenyapkan panasnya terik Matahari, kuputuskan untuk mencari jawab atas tanya hatiku yang kabur. Dengan uang lampu kuning di sakuku, kutahan taksi yang lewat di samping kami. Berani juga saya. Argo taksi bisa saja meminuskan uangku dan kalau itu terjadi mukaku akan kutaru dikantung yang telah kosong. Tapi apa mau dikata, sihir cinta benar-benar membutakanku. Kupersilahkan ia masuk dan menyusul kududuk di sampingnya setelah kubisikkan tempat tujuan kami pada sopir taksi.
“kita mau ke mana Gep?”
Tanyanya saat taksi mulai melaju
“Ke tempat para pahlawan”
“Oh ya, seru dong. Minimal bisa membuang penggat di otak karena soal-soal tes tadi.”
“ Iya, seru dan istimewa. Juga ada romantisnya nih.”
Sambil menghindari senyumnya menata keluar dengan gundah di hati sedang menyiapkan amunisi sebelum bertempur. Kuyakin ia juga menyikapiku lain karena tingkah dan senyum gerogiku yang membingungkannya.
Laju taksi memelan lalu memarkir di samping salah satu tenda di Kendari Beach. Kami keluar lalu menuju kursi tenda itu setelah kuperiksa sisa ongkos taksi untuk memaksikan keuanganku bisa mentraktirnya.
“Di sini tempat pahlawan yang kumaksud”
“Tempat pahlawan apaan ini? Apa dulu di sini tempat makamnya atau apa? Kok ndak ada tanda -tanda untuk itu?”
“Es campurnya dua bu.” Teriakku ke pemilik tenda mengalihkan tanyanya.
“ Di sini, saya dengar telah banyak melahirkan banyak pahlawan walau kadang gugur  dalam perangnya
“Perang apa, pahlawan apa?”
“Sejak es de kelas empat kamu menyemangatiku untuk sekolah. Pergantian hari-hari dari kelas empat hingga tamat adalah rentetan waktu terindah bisa menatapmu. Apalagi tidak hanya sekali kita meraih peringkat dengan nilai yang sama dan itu adalah momen-momen yang membahagiakan.”
Gadis itu terdiam menelaah ucapanku
“Hingga kita berpisah, perasaanku padamu adalah kekayaan hatiku yang membuatku bangga pada dunia karena nikmat cinta. Dan sekarang adalah saatnya, saat di mana aku harus jadi pahlawan untuk kata hatiku yang berperang dalam batin.
Wajahnya tampak memerah dalam bingung dengan sedikit menunduk.
“Aku suka padamu.”
Kata itu keluar melegakan rasa yang dari tadi menimpaku. Dan ia terus diam.   
“Bagaimana, apa kita bisa seperti yang lain menjaga cinta dalam mendewasakan diri?”
Lama ia diam,  lalu menggelengkan kepala
“Aku tidak bisa. maaf sekali lagi maaf, Gep.”
Senyumku mekar lebih plong dari senyum-senyum sebelumnya. Disusupi kebanggaan yang luar biasa atas gelar baruku ‘pahlawan kata hati’ pengalaman yang luar biasa gumamku sampai kami habiskan minuman yang di pesan lalu pulang ke kos-kosan. Ia terus tenang dalam diamnya meski sesekali ssenyum saat kuajak tersenyum. Ia kuantar ulang sampai ke kamarnya di ujung lorong Salangga, lorong yang kata orang adalah akronim dari ‘salah langkah anda gawat’ inilah yang sekali lagi menyegarkan hatiku atas penolakannya.
 “Yah, betapa tidak kalau salah langkah aku bisa gawat.” 
Aku pulang ke lorong Pelangi lagi. Di jambu-jambu telah menunggu kak Arman memintaku mencukur rambutnya.
“Agep! Anak Ganteng Patipelong, sini cukur dulu.”
Kuambil gunting yang di ulurkan padaku sambil bercanda tapi sungguhan meminta karena uangku ludes
“Kalau makan malamku  terjamin, yah mari dengan senang hati.”
Saat mencukur mantan ketua umum Majelis Perwakilan Mahasiswa Unhalu yang belum juga wisuda ini banyak menasehatiku untuk kuliah dengan baik dan merekomendasikanku untuk melakoni dan berproses di KAMMI ‘Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia’.
LYR
Perkuliahan dimulai, sayangnya   semangat menuntut llmu dalam dadaku itu dibalut jadi kendur oleh keuangan yang tipis. Belahan otakku di timpa kata ‘kerja’ yang berarti waktu belajar harus aku sisihkan untuk mencari uang.
Itu setelah Ayah memastikanku aman di kompleks jambu-jambu, tempat bermukimnya mahasiswa Tomia dalam gubuk-gubuk ilmiah tepat berada di depan kampus kami. Kutempati kamar yang berukuran sangat kecil yang oleh tetangga menyebutnya oven “Tempat memanggang kue” karena selain kecil, juga beratap pendek, mirip rumah Kurcaci. Ayah berangkat ke Taliabo berharap dari sana beliau dapat mengirimkan sesuatu padaku.
 Ruang yang ditimpa kata kerja di benakku menjadi kenyataan. Salim teman SMA berhasil memasukkanku sebagai Resepsionis  shiff malam di hotel tempat ia kerja sekaligus tinggal. Tugasku menerima tamu dari jam sembilan malam dan menutup pintu jam dua malam bahkan molor sampai semua tamu istrahat. Paginya, sebelum Subuh, kebersihan semua peralatan dan semua sudut hotel adalah tugas yang harus terus kami perhatikan setiap paginya.
Dari hotel kelas melati bertaraf bintang karena servis pelayananya yang maksimal itulah biasanya saya langsung berangkat ke kampus. Jam delapan pagi perkuliahan dimulai dan rasa ngantuk yang menyerang karena kadang semalaman begadang adalah yang paling memberatkan kepalaku bukannya materi kuliah dari dosen yang datang melunaskan kewajibanya.
Dasar mata, beginilah kalau tidak diajari dengan akhlak yang baik. Awal bekerja di hotel, manejernya membuka sertifikat pahlawan kata hatiku, Tapi hanya sekilas dan tak ada niat mencoba menulisnya.  Dia adalah anak terkakak pemilik hotel. Beberap tahun lebih tua dariku. Malam itu meliarkan mataku yang tidak pernah diajari sopan santun menatap. Ia berjilbab bermata jeli dengan senyum khas yang cantik,        
   Pahlawan kata hati, gelar itu bangga kusandang meski di tengah tengahnya tercetak tebal DITOLAK. Dan untuk menejer hotel yang cantik itu,  tak ada niatku untuk mendobol kata di tolak pada gelar kebanggaanku itu.
Hanya ini, sepenggal bait dari Khalil Gibran dalam buku usang sayap-sayap patahnya, yang menenangkanku tentang cinta.

jangan kau kira cinta datang dari keakraban
dan pendekatan yang tekun
cinta adalah putera dari kecocokan jiwa
dan jikalau itu tiada
cinta takkan pernah tercipta,
 dalam hitngan tahun bahkan millenia

Dan fakta dari dunia pacaran yang tak pernah bertahan lama dari artis-arti yang kutonton membuatku tersenyum pada kejombloanku. Takkan ada kata penolakan pada belahan jiwa yang kita pinang dengan Basmallah. Menikah, langsung menikah. Tekadku. Pada Allah SWT kecocokan jiwa itu kita memohon karena padanya jiwa-jiwa kita di gengam.
seperti kata aktor film yang meminta gadis yang baru ditatapnya untuk jadi isti, saat gadis itu berkomentar bahwa
“Kamu belum mengenal saya.”
 Pemuda itu dengan gagah berkata
“Masih banyak waktu untuk mengenalmu usai menikah.”
Kututup  gelar pahlawan kata hati itu dengan senyum syukur atas nikmat cinta hingga  waktunya tiba kan kubangun cinta menjadi istana, tinggi menggapai surga.

Lembar 15
Pertemuan Rahasia
Ini rutinis mingguan yang jadi kebanggaanku selain gelar memalukan yang spesial bagiku itu. Tiap malam Kamis, diam-diam dan sembunyi-sembunyi kulangkahkan kaki meninggalkan keramaian diskusi gaduh anak jambu-jambu dan menyusup masuk kembali ke gubuk ‘Oven’ku saat semua terlelap.
Pertemuan rahasia kami selalu berlangsung di tempat yang sangat rahasia. Di samping WC, ruang kamar sekretariat mesjid yang berdinding papan di lorong Salangga juga. Beralaskan gardus karena ruangan di depan kanan mesjid itu selalu basah oleh air dari WC. Setiap yang lewat di jalan setapak dekat mesjid itu pasti tidak menyangka kalau ada pertemuan perkumpulan rahasia yang sedang membahas agenda rahasia karena kecilnya suara yang kami keluarkan.
Yang dibahas dalam pertemuan itu, juga adalah hal-hal rahasia yang harus kujaga dengan nyawaku sekaligus kualiri dalam darahku. Dan hal-hal seperti inilah yang membuatku berbeda dengan mahasiswa lain seangkatanku.
Tiga kali, hanya tiga kali pertmuan. Tapi darahku langsung dialiri DNA baru. Sebuah proses metamorfosis yang membuatku jadi pecandu pada materi yang dibagi-bagikan pemimpin pertemuan itu memompa hasratku.
Aku belum juga sadar akan bahaya dari pertemuan yang mengubah pola pikirku itu.
“Pertemuan seperti ini pada tahun-tahun 90-an hingga 98 adalah larangan keras dari pemerintah. Banyak yang harus mendekam di penjara  bertahun-tahun karena mengadakan pertemuan seperti ini.”
Kisah A’a Jum pemimpin pertumuan kami, membuatku bingung karena mulai terjerat. Anwar, April, Risal , Martono, Fajar, Abodaswara  dan semua anggota pertemuan yang kemudian sama-sama menjadi pecandu itu juga kulihat ikut bingung.
Pemuda super sebutku, karena sinar wajah dan sorotan matanya yang menyesatkan kami dari kekanak-kanakan itu, dari pertemuan ke pertemuan makin menjerumuskan. Beliau senior  kami di FKIP Unhalu, mahasiswa akhir program studi Matematika yang belum mau berhenti jadi mahasiswa sebelum berhasil menyesatkan mahasiswa lainnya. Setiap mahasiswa Keguruan pasti mengenalnya karena beliau adalah satu-satunya mahasiswa yang dapat dengan lancang bertemu dekan di ruangannya tanpa sepatu bahkan alas kaki sekalipun.
Persaudaraan kami dalam pertemua rahasia itu terus berlanjut. Semua angotanya terus menjelma menjadi buas dan memberi pengaruh pada mahasiswa lain.
Makin lama pertemuan rahasia itu terbongkar jelas di depanku. Di negara ini jutaan pertemuan seperti yang kujalani ini ada di setiap sudut-sudut kota, emperan pasar, dan anehnya di mejid-mesjid juga ada, juga di bawah rindang pohon kampus-kampus besar Indonesia.
Dan ini juga rahasia yang tidak diketahui banyak orang adalah bahwa ternyata perkumulan rahasia yang beranggotakan jutaan orang itu di pimpin langsung oleh tokoh Gontor bernama Hidayat Nur Wahid yang sekarang telah menjadi ketua umum Majelis Permusyawaratan Rakyat negara  ini dan panglima strateginya adalah Anis Matta. Nama Anis Matta tidak asing karena melekat ada buku-buku motifasi dan pergerakan yang kubaca. Karyanya yang paling kupuji karena belum membaca karyanya yang lain   adalan ‘Mencari Pahlawan Indonesia’. Apalagi di buku itu tercantum nama Taufik Ismail. Tokoh sastra Indonesia idolaku yang menjadi prolognya.
Saudaraku Anwar adalah yang terganteng. Ia tenang dan kalau bebicara, kata- katanya adalah emas. Diamnya juga emas, seperti emas Bomba yang mensejahterakan ribuan pendulang. Puncak karirnya selama mahasiswa adalah memimpin Unit Kegiatan Kerohanian Islam di Universitas kami. Hebat! Pecandu yang luar biasa dan memang pantas. Bagiku ia adalah tongkat akhlak yang selalu memukulku saat tingkahku terutama mata, liar memandang wajah-wajah cantik ciptaan tuhan.
April, lengkapnya Afrilianto. Panggilan kesayangan bagi Umi Abinya adalah Anto. Bagiku ia adalah guru leader  pertamaku. Dari kepemimpinannya menakhodai mushollah dalam lembaga Mahasiswa Pecinta Musholla Saelanul Ilmi (MPM-SI) aku banyak belajar dari manajeman yang baik hingga ke hal negatifnya. Terlebih lagi di bidang akademik, mahasiswa program studi matematika ini telah beberapa kali menjuarai lomba penulisan ilmiah tingkat nasional dan itu yang membuatku geram ingin berprestasi.
Risal adalah ketua Kaderisasi Mahasiswa Pecinta Musholla se-Unhalu yang kusegani karena kepiawaiannya dalam memotifasi mahasiswa untuk mengenali Islam lewat program kaderisasi yang serius.  Dalam akademik ini catatan sejarah : ‘pernah meraih IP 4,0’. Hal inilah yang paling ia banggakan sambil tersenyum tenang di hadapanku karena kutahu IP-nya di semester lain adalah kumpulan angka dua koma titik-titik yang tak pernah naik ke angka tiga, biar hanya tiga koma nol  sekalipun. Dan IP 4,0 itu adalah nilai PKL, satu-satunya matakuliah yang ia program semester ini.
Martono adalah guru kesederhanaan yang selalu kudoakan jadi orang paling kaya seprovinsi yang dermawan. sedang Fajar, Abodaswara juga saya adalah anggota perkumulan rahasia yang masih terus mencoba untuk berprestasi. Hadirnya mereka dalam hidupku adalah warna pelangi terindah yang meramaikan warna sepi petualanganku mencari ilmu.
Maka karakter Islam pun mulai terbentuk dalam diri kami lewat pertemuan rahasia di bawah payung politik yang mengalir dalam da’wah. Dari sini kulihat pelangi kehidupan adalah akhlak yang terus memberi warna paripurna dalam diri. Kalau pelangi di langit terbentuk karena pembiasan cahaya Matahari pada rintik-rintik hujan maka kulihat ahklak terbentuk karena pembiasan cahaya iman pada amal shaleh.
Pelangi hidup itu tertulis pada deretan ayat Al Quran dalam dua kata kembar yang senantiasa disebut bergandengan; iman dan amall shaleh. Yang pertama tersimpan dalam batin, yang kedua tersusun rapi di tampak luar  kepribadian. Iman bergelora dalam jiwa sedangkan  amal sholeh mengelombang dalam perilaku. Keduanya adalah pelangi kepribadian seseoarng yang menjelma akhlak.
Oleh ustad AnisMatta memaparkan bahwa:
“ Iman adalah kumpulan kebenaran yang dipahami dan diyakini secara mutlak; sesuatu yang kemudian mengarahkan pemikiran membentuk kemauan  dan meluruskan perilaku.
Adapun amal shaleh adalah kumpulan tindakan dan sikap yang lahir dari kesadaran pemikiran akan nilai kebenaran, kebaikan,  dan keindahan serta kemauan yang kuat lalu berubah menjadi tekad
Maka
Akhlak adalah nilai dan pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa lalu tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural dan refleks.
Jadi
Jika nilai Islam mencakup semua sektor kehidupan, maka perintah beramal shaleh pun mencakup semua sektor kehidupan manusia itu.”
Lalu dari bukunya membentuk karakter cara Islami, ustad Anis mengajak kita agar mengalunkan nada liriknya atau berikan dan tentukan arah dan kecenderungan jiwa secara benar dan natural misalnya takut pada Allah dan mengharap surgaNya. Jadi tidak perlu takut mati, tidak takut tidak dapat rezki dan tidak perlu ambisius kepada dunia, karena surga lebih baik dan lebih abadi.
Itu sangat penting, lanjutan di belakang sampul bukunya: Karena saat ini kita hidup di dalam  dunia yang tidak jauh berbeda dengan hutang belantara. Dimana bahasa global kita adalah kekuatan besi dan baja, bahasa bisnis kita adalah persaingan, bahasa politik kita adalah penipuan, bahasa sosial kita adalah pembunuhan dan bahasa jiwa kita adalah kesepian dan keterasingan. Kita adalah masyarakat sipil yag berwatak militer. Kita adalah masyarakat peradaban berbudaya primitif. Kita adalah manusia-manusia sepi di tengah keramaian. Kita adalah manusia-manusia merana di tengah ketimpangan.
Dan Ustad A’a Jum selalu menutup pertemuan kamita dengan kalimat ‘ Tarbiyah bukan segala-galahnya tapi dengan tarbiyah segala-galahnya dapat kita raih.












                                    Lembar 16


Drama Mencari Pepimpin

Drama mencari pemimpin bukan pimpinan, karena pemimpin beda dengan pimpinan. Kusaksikan siang itu sebagai drama aling spektakuler dan mengharukan.
“Pimpinan sidang, hafalan minimal satu Juz sebagai syarat calon Qiadah kita kedepan harus dipertimbangkan kembali karena........ya...karena ana sendiri belum menghafal sebanyak itu.”
Semua peserta sidang pemilihan ketua umum baru Masiswa Pecinta Musholla Saelanul Ilmi FKIP Unhalu tersenyum dalam keseriusan. Dari pagi hingga sore musyawarh itu berlangsung. Tiba-tiba sunyi ba’da Isya saat pimpinan syuro membacakan  formatur ketua terpilih.
Dengan senantiasa mengharapkan ridho dan petunjuk Allah SWT, ....., setelah : Menimbang  dst . . .Mengingat      :  1. dst . . . .  Memperhatikan             : Saran dan usul yang berkembang pada Musyawarah  maka kami Menetapkan        :           Ahuna Yunus sebagai  Umum MPM-SI Periode 2005-2006.
Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan ditinjau     kembali manakala terdapat kekeliruan dalam penetapannya.
Maka pekik tangis yang mengharukan seperti matinya anak tunggal dalam satu keluarga itupun membingungkanku. Mengapa harus menangis begini? Bukankah pemimpin baru berjenggot paling panjang dari semua laki-laki diruangan itu pasti bisa memimpin dengan baik apalagi hanya untuk mengurus mushollah fakultas sekecil itu. Ditambah lagi dengan anggota yang bisa disuruh-suruhnya sampai delapan puluhan.
Semua peserta memeluknya dalam dekap tangis yang memilukan penuh derai air mata benaran. Dipelukannya juga tidak cepat, paling cepatnya lima menit, bahkan ada yang kupikir sudah tertidur dipelukannya. Dari sudut ruang, kucoba mencari jawab atas drama yang kusaksikan ini. Tak ada penjelasan hingga giliranku memeluk Yunus. Air mata di pipinya membasahi pippiku saat kiri kanan pipi kami menempel. Jadinya aku seperti sangat terharu dengan air mata Yunus di pipiku.
Lama aku mencari jawab atas tanyaku, meski hanya untuk mencari alasan untuk terharu saat itu, tidak kudapat apalagi sampai menderaikan air mata. Untungnya air mata Yunus di pipiku menyelamatkanku untuk tidak terlihat sebagai salah seorang pemain drama yang tidak menghayati naskah.
Hampir setengah usia mahasiswa ku baru kusadari bahwa ternyata warna-warna pelangi akhlak yang berupa cinta kebenaran, kekuatan kehendak, himayah atau ambisi, kesabaran, rasa kasih, naluri sosial, cinta manusia, kedermawahan, dan kemurahan hati, semua bersinar disini. Di Mushollah kampus tempat hati terpaut mengawali da’wah tapi sempurna menurutku.
Jika Rasulullah mengawali dakwah yang inputnya adalah kondisi masyarakat yang jahiliyah, maka masyarakat kampus Unhalu banyak miripnya. Jika output kenabian Muhammad SAW adalah khilafah maka output kami di miniatur masyarakat dalam kamus ini juga adalah khalifah yang alunannya kami ikuti dari buku panduan sirah nabawiyah tanpa harus berteriak-teriakn capek.
Urutan mencari pemimin itu setelah coba kupahami kira-kira begini:
  1. Memotifasi, fase ini adalah motifasi awal yang luar biasa. Gambaran surga dan neraka terus coba ditangka oleh akal. Maka bekerja dan beramal adalah program anak-anak musholllah yang terus kami tekuni seperti menjaga kebersihan musholla, memastikan kelengkapan jamaah dengan pelayanan yang maksimal, menyambung kekerabatan dengan mahasiswa lainnya, keluar untuk bakti sosial di desa-desa pinggiran dan banyak lagi hal lainya yang memompa hasrat motifasku melompat-lompat.
  2. Tarbiyah atau pendidikan, langkah ini banyak diborong A’a Jum dalam membentuk kami. Nilai SKS tertingginya ada pada pertentangan antara Al-haq dan Al-Bathil di matakuliah pergolakan mahasiswa dalam merebut sebuah lembaga  atau main dukung mendukung di pemilihan dekan dan rektor baru.
3.Hijrah yang berarti tak hanya sebatas di Mushollah. Institusi komando mulai ditegakkan dan disinilah solidaritas barisan itu diuji. Akhuna La Ode Sumaili adalah pionir sejarah untuk poin ini. Dan Dengan gagah berani ia menjadi panglima perang kami menaklukkan kontatiBEM FKIP Unhalu saat itu.
4.                  Pengokohan kekuasaan, dimana kekokohan internal di fokuskan dan ancaman eksternal sementara direduksi dengan dikskusi. Maka muncullah koalisi dengan mengutus akhuna Hamlin sebagai wakil Gubernur BEM Unhalu.
5.                  Inspirasi, yang mungkin dengan ini ada orang di luar sana yang  lalu terhidayah karena obyektif menilai perjuangan kami.

Dan itulah kerja da’wah untuk menuju khilafah yang kami mulai dari kampus sambil terus berjuang untuk cepat terwujud di Indonesia ini. Yunus, adalah salah satu korban eksperimen da’wah yang telah di dulang dalam tahapan-tahaan itu. Ia menangis karena amanah dan tugas berat di punggungnya untuk menemukan khilafah dalam diri dan anggotanya. Khilafah yang bukan untuk berdiri angkuh atau berteriak nyaring di atas tahta dan mahkota, tetapi bekerja dan tersenyum ramah menjadi teladan makhluk semesta sampai tiba saat di mana dunia bersinar dengan cahaya keagungan seorang muslim karena pesona kebenaran Islam yang memancar dalam dirinya.                 
         

Lembar 17

DOKTER MULTILEVEL

Hotel, MLM, Organisasi dan skripsi adalah klimaks saat gelar mahasiswa kusandang sekaligus lompatan-lompatan kesuksesanku.
“Bisnis harus dijalankan dengan fokus. Terus pompa semangat kalian agar tak berhenti karena tidak ada yang namanya gagal saat usaha belum membuahkan hasil seperti yang kita inginkan. Orang gagal adalah orang yang berhenti. Sikapi ketidakberuntunganmu sebagai tangga yang akan mengantarkanmu pada kesuksesan. Makin banyak gagal berarti makin besar harapan untuk sukses, coba terus sampai kegagalan itu gagal menghampirimu. Thomas Edison penemu lamu pijar tak pernah berhenti saat ribuan kali eksperimennya gagal. Kalau saja ia berhenti pada eksperimen keseribu maka kita tidak akan pernah menikmati terangnya lampu saat ini.”
Melotot penuh semangat Upline Rasman mencoba memompa semangat downlinenya yang terlihat mulai down.
“Kekayaan adalah hak anda karena miskin itu dosa. Maka jangan berdiam dalam kemiskinan karena itu sama saja anda berdiam dalam lumuran dosa”
Wah! Apa pula ini, kami yang terlahir miskin berarti terlahir dalam lumuran dosa. Sudut pandang apa yang ia pakai? Tanyaku dalam hati saat itu. Tapi perlahan DNA kekayaanku memekik.
 “Yah! Itu betul”.
Maka akupun mulai belajar jadi dokter. Dokter multilevel yang tak pernah punya nomor izin praktek tentunya. Semua jenis penyakit kupelajari. Penyebab dan cara penyembuhannya. Sampai penyakit yang tak kumengerti sebutannya pun aku jelaskan ke pasien. Produk jutaan rupiah kudistribusi ke berbagai pelosok desa. Sampai penyakit yang nongol di tempat yang tak pantas kulihat pun kuamati. Hak asasi manusia memang mengizinkan sampai menyentuhnya. Tapi anak jerawatan seusiaku meski sudah di atas 17 tahun belum pantas untuk kerja ini.
Kuliah kedokteran yang tidak kuambil bebas tesnya di Universitas Jember saat tamat SMA seolah menjawab mimpiku untuk menjadi dokter. Tapi sekali lagi rutinitas ini makin tak dapat diterima otak kecilku. Kumpulan orang sakit yang pernah kudatangi memeningkan pikiranku. Pasti dunia kedokteran punya terapi khusus untuk calon-calon dokter sehingga punya pertahanan psikologi yang kebal saat menghadapi pasien. Dan terapi jiwa itu yang tidak kupelajari sehingga mengokohkanku pada posisi member down pada bisnis itu.
Hanya motifasi, bacaan kondisi dunia dan tekad untuk kaya saja yang sempat menahanku sebelum akhirnya   aku benar-benar kena Muntaber alias ‘mundur tanpa berita’ dari bisnis itu. Makin tak terdenganr beritaku saat tim wirausaha pertemuan rahasiaku dari pusat tidak merekomendasikan anggotanya untuk sibuk di MLM. Bikin MLM sendiri, awali dengan hal-hal paling kecil di sekitar anda katanya.
“Antum sekalian terlahir sempurna, semua yang antum baca dan pelajari hanyalah petunjuk untuk menyadari kesempunaan antum. Di beberapa ayat Al quran sebenarnya telah terpampang jelas gambaran kondisi kita.
‘Dan sungguh Kami telah muliakan cucu adam dan kami angkat mereka di daratan dan lautan, dan kami telah memberikan rezki yang baik kepada mereka, dan kami telah lebihkan mereka dari makhluk makhluk yang telah kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna’
Surat Al Isra ayat 70, antum cari lagi surat yang lainnya. Bayangkan akh Allah Berfirman bahwa telah memberikan rezki yang baik kepada kita, bukannya akan. Berarti kita tinggal menemukannya saja. Betapa indahnya hidup ini bagi orang-orang yang beriman”
Pidato satu jam itu benar-benar mendewasakanku untuk tidak cenggeng lagi walau kiriman ayah tak pernah sampai ke sakuku.
Dan ini juga keajaiban yang tak kumengerti. Kenapa aku bisa bertahan sejauh ini, sepi dalam perantauan ilmu. Ku tak pernah iri mendengar teman di kamar kos samping ‘Oven’ku di kirim jutaan rupiah oleh orang tuannya. Karena kirimanku bukan jutaan, lebih dan tak dapat kuhitung. Sekarang aku terus mencoba untuk melunasinya dalam lantunan syukurku pada Allah SWT atas kirimannya yang melimpah padaku.          

  









                                                            Lembar 18

Mendadak Artis

Mahasiswa yang menyandang gelar artis terbilang banyak.  Kujelaskan dulu kenapa dibilang arti, mendadaknya belakangan. Artis adalah singkatan mereka untuk kami yang ‘Ada Rumah Tidur Sembarang’. Bukan juga tidur di rumah, tapi tepatnya di kos-kosan teman. Bukan juga tidur sembarangan di jalan atau di teras-teras toko. Tapi di tempat dimana malam itu kami harus menyelesaikan tugas yang esok pagi harinya sudah harus tuntas. Artis ini dari kalangan aktifis pengurus BEM, pengurus lembaga da’wah kampus dan mahasiswa penunggu laboratorium.
Tidur di sekretariat BEM kadang tiap malam kalau kegiatan lmiah  butuh persiapan kelengkapan yang detail. Ruang sekretariat BEM kadang penuh sesak karena banyaknya pengurus yang datang bermalam untuk menyelesaikan spanduk yang menumpuk dan ka’ Yusuf penghafal butir-butir Ppancasila yang setia sampai mati pada Pak Harto karena belum mau juga meninggalkan Program Studi kesayangannya itu, kerepotan menyiapkan sarapan ala kadar pagi harinya.
Rombangan artis kadang harus tidur di Mushollah kalau anak-anak LDK mengadakan malam Bina Iman dan Taqwa atau saat organisasi Islam dalam masyarakat mengadakan Itikaf di Mesjid. Cerama dan nasehat agama adalah mutiara yang memberikan kami bekal untuk membeli tiket masuk surga nantinya.
Aku lebih artis lagi. kebosananku di BEM memberanikanku untuk bergabung dalam partai nomor delapan bersimbol padi diapit bulan sabit kembar saling membelakangi. Di situlah aku digelari arti dengan nama yang sangat populer, populer sekali sampai-sampai kuterhipnotis untuk memiliki pacangan secantik pasangan artis sebutanku itu. ‘Irwansyah’ itulah panggilanku di hari-hari aku populer.
Gara-garanya ini nih aku digelari arti: saat partai itu sedang perang dalam demokrasi pencerdasan rakyat lewat pemilihan walikota dan wakil walikota Kendari. Dihadapan ratusan mata aku tampil dalam pertunjukan drama sebabak menyemangati anggota partai itu sebelum terjun berperang dengan senjata andalannya ‘Direct Selling’. Judulnya ‘Sales Ketemu Sales’. Mengisahkan sebuah keluarga yang sangat cinta dengan figur Asrun-Musadar. Dan lucunya kehadiran seorang tamu yang mencoba menjual figur yang sudah jelas akan mereka pilih dikerjain habis-habisan oleh kepala keluarga. Untuk mempercepat tamu tadi agar segera berpindah memasuki rumah yang belum menentukan pilihan, maka dikerjainlah tamu itu habis-habisan sampai mengancamnya ke polisi. Lalu adegan selesai dengan perginya tamu itu dengan muka memelas. Aku sendiri adalah tokoh Ayah dalam pertunjukan yang jadi bagian acara paling seru dan terus memekarkan senyum penonton. Arifudin BASTRA, Makbul Bombana jadi bagian aktor dalam drama itu.
Dengan sedikit modal pengalamanku di dunia sastra, saya sering diminta tampil mengisi acara-acara resmi. Yang paling sering ku iyakan adalah jika diminta membacakan puisi karena persiapannya tidak begitu lama sedang drama jarang kuiyakan. Pengalamanku tampil dihadapan banyak penonton justru bukan karena membacakan puisi atau drama tapi Nasyid.
Mesjid PERINDRAG tempatku sholat mengakrabkanku dengan Andi Pamesanggi. Lewat dialah aku dilatih oleh kak Hasan yang belum juga menikah itu untuk jadi suara dua salah satu personil nasyid An-Najah yang kami bentuk. Pertama kali saya tampil di gedung KNPI dalam acara seminar tentang Walimatul urs’ komunitas partai yang jadi keluarga besarku walau tetap merasa seperti sekeping hati.
 Sekeping hati dibawah berlari
Jauh melalui jalanan  sepi
Jalan kebenaran indah terbentang
Di depan matamu para pejuang
Tapi....jalan kebenaran tak akan selamanya sunyi
Huuu Ada ujian yang datang melanda
Ada perangkap menunggu mangsa
Akan kuatkah kaki yang melangkah
Bila di sapa duri yang menanti
Akan kaburkan mata yang menatap
pada debu yang pastiya hinggap
Ahaaaa  hoo uoo  haaaa
Mengharap senang dalam berjuang bagai merindu rembulan di tengah siang
jalannya tak seindah sentuhan mata
Pangkalnya jauh, ujungnya belum tiba.
Lagu-lagu nasyid yang kami lantunkan itu membuatku kagum pada keindahan kata-kata. Apalagi saat ini dipadu dengan kisah cinta ust. Poli yang memulai penyempurnaan Dinnya dengan menikah. Usai di seminarnya kami melangkah untuk tampil di acara pernikahan sesungguhnya.
Selama ini kumencari-cari
Teman yang sejati
Buat menemani perjuangan suci
Bersyukur kini padamu Ilahi
Teman yang dicari selama ini telah di temui
Dengannya disisi perjuangan ini
 Senang diharungi
Bertambah murni kasih Ilahi
Kepadamu Alllah kupanjatkan doa
Agar berkekalan kaasih sayang kita
Kepadamu teman kumohan sokongan
Pengorbanan dan pengertian
Telah kuungkapkan segala-galanya

‘Teman sejati’ jadi lagu yang membuatku cemburu pada indahnya pernikahan.
Keindahan susunan kata setai bait nasyid menyemangatiku untuk memahami dunia kata milik Bang Tarji, Rendra dan Chairil Anwar. Perlahan, keberanianku mengawinkan kata-kata mewarnai duniaku untuk fokus pada dunia puisi. Kesempatan untuk membawakan puisi di acara-acara resmi selalu kuluangkan. Grub nasyid An-Najah kuhindari karena perkembanganku dalam kecerdasan musikal yang payah
Di dunia puisi dan drama masing-masing ada klimaks penampilan yang jadi penyemangat sendiri.
Pada drama, ribuan penonton selapangan MTQ jadi berdebar menunggu tampilnya Irwansyah bersama pasangannya Acha untuk membawakan lagu ‘my heart’ setelah MC mempersilahkan.
pernakah kau merasa.....”
 Mendengar bait lagu itu penonton makin penasaran ingin melihat tampan si ganteng yang hanya memunculkan suaranya.
haari paling Indah  lalu muncul
“Huuuuuu....” suara gaduh penonton mengacaukan bait lagu yang terdengar, mereka geram diikuti tawa yang memekik melihatku tampil sebagai Irwansyah. Dan disitu hari sialnya aku di gelari Irwansyah, ditambah dengan sapaan;
 “ Mana Achannya”
  “Masih membenahi Ovenku” jawabku sambil selalu menghindari wartawan yang mengejarku ingin memasukkanku dalam ruang gosip.
Pada puisi, ada dua coretan yang kutampilkan dengan memukau.  Pertama, ini menghipnotis peserta temu alumni Forum komunikasi Mahasiswa Pencinta Mushollah Unhalu di Auditorium Mokodomppit:







Peradaban Ilahi
Innallaha yab’atsu lii hadzihil ummati ‘ala rasi kulli mi-ati sanati man yujaddidu la haa diena ha
sesungguhnya di awal setiap seratus tahun,
Allah mengirimkan kepada umat ini
orang yang akan memeperbaiiki agama mereka
sekarang mari berkisah tentang kita
dalam puis,  ditemani Chairil Anwar
juga Sutarji Kalsum Bahri
sebab mereka mengukir peradaban dengan kata

mulai dari tanah air mata, tragedi Winka dan Sihkha
sampai walau penyair besar 
adalah anak kata legenda  Bang Tarji

mulai dari melawan dengan kata, cintaku jauh di pulau
ini kali tak ada yang mencari cinta, derai-derai cemara,
      tuhan kita begiti dekat,
      sampai pada kumau tak seorang kan merayu
      aku ingin hidup seribu tahun lagi
      adalah peradaban kata Chairil Anwar
dengan puisi ingin diubahnya wajah dunia
sedang hari ini
apa yang kalian saksikan ini
adalah puisi terindah  berwujud pesona
yang bukan dengan pena ia dilahirkan

ia lahir dari anak kampung
yang membuang diri demi ilmu
ia lahir dari anak kampus yang tidur di sudut-sudut mesjid
ia lahir dari hati yang rindu Rab-Nya
mereka lahir dari puisi Hasan Albanna
yang kini menjelma ratusan puisi

maka akupun pergi menatap pada wajah puisi-puisi itu
di mereka kudapati wajah tanpa topeng
wajah seorang kakak yang tulus membimbing adiknya
wajah seorang saudara yang apapun yang melekat pada tubuhnya ingin ia bagi



wajah seorang Abi yang ingin melihat anaknya cepat dewasa
wajah seorang Umi yang terus menghibur duka lara anaknya
wajah orang tua yang mempersatukan anak-anaknya dengan darah.
darah dari cahaya Ilahi

walau wajahku belum berbentuk sebait puisi
tapi namaku, akan terus kuukir pada salah satu
batu bata peradaban Ilahi.


Dan ini yang kedua, targetnya menghipnotis Menteri pemuda dan Olah Raga, tapi yang kena adalah stafnya ketua bidang pengembangan sumberdaya pemuda, DR. Budi Setiawan. Doktor dari jepang yang datang ke Hotel Aden malam itu. Di depan ratusan hadirin temu tokoh pemuda se-provinsi.




Pemuda  Ruh Peradaban

Puisi adalah kata-kata yang hidup
Ia bisa menepuk pundakmu
Ia bisa berkisah
Juga bisa marah pada kita

Sekarang dunia berpuisi tentangp emuda
Ia tidak sedang berkisah
Ia sedang menepuk pundak kita
Dengan ledakan legenda pemuda Adikuasa

Obama! Hanyalah satu dari leganda pemuda
Rentetan zaman telah mengukir itu
Dunia hanya ingin kita tidak lupa
Pemuda adalah ruh kehidupan

Dalam raga hidup ia bisa mati
Bisa jadi masalah sekaligus solusi
Bahkan bisa tampil sebagai pahlawan
Pemuda adalah narasi kehidupan
Jangan buat puisi marah pada kita
Jangan buat bumi bosan kita huni
Cukuplah dunia menegur pemuda
Untuk bangkit berperan lebih
Pemuda  ruh peradaban.

Pemuda adalah kita
Raga semangat dalam bumi pertiwi
Darah baru dalam urat nadi peradaban bangsa
Debar sepanjang masa.











Lembar 19

Ditimppa Amanah

Tipe domain yang kusandang langsung terbukti. Aku lupa persisnya penjelasan ustadz tentang tipe-tipe manusia beserta karir yang cocok untuk tipenya. pada pelatihan tingkat dua Unit kegiatan Kerohanian Islam Unhalu. Yang kuingat tipe D cocok untuk pemimin. Dan dotrin itu menyeretku kesitu. Belum lagi usai seluruh rangkaian kegiatan handphoneku berdering.

“ Hallo Agep, kamu ke sini cepat, pengajuan calon ketua umum FOSSMAT sudah dimulai “
Teriak Ono dari aula rapat FAPERTA  tempat pemilihan berlangsung ke aula BPKB Aundonohu tempat pelatihan TR II berlangsung.
Satu satunya peserta yang cepat keluar dari ruangan adalah saya dan itu memalukan, persis seperti saat Ustad meminta siapa yang grafinya lebih tinggi D. Tak ada yang mengacungkan tangan, hanya aku satu-satunya peserta yang setelah diangket bertipe D sedang yang lainya I, S dan aku lupa huruf apa yang satunya.
“Ayu, kamu harus tampil sebagai calon ketua”
“Tidak bisa, saya belum bisa”
“Baik! kalau begitu tolong maju saja semangati adik-adik. Nanti bisa mengundurkan diri saat pemilihan”
Dan Ia pun menemaniku sebagai pesaing calon ketua umum juga  bersama Baharudin, seniorku dari FISIP. Setelah uji kriteria calon, drama mencari pimpinan pun dimulai. ini baru sekali terjadi. kami bertiga meminta untuk kompromi sendiri sebelum pemilihan yang lama secara voting. Ayu dan Baharudin meminta agar FOSSMAT tahun ini di pimpin olehku.
Dan pidato politik pertama pada pelatikan pemimpin terpilih mulai kulantangkan.
“Mahasiswa harus punya tiga kompetensi ini sebelum gelar Maha yang melekat pada dirinya      hilang saat ia terjun ke dunia masyarakat.
Pertama yang menjadi hal mutlak untuk dimiliki adalah pengetahuan. Dan Alhamdulillah kompetensi ini sudah tergaransi  pada diri kita semua saat pertama kali tercatat sebagai mahasiswa. dan dengan niat untuk datang menuntut ilmu. Tidak ada keraguan untuk tidak memiliki pengetahuan yang berbuah ilmu bagi kita  yang tekun belajar.
Kedua, skill atau keterampilan. dan FOSSMAT Kendari terbentuk untuk itu, untuk menjamin kita agar memiliki skill dan keterampilan lewat program-program kreatif di kerja-kerja organisasi ini nantinya. Ilmu kita akan tergenang dalam teori mati jika tidak mengalir dalam praktek-praktek lapangan yang menggasa skill dan keterampilan kita selama kuliah.
Dan yang ketiga, yang meski kita miliki adalah perilaku atau sikap. Ini adalah kompetensi yang merupakan kunci kemajuan peradaban karena negara ini bukan miskin karena sumber daya alam yang kurang atau alam yang kejam pada kita. tapi kita miskin karena watak, perilaku dan kepribadian kita yang kurang atau tidak baik. kita tidak mematuhi prisip-prinsip hidup seperti keyakinan, etika, kejujuran dan integritas, bertanggungjawab, hormat pada aturan dan hukum masyarakat, hormat pada hak orang dan warga lain, cinta pada pekerjaan, berusaha keras untuk menabung dan investasi, mau bekerja keras dan selalu tepat waktu.
Mari! Di kebersamaan kita di organisasi ini, kita belajar memenuhi kebutuhan pribadi kita dengan sikap-sikap itu. Mulai dari hal-hal yang paling kecil sesama internal pengurus sampai kompetensi ini mengakar lewat proses interaksi sosial yang coba kita bangun di masyarakat asal kita.”
Saat ucapan selamat datang menjabat tanganku, aku disadarkan beban yang menimppa pundakku. bukan oleh FOSSMAT tapi oleh dua lembaga di masyarakat yang mana aku juga adalah pemimpinnya. pertama, aku dipanggil pak camat karena memimpin DPC lembaga politik yang harus memahamkan pentingnya politik pada masyarakat di satu kecamatan. gila, di usia 22 tahun sudah di panggil camat. yang kedua saat menanyakan keadaan BKPRMI kecamatan Kadia kota Kendari, rekomendasi ketuanya malah dikasi ke aku hingga lembaga itu akhirnya kendur karena belum juga kudapatkan ketua untuk menggantikanku.
Benar-benar di timpa amanah, saat semuanya berjalan, masa orientasi pengenalan kamus FKIP Unhalu juga harus kuketuai. kegiatan tiga hari yang sarat dengan kekacauan itu harus pula menjadi beban pikiranku saat menjadi Korlap PKL di SMA Kartika Kendari. alasan teman teman menunjukku tak dapat kuhindari.
“Agep dari Wakatobi. Semua mahasiswa di kampus ini paham benar karakter anak pulau. Kalau ia dipasang jadi ketua, spekulasi kita bisa berjalan lancar.”
Spekulasi apa, aku tak paham. Tapi tentang anak pulau memang benar-benar di segani. saat perang berdarah di kamus Unhalu yang jadi berita nasional itu terjadi, Alex keluargaku sendiri itu yang jadi pemimpin. Spekulasi itu terbukti ampuh. Dari semua BEM fakultas yang mengadakan penggeblengan pemikiran mahasiswa baru, BEM FKIP yang paling lancar dan aman.   Hanya Firman, kakak dari Ambon itu saja yang sempat membanting Megafon  saat saya tidak ada.
Dotrin ustad yang mencapku untuk jadi pemmpin ku lekatkan permanen dalam dadaku “lihat saja nanti, aku akan jadi pemimpi yang diteladani zaman” gumamku tanda sadar kalau semua manusia memang terlahir sebagai pemimpin.
Dan bodohku lagi, aku tak sadar atas dosa-dosaku sebagai pemimpin, karena saat semua itu kupikul aku tak menangis sperti Yunus, April, Harun, Edi dan semua pemimpin musholla saat gelar qiada mereka sandang.






Lembar 20
Jati diri nomor 8

Dari ratusan Mahasiswa Tomia yang  mengiyakan rencana ini, tinggal delapan yang tetap komitmen.
“Mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan belajar banyak tentang kearifan lokal masyarakat asli kita adalah program utama FOSSMAT tahun ini dalam proposal yang berjudul Gebyar Budaya ini. kepala dinas Kebudayaan dan Pariwisata sudah menjanjikan pendanaan sebanyak lima juta untuk kegiatan ini.”
Paparku di tengah-tengah sikap pro dan kontrak anggota FOSSMAT yang menghadiri rapat.
“Menggokohkan jati diri adalah langkah awal kita untuk cerdas bersikap hingga ketataran dunia dengan memahami dahulu dasar masalah dan keunggulan daerah dan negara kita”
lanjutku berharap tujuh anggota semanagat hari  ini juga sejalan dengan ppemikiranku
“Ee.. lama sekali” ujar Yustin
“Tidak usah menunggu Yudin, tanpa gadis-gadis itu ia takkan ikut.” Sambung Ayu
“Biar aku yang pergi panggil sekalian memastikan adik-adik itu untuk dapat ikut. kalian jalan duluan.” Saran Anca sambil tersenyum mendengar kata gadis-gadis yang di sebut Ayu.
Saya, Diki, Ifa, Yustin, Muhaeni dan Ayu segera melangkahkan kaki berharap tiba di benteng  tepat sesuai rencaana. dan hampir saja jumlah delapan yang mau ikut jadi sisa enam karena meski sudah selasai melaksanakan shalat Zuhur di mesjid Patua Anca dan Yudin belum juga muncul. Baru saat di kaki bukit benteng patua mereka terlihat sempoyongan berjalan di tengah terik matahari lalu segera lari bergabung dengan kami yang sedang menjarah kelapa milik penduduk. Ayah Baharudin yang melihat kami menjarah kelapanya kusalami. kulihat senyum bangga di bibirnya mengikhlaskan kelapanya dilahap habis oleh kami,  teman-teman anak laki-lakinya.
Dari atas benteng patua, tampak pulau Kaledupa mendekat. semua anggota tim delapan tak mau terus terbebani dengan bekal yang dibawa, sehingga lahapan perut yang berteriak   itu mendominasi gambar kami. Anca adalah yang tidak pernah masuk gambar  karena ia yang memegang kamera.
Tiupan angin laut membebaskan kami dari siksa panas matahari sampai semua benteng ditaklukkan penuh ceria dalam kekaguman atas keindahan alam yang Allah anugrahkan atas diri masyarakat dan kulturnya.
Dan inilah jati diri nomor delapan itu dengan memanfaatkan kekuatan dan kearifan lokal khas daerah:
Kearifan lokal atau nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan suatu masyarakat telah menjadi energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup di atas nilai-nilai yang membawa kelangsungan hidup berkeadaban. Kearifan seperti ini tumbuh dalam lubuk hati masyarakat sendiri, seperti itu pulalah yang ada dalam tubuh masyarakat Tomia yang menjadi obyek penelitian ini,  nilai itu telah ada sejak awal adanya penduduk di pulau ini  hingga sekarang.
            Adapun nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Tomia yang dapat dipetik dari cerita rakyat La Patih Pelong hingga sekarang dengan tinjauan semiotik etnografi dapat di kelompokkan dalam tiga jenis yakni kearifan pribadi masyarakat Tomia, kearifan sosial masyarakat Tomia dan kearifan lingkungan. Dan dari ketiga jenis kearifan lokal itu terjabar ke dalam beberapa istilah lokal yang bercirikan kearifan lokal masyarakat Tomia itu sendiri. Penjabarannya didefinisikan dalam tema-tema budaya luhur dalam bahasa Tomia kemudian berupaya diartikan ke dalam bahasa Indonesia. Teknik ini dilakukan mengingat adanya keunikan sendiri dalam bahasa Tomia yang sangat sulit mencarikan kata yang sesuai untuk mengartikan satu kata ke dalam bahasa Indonesia sehingga proses itu dianggap penting agar tidak menggurangi pemaknaan nilai itu sendiri. Inipun sesuai dengan tuntunan ilmu etnografi yang menginginkan pencatatannya sesuai dengan konteks aslinya dalam deskripsi holistik. Dan mari kupaparkan secara ilmiah layaknya dihadapan dewan penguji seminar hasil nilai kearifan lokal masyarakat Tomia dari cerita masyarakat setempat tentang tiga benteng yang kami kunjungi dan masuknya agama Islam di pulau ini.
1.       Kearifan Pribadi Masyarakat Tomia Dalam Cerita La Patih Pelong.
          Nilai-nilai kearifan pribadi adalah nilai-nilai luhur yang dipegang teguh oleh seseorang sebagai individu pribadi dalam suatu tata kehidupan masyarakat dan telah menjadi energi potensial dari sistem pengetahuan kolektifnya untuk hidup di atas nilai-nilai yang membawa kelangsungan hidup berkeadaban dan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan berdasarkan mozaik nalar kolektif sendiri.
           Di dalam masyarakat Tomia kearifan seperti itu yang ada secara populer dikenal   dengan istilah Tara (Tabah, sabar), Turu (Patuh, Taat) dan Toro (tenang, konsisten atau berpendirian tetap). Ketiga nilai tersebut dalam cerita rakyat La Patih Pelong  dapat dipahami  secara mendalam dengan tinjauan semiotik etnografi.

      1.1  Tara (Tabah, sabar)
                      Secara etimologi Tara berarti tahan, tapi dipakai dalam konteks interaksi sosial kata Tara  lebih tepat diartikan tabah atau sabar.  Tara adalah salah satu sikap yang menunjukkan ketabahan kita dalam menempuh hidup demi mencapai tujuan dan cita-cita yang kita impikan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan  bahwa tabah adalah tahan hati dalam menghadapi cobaan atau ujian kesukaran.
Dalam kehidupan di dunia ini setiap individu tidak pernah bisa menghindar dari cobaan sehingga sikap tabah harus ada dalam diri setiap insan. Sejak dahulu masyarakat Tomia telah menanamkan itu dalam diri seperti halnya yang tercermin dalam penggalan cerita La Patih Pelong di bawah ini.
Po’oli miatu nosempamo na ila Timbbara i pulo ana  kene aana iafano, no iro’e me’esano I pulo tappa mannusia ana appa notto’oha.  
  Artinya :
 Kemudian tinggallah La Timbara di pulau ini bersama anak yang didapatnya. Anak yang di dapat itu diasuhnya seorang diri hingga dewasa di pulau tampa penghuni ini.

Penggalan cerita di atas secara simbolik menggambarkan ketabahan seseorang untuk bertahan hidup di daerah baru apalagi dengan harus merawat bayi yang  didapatnya sampai bayi itu dewasa seorang diri. La Timbara sebagai tokoh dalam cerita itu adalah orang asing yang baru menginjakkan kaki di pulau itu, ia harus cepat beradaptasi dengan daerah itu. Dan dengan tabah ia terus menjalani hidup hingga mampu mempunyai keturunan yang banyak.
Dalam cerita La Patih Pelong tokoh La Timbara adalah nenek moyang Raja La Patih Pelong yang berarti leluhur orang Tomia. Mendengar cerita itu mereka meyakini bahwa leluhur mereka adalah orang-orang yang tabah apalagi ditambah dengan penggalan cerita berikut,
Asa  fakutuu te  pengawal  nu patih pelu ana ika’ane nosi’i tefangka   anne’e no bello-bello i olo,  asa fengka  nu salata  barasumba. Ka’i  mollenge  miatu  te  fangka  ana  ana no koo.  Maka  notofolla  atafa nobete.  Te tampanga  miana   nongaannemo kua  te bet’a. sakua nohenna’u  sie  ta  pagafe  nu  la pati  pelu   ka’amea  temotoanu’e  te daga moto  bara   ako te  iparaaso. Te pagafe  nu  pati  pelu  ana no ell’e   naga ana  kua te                                 tua. Te  bara-bara  nu saudagar ana  pointe  nobawa’e  ka  sokko’a, po’oli  miatu  noalae ka futa hu’u i safengka kaambua nu osuku. Te daga atu no sai te pobanta’a ako tebuntuano merimba.          
                Artinya :
Suatu ketika pengawal La Patih Pelo melihat sebuah kapal yang sedang berlayar di karang sel atan daya pulau Tomia, tidak lama kemudian perahu itu kandas dan pecah. Setelah di selidiki ternyata pemilik kapal itu adalah seorang saudagar dan mereka memanggilnya dengan nama tuan. Barang-barang saudagar itu kemudian dibawa ke Sokko’a.  setelah itu barang-barang saudagar tersebut dibawa ke daratan pulau Tomia yaitu di sebelah Timur usuku. Saudagar tersebut membuat Pobalanta’a untuk tempat tinggal sementara.

Cobaan yang didapat oleh saudagar yang kemudian diketahui namanya adalah Ince Sulaiman sangatlah berat, kapal yang selama ini mempermudah perjalanannya tiba-tiba karam dan tidak dapat digunakan lagi. Ia dengan sabar kemudian  harus mencari cara agar barang dagangannya dapat diselamatkan sekaligus mencari tempat sementara untuk ditinggali. Ince Sulaiman kemudian menjadi menantu Raja La Patih Pelong setelah menikahi putrinya yang bernama Wa Singkujalima, dari pernikahan itu mereka dikaruniai anak yang bernama Sibatara. Sibatara oleh masyarakat selanjutnya menjadi tokoh panutan dalam sikap Tara atau kesabaran. Ini dipahami dari sabarnya ia menjalankan perintah ayahnya yang sebenarnya adalah perintah Allah SWT untuk menyebarkan dan menyempurnakan pemahaman masyarakat tentang agama Islam sampai akhir hayatnya.
Kearifan lokal ini dalam kehidupan masyarakat Tomia masih dapat kita saksikan sampai sekarang. Salah satunya tercermin dari mereka yang tetap bertahan di daerah pegunungan  yang menjadi tempat bermukimnya para leluhur dulu seperti di desa Patua, Kahianga, Wakomba dan lain-lain padahal daerah ini jauh dari pemenuhan kebutuhan hidup yang utama seperti air.  Begitu juga dengan para pelayar yang tetap menggunakan cara tradisional tapi dapat menaklukkan kerasnya ombak laut banda.
   1.2 Turu ( patuh, taat)
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata patuh berarti taat, menurut perintah, taat pada hukum, berdisiplin. Masyarakat  Tomia mengartikan Turu sebagai sikap seseorang yang mau mendengar nasehat orang tua serta menjalankan nasehat itu dengan penuh kesadaran dan keihklasan. Sikap seperti ini dapat kita lihat dalam penggalan cerita berikut.
Mentogamo nanokede I Suo-suo te mansuanato mai nonamisi’e kua marasaimo natubu’a kahalu demo bahuli na tampa nuhekoboo’a. mina imaatu no saiemo na poafa-afa’a. ilalo nu poafa-afa’a atu no patiedamo kua tetuhantomai anne’e na ako te kumede iTano Lagolle kene i Patua saga’a. Inta akodia kai noposiansia na tuha no tedemo na mansuana te ila pelo mia laamo no faliako ako dia no jari raja podibula i pulo ana kene ello La Patih Pelo. Kene akodia no asi na jaga’a nu sanggila no banggunne na bente asa-asa no pohamba-hamba isai’a nu bente itolu tampa, i Suo-suo no pajari asi’e kene todo benteno, po’oli i Tano Lagolle mia no ga’anne kua te bente Rambi randa kene bente patua i Patua.Te raja nu pulo Tomia no kede i bente itongga appattoo’ha i Suo-Suo.

   Artinya:
Setelah lama hidup di Suo-suo para tetua adat mulai merasakan sulitnya kehidupan karena makin sempitnya tanah garapan untuk berkebun, sedangkan rumpun keluarga makin hari makin bertamba jumlahnya. Melihat kondisi itu maka diadakanlah pertemuan musyawarah para tetua adat untuk mencari solusi dari permasalahn itu. Dari musyawarah itu disepakatilah bahwa sebagian dari rumpun keluarga harus tinggal dan membuka tanah garapan baru di Tano Lagolle dan di Patua.
Itu berarti rumpun keluarga akan terpisah-pisah. Tapi untuk menjaga keutuhan rumpun keluarga maka diangkatlah La Pelo yang baru pulang dari merantau untuk menjadi raja pertama di Tomia dengan gelar patih dan biasa disebut La Patih Pelo. Dan agar pertahanan dari serangan Sanggila makin bagus maka dibangunlah  secara bergatong- royong tiga buah benteng di tiga tempat bermukimnya rumpun keluarga yaitu di Suo-suo, Tano Lagolle dan di Patua. Raja Tomia La Patih Pelo tinggal di benteng pertengahan dan merupakan benteng paling besar di Suo-suo.

Dari cerita di atas tercermin sikap akan  taatnya  masyarakat setempat dalam menerima apa yang menjadi hasil musyawarah mufakat para tetua adat, tidak ada bantahan apalagi pelanggaran yang berarti. Semua hal yang telah disepakati para tetua adat djalankan dengan rapi oleh masyarakat setempat termaksud menerima kesepakatan para tetua adat untuk  mengangkat La Patih Pelong sebagai raja. Begitu pula dengan pribadi La Patih Pelong,  ia taat dan patuh menerima  penunjukan dirinya sebagai pemimpin dengan rasa penuh tanggung jawab.
Selain peristiwa dalam penggalan cerita di atas, dalam cerita rakyat La patih Pelong  juga secara semiotik dapat ditinjau dari beberapa peristiwa seperti pengawal La Patih Pelong yang taat pada perintah rajanya, Ince Sulaiman yang  patuh saat diminta menggobati putri raja, Sibatara yang patuh menjalankan perintah ayahnya dan peristiwa lainnya.  Selain patuh dan taat pada keputusan bersama dan perintah atasan  atau pimpinan masyarakat juga setelah mendapatkan dan menetapkan hati pada agama Islam mereka menjadi penganut yang taat pada tuhannya. Hal ini dapat kita amati  dari penggalan cerita di bawah ini.  
Jari mina ima’atu no filamo na i la Sibatara no ajjara’e na mannusia koruo  tenei nu kura’ani appa no dahani te tumbu isilami baaanne’e na kumede I pulo ana. No ajjara’e na kene te tumbu isilamu, te sambahaeya’a, te basa’a nu kura’ani kene sabaragiu nukandeu’a I lalo nu kura’ani sampe baanne’e na kene no tumbu kene kontaramo tumoto tumtettapu ako te agama Isilamu kene no henangka’e na itudu kene I angka ilalo nu agamano
 Artinya:
Sejak saat itu Sibatara mengajarkan orang-orang di pulau ini tentang ajaran Islam, mereka belajar untuk sembahyang, membaca dan mempelajari Alquran serta semua hal-hal penting yang ada dalam Alquran sampai semua penduduk yang ada di pulau ini hidup dengan
 kepercayaan yang tetap yaitu agama Islam dan menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan agamanya

Hidup dengan taat diyakini akan mengantarkan kita pada kehidupan yang lebih baik. Di masyarakat Tomia hal ini banyak terlihat saat pemerintah atau kepala desa menghimbau masyarakatnya untuk bekerja bakti atau melakukan sesuatu, mereka pun melakukan itu dengan senang hati.
1.3  Toro (Tenang, Konsisten atau  Berpendirian Tetap)
Dari beragam ancaman dan gangguan, para leluhur telah memantapkan diri untuk  tetap tenang dan berjalan menjalani hidup ini dengan segala apa yang telah ia temukan.  Hingga sekarang pembelajaran ini masih dipegang oleh masyarakat Tomia, mereka tetap pada jalur yang dipahami telah ditakdirkan untuknya. Toro  adalah kepasrahan hati untuk tetap pada jalur yang telah kita pilih sendiri sebagai jalan terbaik untuk meraih apa yang kita cita-citakan. Sikap ini dari awal telah ditunjukkan oleh La timbara seperti penggalan cerita berikut.
Kai mellai na no fila sumisi’i no bakka’e tekeneno ila Tope. Ahani kua noaha ila Tope no parappara kua kai no dahanie na ila Timbara kene asumepe’e ala’a kene no manggaku kua te pulau ana te annunno. No hikidongo te sepe la Tope, La Timbara no soba pasaddara’e na keneno kua notto’oha na pulo ana ta mo’oli mobage. Inta ila Tope kai no hada buntu no tanga kua ara ka’i kosumepe maka kusumumbelekko.
La Timbara pointe nogampa uka, no tanga buntu kua kai iko’o na rumato ppodibula ka pulo ana, iyaku ana, ara uggampa mai topapo’olie kene kamoane’a. la Timbara kene la Tope pointe

 nopobatumbu hitu utu hitu mo’ina, nohelafe ako te mate’a La Tope noraho’e te tobo nu sokanossafano i lima la Timbara.



                    Artinya:
Tidak jauh ia berjalan mengamati pulau itu, ia di kagetkan oleh la Tope. Entah kenapa la Tope berpura-pura tidak menggenal La timbara dan bersikeras mengusir la Timbara dengan menggaku bahwa pulau ini adalah miliknya. Mendengar bentakan mengusir dari la Tope, La Timbara mencoba menyadarkan sahabatnya dengan mengatakan bahwa pulau ini besar dan kita bisa berbagi tapi la Tope tidak mau, ia justru mengancam La Timbara agar lekas pergi, jika tidak pergi meniggalkan pulau ini maka ia akan disembeli.
La Timbara tidak bisa bersabar lagi menerima perlakuan temannya, ia justru berbalik mengatakan bahwa dialah yang pertama kali mendarat di pulau ini. Ia berbalik menantang La Tope untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara lelaki. La Tope dan Latimbara akhirnya berkelahi selama tujuh hari tujuh malam, pertempuran berhenti dengan meninggalnya La Tope terkena tusukan pisaunnyasendiri di tangan La Timbara.

Dari cerita di atas tercermin sikap yang tetap pada pendiriannya La Timbara untuk berada di pulau asing itu karena ia sadar bahwa kedatangannya ke pulau itu bukan kehendaknya, sehingga tidak mudah baginya untuk diusir apalagi oleh temannya sendiri. Ia tetap tenang dengan mencoba menyadarkan temannya, namun karena tekanan yang tidak bisa lagi ia kendalikan, ia kemudian memantapkan sikapnya untuk tidak meninggalkan pulau itu meski nyawa taruhannya. Kemudian dalam kelanjutan cerita, ancaman itu datang lagi dari para pembajak tapi dengan tenang dan berpikir tentang cara mengatasi semua ancaman itu maka sekali lagi kelangsungan hidup dapat terjaga dengan damai.
   Sikap tenang, konsisten dan berpendirian tetap dapat kita amati dari masyarakat Tomia saat itu terlebih lagi dari tokoh Sibatara seperti penggalan cerita berikut.
Sakua no dahania’e na ne’i nugambi ana, pointe no faa’e na inano ku te ngaasu  Sibatara, te kura’ani ana ako teiajjara nu mannusia kkoruo. Jari mina ima’atu no filamo na i la Sibatara no ajjara’e na mannusia koruo  tenei nu kura’ani appa no dahani te tumbu isilami baaanne’e na kumede I pulo ana. No ajjara’e na kene te tumbu isilamu, te sambahaeya’a, te basa’a nu kura’ani kene sabaragiu nukandeu’a I lalo nu kura’ani sampe baanne’e na kene no tumbu kene kontaramo tumoto tumtettapu ako te agama Isilamu kene no henangka’e na itudu kene I angka ilalo nu agamano. Sibatara ana sampe meammoala’a appa no mate no pa’ajjara ala’a te kene kkoruo i pulo Tomia ana.
               Artinya:
               
  Setelah mengetahui isi pesan itu, ia kemudian menyampaikannya kepada ibunya bahwa namanya adalah Sibatara dan Al quran ini  untuk diajarkan ke manusia lain agar mereka tahu bagaimana hidup yang Islami. Sejak saat itu Sibatara mengajarkan orang-orang di pulau ini tentang ajaran Islam, mereka belajar untuk sembahyang, membaca dan mempelajari Alquran serta semua hal-hal penting yang ada dalam Alquran sampai semua penduduk yang ada di pulau ini hidup dengan kepercayaan yang tetap yaitu agama Islam dan menjalankan semua perintah dan menjauh larangan agama tersebut.
Dan Sibatara sampai ia dikabarkan telah tiada tetap komitmen untuk mengajarkan Islam kepada semua generasi di Pulau Tomia.   

 Sebuah contoh sikap toro (baca: loyal atau setia) pada apa yang menjadi amanahnya dapat terlihat jelas  dari sosok Sibatara, yang jika tampa itu maka ia akan cepat bosan dan berhenti dalam mengajarkan agama Islam pada masyarakat. Secara turun-temurun sikap itu terwariskan pada masyarakat Tomia karena hingga sekarang pendirian mereka untuk memegang teguh agama Islam terbukti dengan tidak adanya penduduk Tomia yang beragama di luar agama Islam.

Ketiga sikap arif di atas populer di tengah-tengah kehidupan masyarakat disaat orang tua memberikan nasehat kepada anaknya yang hendak merantau. Istilah tara, turu, toro   pun telah menjadi satu paket istilah yang mendotrin keharusan sikap generasi jika dalam menuntut ilmu atau dalam mencari penghidupan yang layak ingin didapatkannya. Kemudian ini menjadi pemahaman bersama masyarakat bahwa seseorang yang tidak berhasil dalam pencarian jati dirinya itu tidak lain karena ia tidak tara, turu, toro  (Tabah,Taat dan berpendirian tetap).
Dari semua hasil wawancara yang ditemui peneliti semua sependapat akan hal ini, dan semua menyarankan agar ini diarsipkan untuk menjadi warisan yang dapat diketahui dengan jelas oleh generasi dan selanjutnya maka perlu pencatatan nilai-nilai kearifan tersebut dalam bentuk yang lebih bagus dan lebih menarik lagi. Masih banyak sikap pribadi yang dapat dijadikan dan diabadikan sebagai nilai luhur masyarakat Tomia namun ketiga istilah itu yang tidak mendapat pertentangan di tengah-tengah masyarakat.
Tara, turu, toro  seakan menjadi hal yang wajib disampaikan pada generasi yang mulai ingin menjalani hidup mandiri terutama bagi mereka yang hendak merantau untuk menuntut ilmu. Begitupun dalam benak generasi yang serius menuntut ilmu petuah itu seakan harus selalu ada dalam benak mereka sehingga tak jarang kita menemukan tulisan-tulisan yang memuat nilai kearifan pribadi itu dalam papan perencanaan hidup mereka. 
2.      Kearifan Sosial Masyarakat Tomia Dalam Cerita  La Patih  Pelong.
            Nilai-nilai kearifan sosial adalah nilai-nilai luhur yang dipegang teguh oleh masyarakat sebagai makhluk sosial  dalam suatu tata kehidupan masyarakat yang telah menjadi konvensi kolektif untuk hidup di atas nilai-nilai yang membawa kelangsungan hidup berkeadaban. Nilai-nilai tersebut terus dikembangkan dan dilestarikan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bersama dan sekaligus menjadi senjata ampuh dalam memfilter budaya global di tengah arus interaksi budaya yang dapat mempengaruhi cara pandang, sikap dan perilaku masyarakat.
           Di dalam masyarakat Tomia jenis kearifan seperti itu terdiri dari lima macam yang dikenal  dengan istilah topoangga (saling menghargai, saling menghormati), toposii’in-si’i (saling memperhatikan, silaturahmi), poafa-afa (musyawarah), topoasa-asa poamba-hamba (gotong-royong, saling membantu), dan topoadari (saling menasehati). Kelima nilai ini dalam cerita rakyat La Patih Pelong  dapat dipetik dengan pendekatan semiotik etnografi.
      2.1Topoangga (Saling Menghargai, Saling Menghormati)
Sikap saling menghargai dan menghormati adalah kebutuhan masyarakat demi jaminan kehidupan yang damai. Contoh kecil sikap ini dapat diamati dari tanda-tanda peristiwa dalam penggalan cerita berikut.
Asa  fakutuu te  pengawal  nu patih pelu ana ika’ane nosi’i tefangka   anne’e no bello-bello i olo,  asa fengka  nu salata  barasumba. Ka’i  mollenge  miatu  te  fangka  ana no koo.  Maka  notofolla  atafa nobete. Te tampanga  miana   nongaannemo kua  te bet’a. sakua nohenna’u  sie  ta  pagafe  nu  la pati  pelu   ka’amea  temotoanu’e  te daga moto  bara   ako te  iparaaso. Te pagafe  nu  pati pelu  ana no ell’e   naga ana  kua te tua. Te  bara-bara  nu saudagar ana  pointe  nobawa’e  ka  sokko’a, po’oli  miatu  noalae ka futa hu’u i safengka kaambua nu osuku. Te daga atu no sai te pobanta’a ako tebuntuano merimba.
Asa ta’u pointe po’oli na kajadia mi’iso, te te ana nu La Patih pelo i fa Siriongga kene Fa Singkujalima, no afa’e tepannaki samadana mia noppere’e nabajano kene meanggala na mo’oli kumombi’e. Te raja La Patih pelo no hikidonggo kua anne’e kene tua kumede i'asafengka kuambua nu osukuu mia no kadahani po’oli ku mombi tepannaki sabbaragiu. Sakua no hikidonggo te atuna, no tudumo na ila Pati pelo te pagafeno ako dia no ello’e na tua atuna ekka ka Kahianga. Sakua no afa te parinta La Patih pelo te tua aga atu no hada  inta anne’e kene saratino. Tesaratino tabea amamillu’e na binnata bokku i pulo ana babaanne’e , po’oli laamo kukumombi’e na aana nu raja atuna. Jari nokottimu no faa’e na raja kua anne’e kene saratino ara ahumada ikommbi na aanano, asakua no hikidongo te sarati atu ila Patih pelo no tudu’ene’e natuhanomai kua saikkita te tondo ako te tampanga nuroppu’a nu binata bokku. Pointe miatu no dala’e baanne’e na bokku pointe no pabinasa’e

   Artinya:
       Suatu ketika pengawal La Patih Pelo melihat sebuah kapal yang sedang berlayar di karang selatan daya pulau Tomia, tidak lama kemudian perahu itu kandas dan pecah. Setelah di selidiki ternyata pemilik kapal itu adalah seorang saudagar dan mereka memanggilnya dengan nama tuan. Barang-barang saudagar itu kemudian dibawa ke Sokko’a.  setelah itu barang-barang saudagar tersebut dibawa ke daratan pulau Tomia yaitu di sebelah Timur usuku. Saudagar tersebut membuat Pobalanta’a untuk tempat tinggal sementara.
Satu tahun kemudian anak La Patih Pelo benama Wa Singkujalima dan Wa Sirionga, terkena penyakit cacar yang susah di obati. La Patih Pelo mendengar kabar bahwa ada seorang tuan yang tinggal di sebelah timur usuku yang serba tahu dan mampu menggobati berbagai macam penyakit dan mempunyai kesaktian tinggi. Maka La Patih Pelo segera memanggil saudagar itu untuk datang ke Kahianga mengobati kedua putrinya. Setelah mendengar perintah itu, maka saudagar tersebut setuju untuk mengobati anak La Patih Pelo asalkan mau memenuhi persyaratan yang ia minta yaitu agar penduduk memusnahkan semua binatang babi di Pulau ini. Kemudian kembalilah orang yang diperintah La Patih Pelong itu dan melaporkan persyaratan yang diminta oleh saudagar itu. Setelah mendengar syarat yang diminta maka La Patih Pelong memerintahkan penduduk untuk membuat kandang sebagai tempat penampungan babi. Lalu  dikumpulkanlah semua babi kedalam kandang tersebut kemudian dimusnahkan.
                       
Sebagai tuan rumah, La Patih Pelong tidak memaksakan kehendaknya. Ia justru menghargai orang asing yang bisa dikatakan bahwa apa yang menjadi permintaannya adalah hal yang sulit dikabulkan. Begitu pula dengan semua penduduk Tomia saat itu, ketika mendengar perintah raja semua menghormatinya dengan segera melaksanakan apa yang diarahkan oleh La Patih Pelong. Sikap ini sekarang telah menjadi keharusan dalam kehidupan masyarakat bahwa yang muda harus menghormati yang tua. Sikap itu ditunjukkan dengan selalu membungkukkan badan saat seseorang lewat di depan orang  yang sedang berbicara, tidak boleh memotong pembicaraan orang lain dan sebagainya.
Begitu pula dalam setiap acara masyarakat yang saya hadiri, terlihat kursi yang dipersiapkan berbeda untuk para pemimpin dan tokoh masyarakat dengan yang dipersiapkan untuk masyarakat biasa. Dalam hal perbedaan usia hal itu sangat nampak tapi agak berbeda jika yang kita amati faktanya adalah pada perbedaan pengetahuan. Ini teramati pada setiap pengisi acara atau yang dipersilahkan membawahkan ceramah, mereka yang masih muda sepertinya tidak dipercaya untuk berbicara di hadapan mereka.
Sikap topoangga ini pula dapat terbaca jelas dari perlakuan masyarakat pada semua orang atau pihak asing yang datang ke daerah mereka. Masyarakat setempat tidak mempermasalahkan keberadaan pihak asing yang salah satunya adalah pendiri bisnis pariwisata di Onemobaa, sikap saling menghargai itu bahkan ditunjukkannya saat pihak asing meminta agar tidak dilakukan penangkapan ikan di zona-zona tertentu dan mereka mematuhinya.

    2.2 Toposii’in-si’i (Saling memperhatikan, Silaturahmi)
Toposii’in-si’i  adalah sikap saling menjaga antara sesama atau saling memperhatikan yang biasanya dilakukan dengan silaturahmi. Dalam cerita la Patih Pelong sikap ini dapat dilihat saat setiap ancaman mencoba mengancam sesamanya, seperti dalam penggalan berikut.
Mina imaatu no asimo natumbu nu mansuanato mai, temokobo’o  noto hassele, te lumaha tekenta no hoto i’afa. Te aanano mai no saiye na kolianossafano afana gasi. I yaammai no tumbu posiinsi’i ara anne’e no mai nasanggila mina imellai no laga-laga akonemo ku te “sanggila ooh te sanggila”. Jari noterahomo tumode okko i bente. Painte te mansuanato mai no po’oli ala’a tumalo’e na sanggila kene kadahanino. Gara saga’a te Feba atuna no henna’u hete’ette’e safano mempisi kadahani na ihia’ana.

    Artinya:
Sejak saat itu kehidupan orang tua kita di pulau ini sudah bisa merasakan hidup damai dan sejahtera, yang berkebun hasilnya banyak, yang menangkap ikan dapat memperoleh hasil tangkapan yang banyak. Anak –anak membuat mainanya mereka sendiri seperti gasing dan lain-lain. Mereka hidup dengan saling memperhatikan, kalau dari kejauhan Sanggila sudah terlihat maka mereka berteriak “te sanggila ooh ooh Te Sanggila” sehingga mereka masih sempat mengamankan diri di dalam benteng. Dengan begitu orang tua kita selalu dapat mengalahkan penyerangan yang dilakukan sanggila  berkat kepandaian dan kesaktian orang tua dulu. Salah satu bukti kecil dari kesaktian mereka adalah gondokan bambu yang dapat turun menimba air sendiri di pinggir laut dari atas gunung saking saktinya orang tua dulu.

Dalam penggalan di atas terlihat betapa mereka saling menjaga dan memperhatikannya masyarakat Tomia saat itu satu sama lain. Saat ancaman datang mengganggu semua akan tenang jika sudah merasa aman, bukan hanya pribadinya yang aman tetapi jika semua rumpun keluarga dalam masyarakat Tomia sudah dipastikan aman. Itu jika ancaman itu menyangkut keselamatan nyawa seperti penggalan di atas dimana saat pembajak datang menyerang mereka saling mengingatkan untuk mengamankan diri.
Sikap Saling memperhatikan keselamatan hidup juga dapat kita petik dari keputusan tetua adat untuk mencari alternatif tempat penggarapan tanah agar rumpun keluarga dapat hidup berkecukupan. Silaturahmi juga terjaga dengan saling mengunjungi membantu pembuatan benteng pada perkampungan yang mendirikan benteng saat itu.
Sikap seperti ini sekarang kembali pada tugas pemerintah sebagai pelayan masyarakat, sehingga jika pemerintah sudah memaksimalkan perhatiannya pada masyarakat maka secara bersamaan masyarakat akan meningkatkan sikap perhatiannya antar sesama.



    2.3   Poafa-afa (Musyawarah)
Poafa-afa adalah istilah untuk pelaksanaan musyawarah yang dilakukan oleh masyarakat Tomia dengan maksud mencapai keputusan
bersama sebagai solusi atas permasalahan yang di hadapi. Di dalam cerita La Patih Pelong  sikap yang telah menjadi panutan masyarakat ini dapat tercermin dari penggalan berikut.
Mentogamo nanokede I Suo-suo te mansuanato mai nonamisi’e kua marasaimo natubu’a kahalu demo bahuli na tampa nuhekoboo’a. mina imaatu no saiemo na poafa-afa’a. ilalo nu poafa-afa’a atu no patiedaemo kua tetuhantomai anne’e na ako te kumede I Tano Lagolle kene i Patua saga’a. Inta akodia kai noposiansia na tuha, no tedemo na mansuana  ila Pelo mia laamo no faliako ako dia no jari raja podibula i pulo ana kene ello La Patih Pelo. Kene akodia no asi na jaga’a nu Sanggila no banggu te bente. asa-asa  pohamba-hamba isai’a nu bente itolu tampa, i Suo-suo no pajari asi’e kene todo benteno, po’oli i Tano Lagolle mia no ga’anne kua te bente Rambi randa kene bente patua i Patua.Te raja nu pulo Tomia no kede i bente itongga appattoo’ha i Suo-Suo.

               Artinya:

 Setelah lama hidup di Suo-suo para tetua adat mulai merasakan sulitnya kehidupan karena makin sempitnya tanah garapan untuk berkebun, sedangkan rumpun keluarga makin hari makin bertamba jumlahnya. Melihat kondisi itu maka diadakanlah pertemuan musyawarah para tetua adat untuk mencari solusi dari permasalahn itu. Dari musyawarah itu disepakatilah bahwa sebagian dari rumpun keluarga harus tinggal dan membuka tanah garapan baru di Tano Lagolle dan di Patua. Itu berarti rumpun keluarga akan terpisah-pisah. Tapi untuk menjaga keutuhan rumpun keluarga maka diangkatlah La Pelo yang baru pulang dari merantau untuk menjadi raja pertama di Tomia dengan gelar patih dan biasa disebut La Patih Pelo. Dan agar pertahanan dari serangan Sanggila makin bagus maka dibangunlah  secara bergatong- royong tiga buah benteng di tiga tempat bermukimnya rumpun keluarga yaitu di Suo-suo, Tano Lagolle dan di Patua. Raja Tomia La Patih Pelo tinggal di benteng pertengahan dan merupakan benteng paling besar di Suo-suo.

Paragraf dalam penggalan cerita di atas memberikan warisan sikap bahwa dalam memutuskan suatu perkara yang menyangkut kepentingan dan kebaikan bersama harus selalu melibatkan semua masyarakat.  Pada zaman sekarang pelaksanaan musyawarah tetap dilaksanakan jika menyangkut hal-hal yang mendesak dan dikhawatirkan akan terjadi permasalahan dikemudian hari jika tidak ditempuh dengan jalur musyawarah.

2.4 Poasa-asa Pohamba-hamba (Gotong-royong, Saling Membantu)
Gotong-royong sebagai ciri khas masyarakat tradisional berangkat dari kesadaran saling membutuhkan, ini dilakukan dengan prinsip saling menguntungkan. Sikap ini telah ada dalam masyarakat untuk menyelesaikan pekerjaan secara bersama-sama sejak zaman dahulu. Dari penggalan cerita berikut,  
……Kene akodia no asi na jaga’a nu sanggila no banggunne na bente asa-asa no pohamba-hamba isai’a nu bente itolu tampa, i Suo-suo no pajari asi’e kene todo benteno, po’oli i Tano Lagolle mia no ga’anne kua te bente Rambi randa kene bente patua i Patua……    
               Artinya:
……Dan agar pertahanan dari serangan Sanggila makin bagus maka dibangunlah  secara bergatong- royong tiga buah benteng di tiga tempat bermukimnya rumpun keluarga yaitu di Suo-suo, Tano Lagolle dan di Patua……

Dapat dengan jelas kita pahami bahwa terbentuknya benteng yang hingga saat ini tetap ada adalah dikerjakan secara gotong royong. Sikap ini  hingga sekarang dapat diamati dari interaksi masyarakat seperti dalam membersihkan gulma tanaman petani dan saat menanam para petani biasanya saling membantu dalam mengerjakannya atau saat ada tetangga yang hendak menikahkan anaknya maka sikap ini terlaksana dengan baik sampai-sampai ada pandangan di masyarakat bahwa jika tidak datang membantu kegiatan tetangga lain maka saat ia membuat acara atau kegiatan, ia takut jangan sampai tidak ada yang datang membantunya.

2.5  Topoadari (Saling Menasehati)
Melengkapi kedamaian hidup bermasyarakat, sikap saling menasehati dan mengingatkan telah menjadi kebutuhan bersama. Datangnya Ince Sulaiman sebagai seorang penyebar agama Islam ke Tomia telah memberi contoh itu dengan baik. La Patih Pelong sebagai seorang raja tidak merasa telah dinasehati oleh orang asing lantaran cara yang dilakukan tidak seperti sedang menasehati. Sebelum peristiwa itu pula telah ada contoh itu pada diri La Timbara yang mencoba menasehati temannya yang mungkin khilaf karena mengancamnya. Selanjutnya, tersebarnya agama Islam sampai pada pemahaman yang benar adalah berkat sikap saling menasehati yang diajarkan Sibatara kepada semua rumpun keluarga Tomia, seperti yang dapat kita tinjau dari penggalan cerita berikut.    
No ajjara’e na kene te tumbu isilamu, te sambahaeya’a, te basa’a nu kura’ani kene sabaragiu nukandeu’a I lalo nu kura’ani sampe baanne’e na kene no tumbu kene kontaramo tumoto tumtettapu ako te agama Isilamu kene no henangka’e na itudu kene I angka ilalo nu agamano
             
    Artinya:
Sejak saat itu Sibatara mengajarkan orang-orang di pulau ini tentang ajaran Islam, mereka belajar untuk sembahyang, membaca dan mempelajari Alquran serta semua hal-hal penting yang ada dalam Alquran sampai semua penduduk yang ada di pulau ini hidup dengan kepercayaan yang tetap yaitu agama Islam dan menjalankan semua perintah dan menjauh larangan agama tersebut.

Penanaman pemahaman ajaran agama Islam sampai pemeluknya menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan tuhannya adalah proses yang panjang. Jika proses saling menasehati dan saling mengingatkan ini tidak berjalan diantara mereka maka pencapaian itu akan sulit didapatkan. Nilai ini meski sulit diidentifikasi namun tetap ada di tengah-tengah masyarakat Tomia. 

  3  Kearifan Lingkungan  Masyarakat Tomia Dalam Cerita La Patih Pelong.
Kearifan lokal masyarakat yang bermanfaat besar dalam menjaga kelestarian alam juga dapat kita temui dalam cerita ini. Pemanfaatan lingkungan secara proporsional itu dapat kita lihat dalam penggalan cerita berikut.
Mentogamo nanokede I Suo-suo te mansuanato mai nonamisi’e kua marasaimo natubu’a kahalu demo bahuli na tampa nuhekoboo’a. mina imaatu no saiemo na poafa-afa’a. ilalo nu poafa-afa’a atu no patiedamo kua tetuhantomai anne’e na ako te kumede iTano Lagolle kene i Patua saga’a.

         Artinya:
Setelah lama hidup di Suo-suo para tetua adat mulai merasakan sulitnya kehidupan karena makin sempitnya tanah garapan untuk berkebun, sedangkan rumpun keluarga makin hari makin bertamba jumlahnya. Melihat kondisi itu maka diadakanlah pertemuan musyawarah para tetua adat untuk mencari solusi dari permasalahn itu. Dari musyawarah itu disepakatilah bahwa sebagian dari rumpun keluarga harus tinggal dan membuka tanah garapan baru di Tano Lagolle dan di Patua.

Mencari tanah garapan baru demi kelangsungan hidup bertujuan   agar tanah yang telah lama dimanfaatkan dapat kembali subur. Dari pengamatan dan hasil wawancara yang sangat nampak manfaatnya untuk menjaga ekosistem dan mencegah penebangan liar dengan adanya cerita ini adalah bahwa hingga saat ini ketiga tempat yang merupakan benteng itu adalah tempat yang paling terjaga pepohonannya. Masyarakat setempat tidak berani menebang kayu di ketiga tempat itu, mereka meyakini bahwa tempat itu angker dan ada penungggunya. Masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah  Mosampaako atau anne’e kene tungguno yang tidak lain bermakna larangan agar pepohonan itu tidak ditebang sehingga dengan sendirinya sampai sekarang pepohonan itu terjaga kerindangan dan kerimbahannya.
Untuk menanamkan nilai-nilai itu dalam jati diri kami, lakon tokoh-tokohnya coba kami perankan dalam drama La Patih Pelong yang telah disusun rapi oleh Bung Karno dan teman-teman seperjuangan yang sering disebut-sebut Iky, saat pimpinan ketiga negeri pelangi segitiga itu diasinkan ke gunung Kahyangan di pulau Tomia. Perampungan data yang kumuat dalam  skripsiku itu, harus menyebar menjadi jati diri masyarakat yang terus dijaga.





Lembar 21

Drama Sesungguhnya

“Drama sesungguhnya itu, ada pada saat kalian gladi bersih di malam hari penampilan. Saat tidak ada yang menonton, saat kalian menghayati tokoh dalam naskah drama seperti kemauan kalian. Saat tak ada pujian ynag mengagumi kemampuan aktingmu. Karena tampilan saat disaksiakan banyak orang adalah Chassingnya. di situ kalian menjual, mengharap nilai dan pujian. Jadi jangan heran kalau kaemudian say bertanya beraa kali kalian latihan”
Kata-kata pak Irianto Ibrahim dosen sastraku itu menganggukkan kepalaku sambil berucap “program ini berhasil”
Item pertunjukan drama tentang jati diri nomor 8 jadi poin yang menggemparkan rangkaian kegiatan Gebyar Budaya FOSSMAT Kendari. Cerita La Patih Pelong berhasil disusun oleh tokoh Bung Karno yang sering disebut Iky saat diasinkan ke gunung kahyangan pulau Tomia dalam bentuk drama. Kegiatan ini terlaksana meski tak di jual di Tomia. Tugu Unhalu, Studio drama, dan kalau jadi juga di Taman budaya adalah tempat-tempat dimana pertunjukan drama sesungguhnya itu kami adakan. 
   Semua anggota FOSMAT kebagian peran karena banyaknya tokoh dan pelakon dalam naskah drama ini. Puncak pertunjukanaya di Jambu-jambu. Semua mahasiswa dua lorong; Anawai dan Pelangi lagi, datang mengerumuni kami. Dipancing tetabuhan alat musik tradisional milik pak Ali Hanafi, yang mengiringi adegan silat kampung. Sampai bengkak tangan Samaludin, Dani, Muliono dan yang lainnya karena harus mengulang mencocokan gerak dan musik juga waktu yang disiapkan untuk pertempuran sengit dalam naskah drama berikut:
            Naskah ini disusun berdasarkan kisah yang ada di lingkungan Masyarakat Suku Tomia, dimana Mengisahkan tentang cikal bakal suku Tomia dan asal mula ” Masuknya Agama Islam di daratan/pulau Tomia.
1.            La Timbara   : (berjalan ke tengah pentas dengan loyo, tersentak dan jatuh pingsan        beberapa saat. Kemudian perlahan sadarkan diri) aaaach.... dimana sekarang saya? (menggerakkan badan sambil mengamati sekeliling) Udara pagi yang cerah....ach ..... ternyata pulau ini sangat cocok dan pantas untuk kesehatan....(tiba-tiba terdengar suara bayi yang menengis di selingi dengan suara deburan ombak)  TERLIHAT LA TIMBARA MENCARI SUARA BAYI MENANGIS DISELINGI SUARA DEBURAN OMBAK DAN DENGAN GERAK PANTOMIM MELAKUKAN CROSS-CROSS ACTING LALU TAMBAK LA TIMBATA MENIMANG BAYI DALAM KIMA RAKSASA.                                                 Aaach...... kasihan ...... bayi siapa ini ......? satu lagi tugas kemanusiaan yang harus dilaksanankan.....ach, mungkin ada orang lain di pulau ini..... sebaiknya bayi ini diamankan dulu ..... kemudian menemudian menyelidiki pulau ini.....!                             TAMPAK SUASANA PENTAS TANG TEMARAM DAN BERANSUR-ANSUR TERANG KEMBALI ....MASUK PENTAS SEORANG PELAKON YANG TAMPAK ANGKER....SAMBIL TERBAHAK.
2.            La Tope        :     (Terbahak-bahak) ha..ha..ha..ha..ha.....akulah yang berkuasa ....penguasa tunggal pulau ini  ha..ha..ha...ha... , ha.. ha.. sesuai hukum yang berlaku, siapa yang pertama menginjakkan kaki di daratan.....daialah yang berhak ats pulau itu.. ha...ha...haa...tidak satupun manusia lain yang dapat merebut pulai ini dariku...akan kupertahankan....bila perlu ..nyawa taruhannya...ha..ha..ha...
3.            La Timbara   : (memperhatikan dengan teliti) La Tope...! La Tope...!!! Lupakah kau aku La Timbara ...La Timbara
4.            La Tope        :     (Dengan angkuh) ha...ha,...ha...ha...siapa kau ....!!! tahukah kau, kalau pulau ini adalah milikku..... kau memamggil namaku ....siapa dan dari mana asalmu .......jangan menerka yang tidak-tidak..!!
5.            La Timbara   : Sobat ....! Lupakah kau...sewaktu kita berperang dulu...? biarpun kau tidak mengakui tapi aku tetap yakin kalau kau adalah La Tope.
6.            La Tope        :     Cukup ......!!! jangan kau ulangi ocehanmu .....apa maksudmu berada di pulau ini .....katakan ... sebelum  habis kesabaranku
7.            La Timbara   :La Tope....!! tiada bermaksud aku menggelar musuh....tapi kehendakmulah yang terjadi..yang jelas...aku berhak atas pulau ini... sebab aku yang pertama datang ke Pulau ini.
8.            La Tope              : hey orang asing tahan …! Tahan kecerobohanmu…. Celakalah kau bila beradu kesaktian denganku ....sebaiknya ....pikir yang pasti...menyesal tiada berguna.
9.            La Timbara   : La Tope...! karena ambisi diri ... kau melupakan teman seperjuangan ... pulau ini tidak ada yang berhak....ada yang punya....!! kita hanya berhak memakai .....mengisi alam ini dengan perbuatan yang  baik...sadarkah kau kalau negri kita cukup jauh....dan disana kita tidak berpunya....sekarang kita mendapat sesuatu ...daratan ini..pulau ini..  lalu melupakan teman...sungguh hinalah kau...!!!
10.        La Tope        : Percuma Ocehannmu itu...kau boleh pilih , tunduk dikakiku atau tinggalkan pulau ini...!! kalau tidak nayawa taruhannya....!
11.        La Timbara   : baik kalau kau tidak bisa diajak dalam kebaikan ....aku akan tetap bertahan di pulau ini...  itulah sumpahku...!!! (Menggaris tanah)
12.        La Tope        : Ha..ha...ha... ! pilihan yang beralasan, laki-laki pantang menarik ucapan....bersiaplah.....!!!                                                                      PERKELAHIAN TAK DAPAT DIHINDARI, KECUALI SALING MENGGERAHKAN KEMAMPUAN YANG ADA PADA DIRI MASING-MASING...SETELAH MELALUI TAHAPAN KESAKTIAN .....TERNYATA LA TIMBARA DAPAT MENGALAHKAN LA TOPE.......
13.        La Timbara   : Cukup ....!! segera lupakan pertikaian ini...marilah kita hidup bersama dalam kerukunan..!!!   tidak berguna menyimpan dendam ..(membelakangi) pulau ini cukup luas .... marilah berbagi dalam wilayah....                                                                                           TIBA-TIBA LA TOPE MEMBOKONG LA TIMBARA NAMUN DAPAT DIATASI...,
14.        La Tope        : Ach... achk…  hk …sobat…..achk…hk…, La tim...ba….ra. (Jatuh)
15.        La Timbara   : Sungguh malang nasibmu....andai keserakahan tidak mengantui hidupmu....ach…(Mengangkat mayat la tope). LAMPU PERLAHAN REDUP LALU GELAP, MUSIK    GEMURUH BERKEPANJANGAN KEMUDIAN BERALIH KE LINGKUNGAN YANG SEPI .... TAMPAK ORANG TUA DAN SEORANG PEMUDA
                                   
16.        Pertapa tua         : (Beranjak) Setelah kejadian itu ...latimbara mengasuh bayi yang di dapatnya itu..dan ternyata bayi  tersebut,seorang bayi permpuan…!
17.        Lapati pelo         : Bagaimana selanjutnya…!!?
18.        Pertapa tua         : Setelah dewasa…bayi tersebut ternyata perempuan, ia kemudian menikahinya  lalu mereka dikaruniai anak laki-laki dan perempuan …kemudian dikawinkannya,…begitulah seterusnya hingga pulau ini padat dengan penduduk.
19.        Lapati pelo      : Guru...!!!  berarti pendududuk  pulau ini,masih satu rumpun keluarga...
20.        Pertapa tua   :Benar cucuku...! dan leluhur negri ini berasal dari negeri Timur Kupang..Negeri yang cukup jauh...! suatu saat nanti kau akan dapat mengetahui di mana negeri leluhurmu...
21.        Lapati Pelo   : Guru...keadaan negeri saya sekarang mengkawatirkan, Banyak pembajak yang akan datang manyerang.
22.        Pertapa Tua  :Benar, mereka adalah sanggila dari Tobela yang menculik dan membawa orang kenegerinya. Sekarang kembalilah di keramaian negeri ini..pergunakanlah ilmu yang kau pelejari demi kebaikan dan kepentingan pengabdian kepada tanah leluhur. Satu lagi pesan Guru, kamu harus mencari dan mempelajari Agama Islam. yang akan menjadi pedoman hidup  seluruh keluarga dan penduduk negerimu.......ekh...ekh... (Batuk-batuk). Sekarang kembalilah.
23.        Lapati Pelo   :Guru...! rasanya berat meningalkan guru sendiri, biarlah kutemani dan Hidup bersama guru di sini...!
24.        Pertapa Tua  :Tidak..pelo, tenagamu sangat di butuhkan di lingkungan keluarga., Bangsa dan daerahmu.
25.        Lapati Pelo   :Baik Guru... aku akan memperhatikan semua pesan..dan nasehat guru (terlihat berat langkah La pati pelo meninggalkan gurunya)                                                            
LAMPU KEMBALI REDUP DIIRINGI MUSIK SEDIH   .....TAMPAK RUANGAN SESEORANG SEDANG BERES-BERES                                 

26.        La Pondi      : ( dengan gerak lucu) aaach...ach (menggerakkan badan tapi salah)  E. Eee....sit iiiiit pengurus...ee pengatur rumah tangga bahasa  kerennya.....(Tidak terdengar) Pembantu...yach, beginilah ...yang penting aku senang ....biar jadi pembantu......senangnya kalau... kalau tuan rumah pesta...uuuuuh pasti makanan enak-enak...tapi, biasanya dibelakang...yach ...kerja dulu...nanti datang tamu pekerjaan belum selesai...                                                       TAMPAK LAPONDI BEKERJA DENGA RIANGNYA DISERTAI TINGKAH YANG MENGGELIKAN PENONTON...BEBERAPA SAAT KEMUDIAN.....MASUK WA LIMBA
27.        Wa Limba    : (memperhatikan gerak la pondi dan kesal) La pondi...la pondi apa yang sedang kau perbuat ..aduh setiap bekerja pasti begitu, hay pondi, jangan sampai tingkahmu dilihat tuan! Kalau bekerja jangan main-main.....
28.        La pondi       : alaaaaah.... kamu terlalu cerewet. Suka menggangu kesenangan orang lain.....(dengan lucu) bwess.....!!!!! yang penting semuanya selesai ...(bersenandung) ha..ha...haaa.. jangan campuri urusanku... ha..ha...ha... kalau kamu selesaikan tugasmu di ....dapur....
29.        Wa Limba    : Eeeeee.... banyak bicaranya... sudah jelek…pembantu…kotor …mau sombong …!
30.        La Pondi      : (terkejut) apa jangan menghina ya, awas.... ya, (dengan gerak silat yang lucu) aduh....duh...eit..eiiit...caaat....hait....bras.......!!!!
31.        Wa Limba    : berani kau, berani sama aku...ha..!(mengambil posisi) he....it...hyaaaaatt........! (jatuh) aaach, aduh.aaaaach ..(menangis lucu) huuuuuuuuuu!!!???
32.        La Pondi      : (membujuk) cup..cup..sayang..!?diam…aduch bagaimana ini .diam..ach, nanti dilihat....cepat...(wa limba terus menangis) aduch... diam.. (pusing dengan gerak lucu) diamlah.. ach, aduuh.. (berusaha membujuk) kenapa bisa jadi begini.. aduch..
33.        Wa Limba    : (merajuk) tidak mau... tidak...kenapa kau keterlaluan...akan kulaporkan kau...(pura-pura) akan ku laporkan (berdiri ) pokoknya aku tidak terima tidak terima..(terjadi adegan l pondi menghalangi langkah wa Limba) aku pergi (di tahan)                   TIBA-TIBA WASUKLAH WA TONDE YANG MELIHAT ADEGAN KONYOL ITU ... LA PONDI TERKEJUT DAN TAKUT LALU MENINGGALKAN PENTAS
34.        La Pondi      : Maaf ikomiu..iyaku, hanya beristrahat ... dan sekarang iyaku mau kerja lagi...ikomiu....(hendak berlalu)
35.        Wa tonde     : sebentar  Pondi.... Wa Limba...... (Malu-malu) kalian berdua dengarkan, hari ini tidak ada yang beristrahat apalagi main-main, kita siapkan segala sesuatunya untuk menjemput putraku yang akan kembali dari tempatnya menuntut ilmu, Wa limba kamu masak yang enak-enak.                   MUNCUL SANGIA  KOMBA-KOMBA BERSAMA PUTRINYA
36.        Sg. Komba2 : (berjalan pelan sambil menuju arah la Pondi) dan kamu La pondi tugasmu menyampaikan berita kepada seluruh rumpun keluarga....segera....                                                                   LAMPU PADAM , TAMPAK LA PONDI MASUK DAN BERDIRI DI UJUNG PENTAS SAMBIL MENGUMUMKAN BERITA......DISERTAI GONG KECIL. TAMPAK PARA PELAKON WARGA BERKIUMPUL DI HADAPAN LAPONDI
37.        La pondi       : (Melakukan Cross cross acting) Hooooooy…!! Pemberitahuan ….hooooooy….. pengumuman kepada seluruh rumpun keluarga…dengaaaaaar! Pemberitahuan….pengumuman….!!(Gong di talu) tepat purnama yang akan datang .....akan diadakan pesta rakyat....pesta keluarga…..para tetua adat keluarga akan bermusyawarah…..pengumuman ini dari tetua adat……diharapkan, seluruh rumpun keluarga hadir…..! pengumuman selesai…!                                                                    LA PONDI DAN SEBAGIAN MASYARAKAT YANG HADIR BERLALU….BEBERAPA SAAT KEMUDIAN LAMPU REDUP DAN BERALIH SUASANA DI SUATU RUANGAN PARA TETUA ADAT MEMASUKI PENTAS DENGAN KARAKTERNYA MASING-MASING DI IKUTI PARA IBU-IBU ISTRI PARA TETUA ADAT, KEMUDIAN MASUKLAH TUAN RUMAH…  SANGIA KOMBA-KOMBA MEMPERSILAHKAN
38.          Sg. Komba : Tabea …..ikomiu, silahkan ….!! Sangia Wawo sebagai yang tertua ….kirannya  tidak menolak memimpin pertemuan  ini (yang hadir mengangguk)
39.        Sg. Wawo    : Baik…! Tidak bermaksud iyaku menebar kata yang berkias …… namun apalah arti pertemuan diadakan jika tidak saling bergembira…!!!
40.        Kawali Jina  : Benar….ikomiu , bukankah budaya kita cukup tinggi dan itupun telah diperhatikan oleh para generasi muda kita …bagaimana…!!
41.        Sg Komba2  : (tersenyum gembira) tak salah yang dikatakan oleh ikomiu kawali jina …(menoleh) Wa Limba Sampaikan kepada yang lain untuk mempersiapknan segala sesuatunya…*(mengatur posisi)
42.        Wa Limba    : Iye Ikomiu (setelah Menjura berlalu)  TETABUHAN MENGALUN BERSAMAAN DENGAN GERAK PARA TETUA ADAT YANG MENGAMBIL POSISI MENEPI  DAN MASUKLAH PARA PENARI…..SETELAH SELESAI MUSYAWARAH DILANJUTKAN…
43.        Sg. Komba2 : ( mempersilahkan para tetua adat) ternyata, para generasi muda kita cukup membanggakan....ha....ha…haaa   nah kini saatnya kita membicarakan hal-hal  penting…!!
44.        Sg Watukollo     : (Menimpali) tabea iyaku sampaikan….!! Sejak awal kedatangan di sini, iyaku bertanya dalam hati... gerangan apakah yang akan dipermasalahkan...!!!  
45.          sg kuri-kuri : benar.. ikomiu, rumpun keluarga di utara sengaja datang untuk mempererat tali persaudaraan .... diantara keluarga se asal... se keturunan...!! hal apakah yang akan dibicarakan..??
46.        sg sampaga   tebahak...ha...ha...ha...rupanya tiada berbeda di antara kita, kegembiraan talah kita lewati...syukuran telah kita lakukan... adat telah di gelar....namun apa yang akan dibicarakan, tiada jelas dalam renungan
47.        sg itimu        : (menimpali) tabea ikomiu...!! selama ini tiada aranl dan hambatan yang menimpa kerukunan tiba-tiba undangan digelar...!!!
48.        sg wawo       : (dengan suara berat) sangatlah bermanfaat pertemuan ini...melepas kerinduan, mengajukan saran dan keadaaan masing-masing
49.        sg komba2    : (menimpali) tabea ikomiu kami mendengar dari putraku yang baru pulang dari menuntut ilmu bahwa daerah kita akan diserang sanggila, bahkan telah ada beberapa nelayan yang ditangkap...itu yang akan kita waspadai....selain itu kita juga akan mencoba membuka tanah garapan baru
50.        sg watu kollo      : tabea ikomiu...untuk menghadang sanggila itu memeng harus kita pikirkan tapi apa gerangan tujuan dari rencana membuka lahan baru....!!!!
51.        sg kuri-kuri   : bagi iyaku.....kita angkat panglima perang untuk melatih keluarga memimpin perang melawan sanggila. Untuk rencana yang kedua  keputusan yang terbaik itulah kesepakatan
52.        sg wawo       : baik...kalau begitu, bagaimana kalau kita angkat la patipelong menjadi panglima dan kita bagi daerah ini menjadi dua wilayah
53.        sg sampaga   : mengejek...tunggu untuk keputusan yang kedua saya tidak sepakat, memisahkan rumpun keluarga...sangatlah tidak bermoral,...mengajukan saran dalam niat yang terselubung bukanlah jiwa yang terpandang
54.        sg komba2    : sangia sampaga....apa maksudmu menuturkan katayang tidak bermakna itu...??
55.        sg sampaga   : ikomiu sangia.... bagaimanapun juga iyaku.....tidak merestui rencana yang akan dilaksanakan apapun alasannya..
56.        kawali jina    : tabea ikomiu sangia....!!, tahan emosi adalah jiwa yang beradab...... apa arti adat digelar jika hanya akan terjadi pertengkaran
57.        sg kuri-kuri   : benar ikomiu sangia..! jiwa yang beradab adalah menerima keputusan dalam mufakat,....!!!
58.        sg watu kollo      : tabea sangia sampaga sangatlah hina mementingkan diri sendiri dalam rumpun keluarga
59.        sg sampaga   : hentikan segala hotbah kalian... iyaku takkan surut dalam keputusan.... darah leluhur la timbara menebar tantangan
60.        sg komba2    : sangia sampaga, jalan musyawarah telah terbentur iyaku pantang menggelar tikai dan adu kesaktian... tapi, suatu penghinaan menolak tantangan...!!!
61.        sg sampaga   : (murka) sangia komba-komba .... bersiaplah ... !!! heaaaaatttttch ... !!!! HAMPIR TERJADI ADU KESAKTIAN YANG FATAL TAPI BEBERAPA SAAT KEMUDIAN ...!!!
62.        Sg wawo      : tahan ... perilaku yang tidak terpuji ... puaskah ikomiu, jika darah keluarga menggenang di tanah leluhur ... !!! suatu perbuatan yang sia-sia ....!!!
63.        sg sampaga   : sangia wawo dan seluruh yang hadir, dengar keputusan kalian ... iyaku tidak menyetujuinya (berlalu)
64.        kawali jina    : (menenangkan) tabea ikomiu sangia wawo, sebaiknya pertemuan ini harus bagaimana ... ??
65.        sg wawo       : kita harus tekad kalau hari ini tidak dicapi kata sepakat ... maka, hari-hari berikutnya pun demikian.
66.        sg itimu        : keputusan ikomiulah yang akan kami turut walaupun sebenarnya, suara sangia sampaga sangat di harapkan.
67.        sg watukollo : ya menurut hemat iyaku demikian adanya.... sangia sampaga memang sulit di ajak berembuk
68.        sg wawo       : (dengan wibawa) baiklah... untuk semua yang hadir.... keputusan  tetua adat negri... la patipelo kita angkat menjadi panglima dan sebagian rumpun keluarga akan menetap di kahiyanga dan sebagian lagi di teno lagolle... bagai mana..???
69.        sg watukollo : langkah dan keputusan yang terbaik namun, siapakah yang pantas akan menjadi pemimpin di kedua wilayah itu.....
70.        sg wawo       : (diam dalam wibawa) menurut iyaku ... orang yang pantas ... (tenang) untuk wilayah kahianga ... dipercayakan kepada sangia komba-komba dan wilayah tano lagolle ... kawali jina .... jelas....
71.        sg itimu        : sangatlah tepat, kemapuan mereka cukup membanggakan
72.        sg kuri-kuri   : benar ikomiu .... kita sudah setuju dan kiranya keputusan ini kita hormati ....!!!
73.        sg wawo       : nah,.... setelah rembuk ini selesai akan dilanjutkan dengan upacara pengangkatan panglima dan pemimpin..... dan ketahuilah..... inilah pimpinan yang pertama di angkat KEMUDIAN ADEGAN DILANSUNGKAN DENGAN SELINGAN TARIAN .... PERTEMUAN SELESAI LAMPU PERLAHAN REDUAP DAN GELAP
74.        salonaira gotha   : (terbahak) ha....ha....ha..., ayo jalan...jalan... (mencambuk) ha....ha... cepat...!!! somba.... cepat giring mereka ke kapal.... hari ini hasil kita cukup lumayan.... ha...ha...ha...
75.        somba           : benar kawan, maharaja Ternate .... yang dipertuan negri timur akan gembira dengan hasil kita ini....
76.        barandini      : dan.... kita akan dinaikkan pangkat serta diberikan hadiah yang cukup lumayan... (disambut dengan tawa)
77.        wa pou ossa  : (histeris) lepaskan.... lepaskan kami...... tolong lepaskan.... (namun di timpali dengan tawa) manusia biadab (meronta-ronta)
78.        baran dini     : teriaklah....kau sesukamu.... ha....ha....ha... setan pun tidak berani menghalangi kami                                                TAMPAK PARA SANGGILA YANG TIDAK BERPRIKEMANUSIAAN MELAKUKAN KEHENDAKNYA... MENYIKSA, MEMAKSA, DAN MENGAMBIL APA SAJA, SETELAH KEBENGISAN TERLIHAT BEBERAPA SAAT KEMUDIAN MUNCUL LA PATIPELONG DAN BEBERAPA PENGIKUTNYA
79.        La patipelong     : hentikan...., kalian manusia biadab pergi dari negriku.....,
80.        somba           : (terbahak) ha...ha...ha... kawan ternyata masih ada ayam yang indah bulunya yang akan menambah koleksi kita
81.        barandini      : (tertawqa) benar kawan tuan kita akan lebih gembira melihat hasil kita
82.        la patipelomg      : lepaskan mereka...... (terjadi perkelahian yang seru antara mereka, saling adu kesaktian, saling mengukur kemampuan yang pada akhirnya membuat lapatipelong terpojok)
83.        barandini      : ha...ha...ha... ternyata kamu tidak ada apa-apanya sekarang kamu boleh memilih mau ikut.... atau nyawa yang melayang.... TIBA-TIBA MUNCUL SESEORANG YANG BERPAKAIAN SORBAN
84.        Encik sualaeman            : cukup .... jangan diteruskan, saya sudah melihat kebiadaban kalian. Sekarang saatnya kalian dimusnahkan
85.  salonaira gotha      : ha...ha...ha.... ternyata ada satu lagi yang menyerahkan diri TERJADI PERKELAHIAN SERU ANTARA SANGGILA DAN ENCIK SULAIMAN YANG PADA AKHIRNYA MEMBUAT BARANDINI DAN SOMBA TEWAS DAN SALONAIRA GOTA BERTOBAT
86.        salonaira gota     : tuan ampun tuan... kami berjanji tidak akan melakukannya lagi, kami tobat .... tuan ampunilah kami jangan saya dibunuh (di ikuti konco-konco sanggiala yang lain dengan karakter yang memelas)
87.        encik sulaiman    : tuan-tuan...!!! sadar dan tobat bukan dalam ucapan... tapi tingkah yang beradab, cermin jiwa sebagi panutan ....!!! semoga tuhan merestui niat tuan untuk bertobat nah, kembalilah .... binalah hidup yang baru di negrimu
88.        sanggila        : (dengan trgesa dan hendak pergi)... terimakasih tuan.... tarimakasih
89.        encik sulaiman    : nah, sekarang bawalah saudar-saudaramu ke kahianga
90.        la patipelong : tabea siapa gerangan tuan....? dan dari aman tuan berasal
91.        encik sulaiman    : saya encik sulaiman peyebar agama islam dari sumatra negeri saya... saya datang ke pulau ini tidak sengaja, kapal saya karam di betea, dan sekarang tinggal di sokko’a.
92.        la patipelong : terkejut dan sangat senang) oh jadi tuan adalah penyebar agama islam..? guru saya berpesan untuk mencari agama itu. Bolehkah tuan ke tempatku...? karena saya inginsekali belajar agama islam. Sekarang kita di antapulo, kahianga daerahku.
93.        encik sulaiman    : maaf anak muda, saya tidak bisa ke tempatmu, karena saya melihat banyak babi di negrimu, sedang agamaku melarang memelihara babi.
94.        la patipelong : tapi saya ingin sekali belajar agama islam, akan kulakukan apa saja untuk bisa belajar ajaranmu.
95.        encik sulaiman    : baiklah saya akan ke tempatmu jika babi yang ada di negrimu di musnahkan.
96.        la pati pelong      : baiklah, tunggulah tuan di sini saya akan menghadap ketua adat agar babi dibunuh (sambil berlalu)TAMPAK DI SUATU RUANGAN PARA TETUAH ADAT SEDANG BERKUMPUL, MUNCUL LA PATIPELONG
97.        la patipelong : (menimpali) tabea ikomiu, iyaku datang membawa berita yang sangat menggembirakan ... sanggila tidak perlu dikhawatirkan lagi, mereka sudah bertobat dan tidak adalagi di negri kita
98.        sg komba2    : maksudmu...?
99.        la patipelong : saat bertempur saya kalah dan hampir dibunuh sanggila, tapi tiba-tiba ada orang asing yang datang menyelamatkanku dan dia jugalah yang mengusir sanggila dari negri kita
100.    sg komba2    : (berdiri) baguslah kalau begitu, kita tidak perlu lagi mengkhawatirkan bahaya sanggila. Sekarang ada satu masalah lagi yang membuat kami para tetuah adat berkumpul... ini tentang keadaan adikmu yang tidak sembuh-sembuh juga dari penyakit lepranya..... meski sudah banyak tabib yang mencoba menyembuhkannya.
101.    sg itimu        : iya, hingga kini belum juga ada yang berhasil mengobatinya, sekarang sayembara akan coba disebarkan dinegri sebrang.
102.    la patipelong       : ikomiu sangia..... sayembara itu ada baiknya tapi untuk sementara kita tunda dahulu iyaku akan adatang membawa orang asing yang sakti itu tapi ada syaratnya,
103.    sg komba2    : mana orang asing itu..? apa syarat yang dia minta...?
104.    la pati pelong      : orang asing itu berpesan... ia akan datang bila segala yang diharamkan oleh agama islam dihilangkan .... atau dimusnahkan utamanya... babi-babi yang berkeliaran itu.....
105.    sg itimu        : tabea sangia komba-komba, iyaku cukup gembira dengan berita yang dibawa la pati pelong, tapi untuk permintaan yang terakhir itu iyaku tidak setuju
106.    sg watu kollo      : benar ikomiu sangia, hal ini harus dipikirkan selayaknya... jangan sampai kesalahpahaman terjadi karena babi merupakan kebutuhan utama anak negri ini
107.    sg komba2    : iyaku mengerti dan paham akan hal itu... tapi adakah kemungkinan yang adapt kita lakukan bila penyakit lepra menular dan membunuh semua penduduk negri ini...?
108.    sg itimu        : tabea sangia...., jika hal itu yang menjadi alasan tindakan ikomiu untuk dapat mendatangkan orang asing itu, iyaku akan memerintahkan warga untuk memusnahkan babi
109.    sg watukollo : hal itu akan kitalakukan, tapi bagaimana jika kitakumpulkan dulu semua babi di ampora, kita akan melihat dulu kemampuan orang asing itu.
110.    la patipelong : tabea sangia, setuju atau tidak setuju hal itu harus dilakukan.... saya juga telah berjanji untuk belajar agama islam kepada guruku tempatku menuntut ilmu
111.    sg itimu        : la patipelong... memaksakan kehendak sangat tidak terpuji... sadarkah ikomiu dari aman ikomiu berasal dan apa yang menjadi makananmu selama di daerah ini...? setelah mendengar agama itu ... ikomiu memaksakan.... agar babi-babi itu dimusnahkan.... sangat tidak beralasan....
112.    sg komba2    : tabea ikomiu, apa yang disarankan sangia watukollo tadi ada baiknya, kita kumpulkan dulu semua babio di ampora... kalau kemudian orang asing itu dapat menyembuhkan putriku, maka barulah kita musnahkan babi itu. Bahkan kalau memang agama islam itu dapat menjadikan kehidupan kita menjadi lebih baik saya akan menjadi pengikut agama itu
113.    la patipelong : tabea ikomiu.... ayah, sesuai petunjuk guruku iyaku juga bermaksud untuk mengislamkan daerah kehianga ini.... karena islam adalah penuntun umatnya dalam kehidupan ini
114.    sg itimu        : tabea ikomiu sangia komba-komba, berpanjang kata merugikan waktu.... bagaimana kalau kita kumpulkan babi segera...? lalu panggila orang asing itu untuk kita saksikan bersama bukti yang nyata...?
115.    sg watu kollo      : pendapat yang cukup bijaksan... iyaku berjanji,... adai agama itu bermanfaat... iyaku akan memeluk dan akan menjadi pengikut agama tersebut
116.    sg komba2    : baiklah sekarang sebarkan berita ini kepada seluruh anak negri... dan ikomiu la pati jemput orang asing itu.LAMPU  PADAM DAN KEMBALI TAMPAK BEBARAPA PEMUKA ADAT SEDANG BERKUMPUL
117.    Sg komba2   : (setelah mengambil posisi) tabea ikomiu para pemuka adat... hari ini, ikita akan bertemu dengan  seseorang yang telah menyelamatkan kita dari ancaman para sanggila... patutlah kiranya kita mengormatinya,
118.    sg sampaga   : tsbe ikomiu iysku sengaja datang dari tonnda, untuk menyaksikan kekuatan orang asing itu
119.    sg watukollo : iyaku melaporkan... seluruh babi yan ada di daerah ini telah diungsikan di benteng ampora...
120.    sg komba2    : bagus...bagus...!!! hatiku semakin tidak sabar MASUKLAH LAPONDI YANG MENGABARKAN KEDATANGAN LA PATIPELONG DAN ENCIK SULAIMAN
121.    la pondi        : tabea ikomiu sangia, lapatipelong beserta orang asing itu telah datang,
122.    sg komba2    : persilahkan mereka masuk....!! DAN ... MASUKLAH MEREKA, TAMPAK PARA PEMUKA ADAT TERPANA DENGAN KEHADIRAN MEREKA
123.    sg komba2    : (setelah mempersilahkan) selamat datang di negri kami yang serba kekurangan ini... kenalkan... iyaku sangia komba-komba... pemimpin daerah kahianga dan dihadapan tuan ada;lah para pemuka adat negeri ini....kirnaya tuan kerasan di daerah kami...
124.    E sulaiman    : maaf saya haturkan...!!! takdir ilahi yang mempertemuka kita, beta encik sulaiman ujung sumatra negri beta... mengembara dengan satu tujuan... menyebarkan agama allah.... agama islam
125.    sg komba2    : (tertawa) ha...ha...ha... tutur nan elok, pribadi yang beradab... tuan...!!! sesuai rencana... iyaku telah sepakat... dengan pemuka adat...jika tuan dapat menyembuhkan anak ikyaku waja walino iyaku beserta seluruh anak negri akan mengikuti ajaran yang dibawa tuan....
126.    E sulaiman    : tidak bermaksud beta memaksa kehendak yang kuasa. Tidak bermaksud beta memaksakan ajaran agama... tapi, andai hal itu yang menjadi syarat utama .... insya allah... beta akan mencobanya....
127.    sg watu kollo      : tuan yang bijak...!!! satu syarat dengan dua keuntungan... ketahuilah sangia komba-komba berjanji akan menjodohkan anaknya dengan orang yang menyembuhkannya. Ha...ha...ha.....
128.    E sulaiman    : maaf... beta tidak bermaksud mencari keuntungan dalam  menyiarkan agama islam... niat yang suci adalah langkah pengembaraan
129.    sg sampaga   : tuan yang berbudi... sudah menjadi tekad dalam diri ... jangan lah menolak tawaran yang diberikan,
130.    E sulaiman    : baiklah demi allah subhanahu wa ta’ala beta akan memenuhi permintaan tuan, satu lagi syarat beta ajukan. Penyakit itu akan dimusnahkan di depan masyarakat negeri ini beserta rakyat lain yang terkena penyakit ini
131.    sg komba2    : baiklah, ikomiu sangia itimu, kumpulkan seluruh anak negri di depan rumah ini, SANGIA ITIMU BERLALU YANG DIIKUTI LA PONDI, KEMUDIAN DATANG MASYARAKAT DENGAN SUARA YANG RIUH BERKUMPUL DI DEPAN PENTAS DAN SEKELILINGNYA
132.    e Sulaiman    : maaf tuan segera hadirkan anak tuan berbaring di depan saya, (wa tonde dan waja walino keluar dan waja walino berbaring bersama dua warga yang mulai terserang penyakit lepra) beta akan melakukan do’a sebentar...!!! TERLIHAT ENCIK SULAIMAN DENGAN KHUSYUKNYA MEMBACAKAN DO’A DAN LAMPU DIMAIKAN BEBERAPA SAAT KEMUDIAN PENGOBATAN DILAKUKAN... ENCIK SULAIMAN MENGAJARKAN LAFAL DUA KALIMAT SYAHADAT YANG DIULANGI SAMPAI BENAR PENGUCAPANNYA... LAMPU DIMAINKAN...DAN SETELAH PENGUCAPAN SEMPURNA ... DENGAN SECARA TIBA-TIBA PENYAKIT YANG DIDERITA WAJAW WALINO HILANG DAN TIDAK BERBEKAS... TERDENGAR SAMBUTAN YANG RIUH DARI ANAK NEGRI, ... TERSIRAT DISETIAP WAJAH YANG MENYAKSIKAN .... SUATU KEPUASAN, UTAMANYA WA TONDE )
133.    masy negri    : (dengan riuhnya) hiduuuup... hidup....encik....hidup encik sulaiman
134.    sg komba2    : (dengan puas) tenang....tenang... (suara lantang) seluruh anak negri ... dengar... hari ini... kita telah saksikan.... keajaiban terjadi..... setujukah kalian.... kalau sejak hari ini ...kita mengikuti... ajaran agama... yang  dibawa oleh encik sulaiman.....?? (terdengar tanggapan yang riuh)
135.    M negri         : setujuuuu.... setuju..... setuju....
136.    sg komba2    : untuk itu tenanglah dahulu… marilah… kita ikuti petunjuk yang dianjurkan...
137.  E sulaiman    : sekarang ikutilah ucapanku lailahaillallah (diikuti semua yang hadir) muhammadarrasulullah (diikuti semua yang hadir) sekarang kita lengkapi dengan pernyatan kesaksian, ikutilah ucapanku, asyhaduallah ilahaillallah (diikuti semua yang hadir) wa asyhaduanna muhammadarrasulullah (diikuti semua yang hadir)  dalam suasana khusyu terdengar suara seseorang megumandangkan azan, diikuti lampu yang mulai redup. SEJAK SAAT ITU SEMUA PENDUDUK NEGRI TOMIA MEMELUK AGAMA ISLAM DAN AKAN LAHIR KEMUDIAN SEORANG ANAK YANG BERNAMA SI BATARA YANG AKAN MENGAJARKAN ISLAM KEPADA SEMUA GENERASI TOMIA MESKI TUGAS MEMAHAMKAN AGAMA ISLAM SAMPAI KINI BELUM BERKHIR HINGGA SEMUA GENERASI TOMIA MEMAHAMI AGAMA INI DENGAN BENAR, PEMENTASAN BERAKHIR DENGAN SEMUA PELAKON TAMPIL KEMBALI SATU PERSATU LALU DIPERKENALKAN OLEH PROLOKTOR
            Aku mau bilang kalau rencana kita berhasil kawan! Meski tak ada yang mendengarkan kita untuk memberi sedikit bantuan pendanaan. Agar drama itu dapat kita tampilkan di hadapan  adik-adik, teman-teman yang kuliah di makassar, Jawa dan di kamus mana saja mereka menggeluti ilmu dan terlebih lagi di hadapan orang tua kita. Aku pasti tak dapat menahan air mata saat tepuk tangan kagum dari mereka membahana karena tampilan kita yang memukau.
            Ingin sekali saya menunjukkan jati diri nomor 8 dari kampung kita tercinta. Tapi sekali lagi tak ada yang berpihak pada kita. Juga bupati ikan yang menjabat dua periode itu. Beliau tak melirik sama sekali. Pada hal malam itu kami kemalaman di garasi mobilnya. Menunggu dan hanya menunggu, ditemani satpam tolol yang berusaha mengusir kami.  Jelek sekali pikiranku saat itu, padahal  otak intelektual tercerdaasku juga sedang kunyalakan untuk menghadapi bupati kelas Internasional yang telah melalang buana ke seluruh sudut dunia demi kesejahteraan rakyatnya.
Sudah tanggung tekadku, banyak hal yang akan saya sampaikan. Juga termaksud janjinya untuk membuatkan asrama mahasiswa di hadapanku sendiri saat kampanye. Ku ingat betul kata-katanya, di hadapan puluhan orang saat kutanyakan apa komitmennya untuk mahasiswa jika terpilih. Dan dengan senyum khasnya ia seperti mengelus-elus kepalaku, mungkin maksudnya begini: “Tenang saja, kamu tidak akan terlantar lagi di negeri orang”. Tapi di sini, di pantat mobil mewahnya kurasakan itu sebagai jitakan di kepalaku ‘bodoh sekali pertanyaanmu, tak semudah itu asrama diminta-minta’.
            Kami mencoba terus bertahan. Satpam juga mulai kelihatan bosan menunggu kami. Tapi akhirnya kami bubar karena tak baik, Ayu sekretaris FOSSMAT  kami keluyuran sampai jauh malam walau izinnya untuk ketemu bupati, kuminta Anca mengantarnya pulang. Dan kami bertiga pun akhirnya pulang dengan tangan hampa bermimpi untuk ketemu Bupati saja tidak bisa, lebih susah dari bertemu tuhan.
Lembar 22

                        Selamat Datang Harapan
Seluruh program kegiatan dalam gebtar budaya coba kami jalankan kecuali drama yang memang butuh banyak dana dan saat tiba di kampung persiapan untuk itu tidak ada. Sudah di kampung dan lomba olah raga tradisional baru akan di mulai panggilan perkumpulan rahasiaku bergetar dari Hpku. Kami ketua perkumpulan tingkat kecamatan diminta menghadiri dan memeriahkan Mukernas di Makassar.
Dari Tomia aku langsung terbang ke Makassar setelah menumpang perahu ke Kendari. Tak ingin aku kena hukuman dan di cap sebagai penghianat perkumpulan. Di bandara petugasnya melakukan pelanggaran padaku, Aku tak lewat pintu sensor dan langsung berlari masuk pesawat karena tinggal aku yang ditunggu. Saat masuk, sapaan Walikota Kendari mengagetkanku karena jeketku yang kebanjiran loga PKS. Kujawab tenang sebagai aktor yang membuat penonton ramai saat kampanyenya.
Hotel Clarion nomor delapan jadi tempat istrahatku berdekatan dengan kamar Hidayat Nur Wahid mantan pemimpin rahasia kami yang kini menjabat ketau MPR RI. Dari Mukernas pantun ini yang kudengar dari presiden partai Ir.H.Tifatul Sembiring:
Cantik selendang putri melayu
Menata bunga di atas sampan
Kalau ingin Indonesia  maju
Pilih saja Nomor delapan.
Arahan ketua Tim Pemenangan Pemilu Nasional, Anis Matta ini yang memukau peserta dan detailnya kurekam betul begini:
“Kita tidak boleh lelah. sampai hari ini. Bahkan sampai kapanpun untuk terus mengulang cara kita membaca perjalanan panjang perjuangan dakwah ini. Cara kita memahami setiap sudut satuan capaian akan sangat mempengaruhi persepsi kita tentang keseluruhan perjalanan perjuangan kita tidak semata bagaimana capaian itu dihasilkan tapi juga bagaiamana capaian itu dilanjutkan. tidak semata bagaimana kemudahan didapat tapi juga bagaimana gangguan dan rintangan datang menghambat itu pula yang mengantarkan kita pada  sebuah sikap bagiamana dikatakan oleh Harun al Rasyid ‘saya tidak bangga dengan keberhasilan yang tidak saya rencanakan sebagaimana saya tidak akan menyesal atas segala kegagalan yang terjadi diujung usaha maksimal.  Yang paling sempurna tentu saja keberhasilan yang diberikan Allah setelah kerja kerja maksimal. Dengan cara menelaah yang benar  tahapan demi tahapan yang utuh dalam perjalanan kita. Maka kita akan selalu mendapatkan penjelasan baru yang terus menyegarkan tentang bagaiamana realitas dibangun dan apa yang harus kita lakukan untuk menciptakan realitas baru berkelanjutan.
1.      Tafsir keimanan atas sebelum kemenangan
 Setiap kali realitas internal kita berubah realitas eksternal disekeliling kita juga berubah , pernah ada suatu saat dimana 20 % itu mungkin. itu mimpi itu utopia kita mungkin tidak mengatakannya tapi cara kita bekerja tidak menunjukkan bahwa kita memang yakin untuk mencapainya tapi hari ini semua berubah, keyakinan kita berubah bersama berubahnya angka-nagka tentang PKS dalam survey-survei politik. jauh sebelum angka-angka itu berubah sesunggguhnya telah terjadi perubahan-perubahan besar dalam  diri kita dan pikiran kita.  perasasaan kita berubah, kindakan kita juga berubah, alam batin kita juga berubah. kesadaran yang mendalam akan adaanya gep uanfg jauh anatara target 29% dengan realitas kita dalam survey- yang waktu itu berada dalam posisi 5 % - mendorong kita merumusskan strategi yang jelas untuk mencancapai target tersebut.
Pada saat yang sama kita terus membangun motifasi bersaam yang kuat untuk mencapai target tersebut. motivasi bukan soal kata-kata. Motivasi adalah soal keyakinan. Dari keyakinan yang kuat, akan lahir pikiran yang besar. Sarana dan sumber daya selalu tunduk pad aide dan pikiran-pikiran. Sebagaimana sebaliknya, ide yang besar dan pemikiran yang kuat, akan menciptakan sarana-sarananya, dengan caranya sendiri. Karena itu, dalam pepatah Arab dikatakan, Barang siapa bersungguh-sungguh, maka ia aka berhasil.
Perubahan yang berkelindan dengan kesadaran itu, mengantarkan kepada tiga situasi batin yang sangat mempengaruhi pertumbuhan pemahaman dan cara kita bekerja. Pertama, kita mulai semakin mengerti apa sebenarnya masalah-masalah kita dan mengerti bagaimana menyusun langkah-langkah kita. karena itu, dengan caranya yang unik, Allah mensyaratkan perubahan harus dimulai dari kita sendiri, dan permulaan itu adalah bagaimana kita mengerti masalah dan mengarti bagaimana menyusun langkah. “Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum, hingga kaum itu mengubah diri mereka sendiri.”
Kedua, yang terus berubah dalam diri kita adalah semakin menguatnya kehendak dan kemauan kita. Bahwa setiap kali kemauan kuat kita diberi taufik Allah untuk menjadi kenyataan, semakin pula kemauan itu terus menguat menjadi kehendak. Karena itulah, Islam memiliki caranya sendiri untuk membimbing kita, bahkan bila pun kerja-kerja kita tidak mendapatkan pengakuan yang semestinya dari orang lain, itu tidak boleh mengganggu semangat dan kekuatan kehendak. Sebab, Allah telah menjamin pengakuan dari-Nya. Dengan cara-Nya sendiri. Bahwa Allah Yang Maha Melihat, menegaskan, Ia pasti akan melihat karya-karya itu.
 “Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu.”
Ketiga, bahwa di dalam diri kita juga terus menguat spirit untuk terus bekerja dan bekerja. Dan bahkan dalam berkelanjutan kerja itulah proses menjadi baik, mendapat ampunan, dan diperbaiki oleh Allah akan kita dapatkan. Bila kita terus bekerja, mungkin akan selalu ada yang salah. Tapi dengan terus bekerja itulah Allah berjanji akan memperbaiki kesalahan kita.
 “Dan orang-orang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal-amal yang shalih, serta beriman pula kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Tuhan mereka, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka, dan memperbaiki keadaan mereka. “(QS. Muhammad : 2).
Sejarah umat Islam sangat kaya dengan pelajaran penting tentang sebagaimana kehancuran sebuah bangsa, sebuah umat, memiliki sebab-sebabnya.
Sebagaimana para individu memiliki ajal, begitu juga sebuah umat, memiliki umurnya sendiri. Allah SWT berfirman,
 “Dan setiap jiwa yang bernyawa pasti akan merasakan mati” Dalam firman-Nya yang lain, “Dan bagi setiap umat ada ajalnya.”
Karena itu, sebelum jauh-jauh berbicara tentang bagiaman sebuah partai harus menang, yang harus kita lakukan adalah menanyakan tentang bagaimana sebuah partai bisa hidup. Umur partai ditentukan oleh umur misinya, selama misi itu hidup, maka selama itu partai itu hidup. Hal-hal yang membuat partai bisa hidup adalah:
-          Adanya misi kemanusiaan yang luhur dalam kerja-kerja politik partai itu. Misi itulah yang akan memberi sentuhan-sentuhan kemanusiaan pada kerja-kerja politik.
-          Misi itu juga akan menerbitkan manfaat langsung, dalam bentuk spritual maupun material. Kehadiran partai yang punya misi akan memberi manfaat secara politik, sosial, maupun ekonomi.
Tetapi untuk bisa menjalankan misi itu, kita harus menjadi partai politik yang punya kemampuan untuk memimpin, Leading, dengan menjalankan politik kemanusian di tengah politik kepentingan. Setelah berbicara tentang bagaimana sebuah partai politik bisa hidup, maka kita harus berbicara tentang bagiamana partai politik itu bisa memimpin. Untuk menjadi partai yang mampu memimpin (leading) kita harus memiliki tiga hal. Dan, tiga hal ini yang harus terus kita ulang-ulang.
-          Pertama, narasi yang besar. Kita hanya akan memimpin apabila kita membawa gagasan besar yang dapat merangkul dan mewadahi seluruh harapan dan energi masyarakat. Gagasan itulah yang memberi kanal yang dapat menyalurkan energi yang ada pada masyarakat dan mengubahnya menjadi harapan bersama yang mencerahkan.
-          Kedua, kapasitas. Gagasan besar itu hanya akan menjadi realitas kalau ada kapasitas yang memadai, pada skala individu maupun struktur yang dapat mengeksekusi gagasan itu.
-          Ketiga, sumber daya. Dalam segala bentuknya, seperti informasi, pengetahuan, sarana finansial, dan lain-lain adalah sarana yang diperlukan untuk mengeksekusi gagasan tersebut.
Jadi, makin besar narasi, kapasitas, dan sumber daya kita, makin besar kemampuan kita mengeksekusi. Itu modal yang besar. Sesudah itu yang kita tunggu tinggal momentum. Kalau kita punya tiga hal di atas, maka peluang itu hanyalah masalah waktu. Kita akan mendapat kemenangan dan memimpin kalau kita mempunyai kemampuan mengelola ide-ide, memiliki kapasitas untuk mengeksekusi ide-ide itu, dan memilki sarana untuk merealisasi ide-ide itu.
Itu sebabnya, di Bali, kenapa salah satu isu yang kita angkat adalah keterbukaan, karena di Bali kita bicara narasi. Sekarang, di sini kita bicara tentang kepemimpinan kaum muda, karena kita bicara tentang kapasitas. Nanti, ketika kita bicara tentang managing globalization, kita akan bicara tentang sumber daya.
Ada fakta mendasar yang harus kita sadari, bahwa kepemimpinan dan kekuasaan adalah dua hal yang sangat berbeda. Fakta itu melahirkan kaidah-kaidah penting:
-          Bahwa tidak karena engkau berkuasa, maka secara otomatis engkau akan memimpin.
-          Bahwa kadang engkau bisa memimpin meski tidak berkuasa.
-          Bahwa untuk bisa memimpin, tidak serta merta engkau harus berkuasa.
-          Bahwa boleh jadi, sebuah kekuasaan hanyalah awal dari sebuah keruntuhan.
Jadi, persepsi kita tentang memimpin dan berkuasa, akan sangat mempengaruhi cara kita bekerja dan cara kita meletakkan kekuasaan dalam daftar tema-tema besar pekerjaan kita.
Cita-cita besar selalu punya caranya sendiri untuk direalisasi, tapi juga punya hambatan-hambatannya sendiri yang harus disiasati. Hambatan akan selalu ada. Masalahnya kemudian apakah hambatan itu relevan atau tidak. Masalahnya apakah kita bisa menciptakan cara-cara untuk melampaui hambatan itu dengan baik.
Hambatan paling mendasar yang harus kita sadari adalah hambatan persepsi dalam bentuk betuk sindrom-sidrom. Setidaknya ada empat macam sindrom yang harus kita waspadai yang akan banyak menjadi hambatan serius bagi tercapainya kemenangan.
-          Pertama. Sindrom ketakutan bila menang sindrom ini lebih khusus terkait dengan ketakutan akan apa yang muncul dari kemenangan berupa fitnah dunia
-          Kedua, sindrom inferiority complex. Perasaan minder dan rendah, merasa tidak mampu. Padahal kerja-kerja kempemimpinan, yang salah satunnya mencakup kerja-kerja politik, adalah jenis kerja-kerja yang dibangun di jalur eksperimen. Dan bahwa Islam lah yang pertama kali mengenalkan metodologi dan tradisi eksperimen. Sementara tradisi Yunani membangun filsafatnya atas dasar metafisika. Jadi eksperimen merupakan anak kandung peradaban Islam. Karena itu kerja-kerja dakwah dan politik harus merupakan kerja-kerja yang punya tradisi eksperimen yang kuat. Itu tidak bisa dilalui dengan sindrom rendah diri.
-          Ketiga, sindrom pemisahan antara tarbiyah dan politik. Sindrom ini bisa memicu keresahan, menciptakan kesan dan perasaan, seakan-akan tarbiyah adalah kerja-kerja bersih, sementara politik adalah kerja-kerja kotor. Melahirkan perasaan bahwa seakan-akan tarbiyah adalah kerja-kerja mulia, sementara politik aalah kerja-kerja hina. Perasaan bahwa orang-orang tarbiyah adalah orang-orang yang suci, dan orang-orang politik adalah orang-orang-orang yang berlumur keburukan. Pemisahan seperti itu sungguh sangat membahayakan. Karena itulah dalam situasi-situasi seperti ini, saya sering teringat dengan syair yang dibacakan Abdullah bin Mubarok kepada fudhail bin Iyadh:
Wahai ahli ibadah di dua tempat suci
Jika kalian menyaksikan kami
Niscaya akan tahu bahwa kalian bermain-main dengan ibadah itu
Bila leher-leher kalian basah berlumur air mata
Maka leher-leher kami dengan darah-darah kami berlumuran
-          Keempat, sindrom kesucian dalam berpolitik. Di sisi lain, perasaan suci juga bisa muncul dalam diri kita, sehingga menimbulkan sikap-sikap yang kurang produktif bagi perjalanan perjuangan kita. Seperti enggan bergaul dengan berbagai pihak. Karena kita menganggap kita suci, kita menganggap orang lain kotor. Sehingga kita pun tidak bisa memberdayakan. Padahal dalam hadits Rasulullah dikatakan,
Sesungguhnya Allah akan menonolong agama ini bahkan dengan orang yang suka bermaksiat.”
Persepsi yang harus kita bangun tentang mereka yang biasa berbuat maksiat adalah, pertama mereka obyek dakwah, kedua mereka adalah sumber daya. Suara orang kafir itu sumber daya, sebagaiaman suara orang Muslim yang ahli maksiat, adalah juga sumber daya. Jangan sampai, karena kita merasa suci, kita tidak bergaul dengan orang lain. Sehingga kita tidak bisa memberdayakan. Menurut survey, salah satu faktor kemenangan kita di jawa Barat itu karena dukungan orang-orang Cina dan tentara.
Pada dasarnya kita sudah melampaui hampir semua tahapan krusial, yang bisa menghambat rencana dan tahapan-tahapan yang kita canangkan untuk menang. Gagasan tentang new look new images menjelang tahapan take off preparation. Isu tentang pluralitas, yang harus kita gaungkan, semuanya cukup memberi efek positif bagi persepsi orang lain tentang PKS.
Pada saat kita memasuki tahapan big wave, seiring terus menguatnya persepsi positif orang tentang PKS, kita harus mengetahui betul realitas-realitas baru dalam politik Indonesia. Di antara realitas yang sangat penting itu adalah :
-          Realitas demografi, bahwa tren pertumbuhan masyarakat berusia muda antara 17 tahun hingga 45 tahun populasinya mencapai 65 %.
-          Perbandingan kaum urban-rural. Menurut data dari BPS, perbandingan ini akan mengalami titik balik pada tahun 2010 di mana perbandingannya menjadi sekitar 54% urban dan 46 rural.
-          Distribusiu informasi yang semakin merata karena peran media.
-          Tidak ada lagi asimetris informasi. Karena konektifitas, maka disparitas antara desa dan kota dalam soal informasi tidak relevan.
Realitas baru berpolitikan di Indonesia tersebut, akan menyonkong terjadinya proses transformasi besar-besaran dalam tradisi perpolitikan itu sendiri. Setikdaknya ada empat macam transformasi yang akan terjadi:
-          Pertama, Transformasi dari politik aliran menuju politik kemanusian. Orang nanti tidak melihat ideologi itu sebagai soal benar salah, tapi bagaimana ideologi itu membangun kemanusian. Dulu orang berbicara nasionalisme, karena nasionalisme adalah padanan dari anti kolonialisme. Karena nasionalisme adalah alat untuk imperialisme.
-          Kedua, Transformasi dari politik konten. Karena itu iklan-iklan politik sekarang mengalami inflasi. Kata-kata dalam iklan itu menjadi sangat artifisial, karena yang ingin dilihat orang adalah artikulasi yang bersifat live, nyata.
-          Ketiga, Transformasi dari tokoh kharismatik kepada tokoh kinerja. Akan ada transformasi bahwa masyarakat semakin mengutamakan tokoh yang berbasis kinerja dari pada tokoh yang berbasis kharisme. Dan, ini merupakan salah satu perspektif penting dalam komunitas urban. Karena itu di sini ikatan-ikatan primordial seperti suku bisa jadi tidak relevan.
-          Keempat, Transformasi dari orientsi kekuasaan kepada orientas kepepemimpinan. Bahwa politik tidak bisa lagi dipersepsi sebagai sarana untuk mengejar ambisi kekuasaan. Itu tidak akan mendapat tempat di masyarakat, seiring dengan realitas-realitas baru.
Berdasarkan realitas tadi saya percaya bahwa partai yang akan memenangankan pemilu mendatang bukan lagi partai yang canggih dengan operasi politiknya, tetapi partai yang hadir dengan gagasan yang inovatif dan solutif,  fresh idea, yang dapat membangun kembali rasa cinta dan bangga setiap warga negara kepada bangsa dan tanah air.
Ide-ide yang inovatif dan solutif  itu adalah ide-ide tentang the next Indonesia. Siapa yang bisa memiliki ide-ide tentang Indonesia masa depan, dialah yang akan memimpin Indonesia.
Sebelum masuk strategi selanjutnya untuk menang, kita perlu menjawab pertanyaan fundamental. Itu adalah “mengapa kita harus menang.” Jawaban dari pertanyaan fundamental itu, secara umum dapat disarikan ke dalam prinsip-prinsip berikut:
1.      Bahwa kehadiran kita sebagai pemimpin adalah matlabun jamahriiyun liiqadzi asya’b. Adalah tuntutan publik untuk menyelamatkan masyarakat ini bisa kita sebut dengan tuntutan sosial.
2.      Bahwa upaya-upaya penyelematan masyarakat itu merupakan kewajiban agama, tuntutan syariat Islam.  Ini bisa dikatakan sebagai tuntututan moral.
3.      Bahwa ada keniscayaan sejarah terkait dengan pergantian generasi. Ini bisa kita sebut dengan tuntutan sejarah. Bahwa sebuah generasi pasti akan digantikan oleh generasi berikutnya.
Sesudah itu semua, kita berbicara tentang bagaimana cara kita menang pada sisa tahapan selanjutnya. Setidaknya ada lima tema penting yang harus terus ada dalam kesadaran kita. Lima kesadaran itu menjadi semacam tonggak-tonggak yang bisa dijadikan pusaran bagi segala cara, upaya, untuk menuju kemenangan pada sisa tahapan berikutnya. Lima kesadaran itu adalah:
1.      Setelah image keterbukaan, pruralitas, kita perlu menukik lebih dalam kepada kesadaran publik, bahwa PKS adalah ruh baru kebangkitan Indonesia. PKS adalah ruh baru dan tulang punggung kebangkitan bangsa Indonesia.
2.      Mempertahankan posisi PKS sebagai news maker, opinion leader dan trend setter. Karena itu, dalam konteks ini kita perlu mengartikulasikan secara lebih luas dan mendalam tentang the next Indonesia, dan the road map to the next Indonesia, step by step.
3.      Memperkuat wibawa intitusi partai. Melalui pengokohan struktur, soliditas dan leaderhsip, serta kekuatan jaringan yang menjangkau setiap jengkel tanah di Republik ini.
4.      Menebar pesona pribadi. Maksudnya, keberadaan kita sebagai kader, sebagai dai harus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam berbagai kerja-kerja politik dan dakwah kita.
5.      Menguatkan penerimaan dan dukungan internasional.
Pada akhirnya, segala cita-cita punya kadarnya untuk kita geluti prosesnya secara maksimal, tahap demi tahap. Tapi ia juga punya kadarnya untuk kita serahkan kepada Allah dengan penuh penghargaan dan doa yang jua maksimal. Sejarah Islam juga mengajarkan, betapa Rasulullah dan para pejuang pendahulu kita yang shalih, telah membuktikan, ketika umat Islam mengawali cita-cita dengan keyakinan iman, niat yang tulus, kerja yang tak kenal lelah, maka sesudah itu biasanya Allah sendiri yang mengambil alih sisa pekerjaan itu semua. Dan, memberi mereka kemenangan yang nyata, nasran aziza, dengan cara Allah sendiri.
Maka saya sangat yakin, bila kita memiliki keyakinan yang kuat, ketulusan niat, kebersamaan yang kokoh, dan kerja keras tanpa kenal lelah, nanti Allah juga akan mengambil alih sisa-sisa pekerjaan yang masih besar, lalu memberi kita kemenangan-Nya sendiri, bahkan sering melampaui batas-batas imajinasi kita, tanpa pernah kita mengerti.
Jangan pernah merasa kita akan bisa menyelesaikan pekerjaan ini sendiri. Tugas kita adalah menegaskan tekad dan memulai perjalanan. Setelah itu Allah akan membimbing kita hingga akhir perjalanan. Insya Allah.”
Tiga hari di Makassar, kampus Unhas dan UMI juga sempat kudatangi dan sekaligus silaturahmi dengan teman-teman sekampus yang mencari secercah ilmu di kampus itu. Kemudian aku segera pulang karena seluruh rangkaian kegiatan Gebyar Budaya belum selesai.




Lembar 23

 Mengepung Cinta

Sukma nama gadis itu, tak pernah kulihat sejak ia menginjakan kaki dari Universitas Muslim Indonesia Makasar saat berlibur di kampung halaman. Kumengenalnya saat dibangku SMA itupun hanya saya yang mengenal dia. Dianya tidak mengenal saya karena berbeda kelas 2 tingkat. Hanya tak butuh satu jam saya telah bisa cintai dia dihatiku. sejauh ini tatapan mataku masih tidak sopan juga. Kulihat dia terakhir saat terbangku ke Makassar mengikuti pertemuan besar perkumpulan rahasia, dan saat jelajahi dua kampus Makassar Unhas dan UMI sekejap  kumenatapnya dan dari situ malailah esprimen berani yang membuat semua orang tak percaya kalau ini benar-bernar terjadi.
Baru sehari ia melepaskan rindu dengan keluarganya. Aku sudah siapkan pasukan untuk mengepung cinta. Ayah, Paman dan semua simpul keluarga kaget mendengar rencanaku, anehnya tak ada yang melarangku. Pak haji hingga Iman Mesjid sudah kumintai kesiapan mereka untuk datang melamar. Hanya satu pertanyaan ini. yang membuatku pusing mencari jawaban :
“Bagaimana dengannya sudah sejauh hubungan kalian ada kalian”
Ada lagi yang menambahkan:
“Semua orang tua pasti bahagia anaknya dilamar tetapi orang tua juga tak ingin memaksa anaknya untuk menikahi orang yang tidak di cintainya”
Jujur, sebenarnya ini esperimenku untuk teori alur perayaan cinta yang kupahami dari catatan Salim Affilah dalam bukunya nikmatnya pacaran setelah pernikahan.
Begini katanya:
“Saya lalu teringat pada beberapa undangan Falimah di atas meja yang mencamtumkan ayat Allah Surat Arrum ayat 21 “dan di antara tanda-tanda kekuasaanya ialah ia menciptakan untuk kalian dari angfus (jiwa-jiwa kalian) yang sendiri, azwaaf (pasangan hidup), supaya kalian ber-sakinah kepepadanya, dan sendiri, azwaaj (pasangan hidup), supaya kalian ber-sakinah kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian  mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Saya pikir, inilah yang kita punya. Inilah mahaj yang seharusya kita  jadikan plot (alur) dalam merayakan cinta. Sedihnya, kebanyakan mereka yang mencantumkan dengan tinta emas di atas undangan mewah tak  menghayati maknanya. Ringkasnya, ada beberapa kata kunci yang saya tangkap dari ayat ini.
1.      Min anfusikan. Dari jiwa-jiwa kalian. Artinya, hal pertama yang dibicarakan Al Quran tentang pernikahan dua manusia adalah kesejiwaan. Ruh itu, kata Nabi seperti tentara. Jika kode sama, sandinya nyambung, meskipun belum saling melihat mereka pasti bersepakat. Jika tidak, ya tembak dulu, urusan belakangan. Kodenya saja suah nggak nyambung sih. Nah, apa sih kode dan sandi untuk ruh? Komitmen kepada Allah dan agamanya. Itu saja. Itulah kesejiwaan. Dave dan Elizabeth menunjukkan pada kita bahwa sekedar komitmen untuk membina ruamahtangga bahagia saja bisa sedemikian kuat. Apalagi komitmen yang lebih besar seperti kesamamaan visi untuk memperjuangkan agama Allah?
2.      Azwaajan. Pasangan hidup. Tak berlama-lama, sesudah kesesuaian jiwa. Al Quran segera mengatakan bahwa mereka menjadi suami isteri. Saya tergelitik dengan  pesan Dave yang mengisyarakatkan kuatnya komitmen mengalahkan kekanak-kanakan jiwa. “Orang selalu berpikir”, kata Dave, “Bahwa kita harus mencari pasangan yang tepat, maka hubungan akan berhasil, Aku ingin katakana, berhentilah mencari orang yang tepat, dan jadikan orang disamping anda yang memang hebat itu menjadi orang yang tepat!” Dave mengajari kita menjadi hebat itu menjadi orang yang tepat!” Dave mengajari kita menjadi manusia yang lebih tinggi, manusia yang ‘menjadikan’, bukan sekedar ‘mencari’. Dan Dave benar. Ada dua hal di dunia ini. Menikahi orang yang dicintai atau mencintai orrang yang dinikahi. Yang pertama hanyalah kemungkinan, Sedangkan yang kedua adalah kewajiban.
3.      Litaskunuu ilaihaa. Supaya kalian tenteram, tenang, padanya. Unik sekali. kata hubung yang dipakai adalah huruf lam (li) yang kesejiwaan, maka otomatis seorang suami akan merasakan ketentraman pada suaminya. lhoh, kok banyak rumahtangga tidak sakinah? Mungkina karena tidak dimulai dari kesejiwaan sehingg untuk sekedar tenteram saja ikhtiyarnya harus luar biasa keras. Apa sih sakinah itu? sederhananya, sakinah inilah yang menyebabkan pernikahan disebut separuh agama seseorang. denganya seoarang insan bisa mengoptimalkan potensinya untuk menjadi ‘Abdullah (hamba Allah), dan khalifah (pengelola nikmat-nikmatNya untuk kemaslahatan alam semesta). Tenteram karena gejolak syahwat telah menemukan saluran yang halal dan thayyib, tenang karena ada sahabat lekat yang siap mendukung perjuangan.
4.      Wa ja’ala bainakum mawaddatan. kemudian ada yang harus diproses, diupayakan, yakni mawaddah, apa itu mawaddah? Wah, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris memang kekurangan kosakara untuk cinta. Hanya cinta dan love. Padahal bahasa Arab punya empat belas. Nah, saya membandingkan pemaknaan Ibnul Qayyim Al Juziyah terhadap mawaddah dalam buku Raudhatul Muhibbin denga salah satu jenis cinta yang disebut Erich Fromm dalam The Art of Loving sebagai cinta yang erotis-romantis, Nah, ternyata bisa diselenggarakan Jadi mawaddah adalah cinta erotis-romantis. Bentuknya bisa ekspresi yang paling bathin sampai paling zhahir, dari yang sifatnya emosional hingga seksual. Inilah mawaddah.
5.      Wa (ja’ala bainakum) rahmatan. Yang harus diusahakan bukan Cuma mawaddah tapi juga rahmah. Ini juga cinta lho, bukan sekedar kasih saying. Cinta yang bagaimana? Cinta yang seperti lagu, kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia. He he, jadi ingat waktu TK. Inilah cinta yang memberi bukan meminta, berkorban bukan menuntut, berinisiatif, bukan menunggu, dan bersedia, bukan berharap-harap. Erich Fromm menyebutnya cinta keibuan.
Nah, sekilas inilah alur perayaan cinta yang dituntunkan Al Qur’an, Jika kita mendesain perayaan cinta dengan plot ini, tanpa bermaksud lancing pada Allah saya berani menjamin bahwa dalam pernikahan kita bisa menemukan Bahagianya Merayakan Cinta, buku saya yang keempat itu.
Nah, kok banyak pernikahan yang error? Biasanya karena poltnya kacau. Pernikahan tidak mulai dengan kesejiwaan tapi justru denga mawaddah. Sebelum menikah mereka sudah menikmati cinta yang erotis-romantis. Entah apa namanya. Pacaran. TTM. HTS. Semuanya adalah mawaddah. Tanpa sakinah, apalagi rahmah.
Perhatian, kado, bunga, coklat, kedekatan, khalwat, bersangkutan, pandangan. Itu semua mawaddah. Bahkan sms berisi nasehat “Bertaqwalah pada Allah”, missed call tahajjud, hadiah buku dan kaset nasyid berjudul Jagalah Hati, dan seterusnya, itu juga mawaddah. Bentuknya saja yang berbeda. Yang satu bunga dan coklat valentine. Yang lain buku dan kaset da’wah. Tetapi sensasi yang dirasakan oleh pemberi dan penerima sebenarnya sama: mawaddah. Demi Allah, silakan pasang ECG (Electro Cardiograph) di jantungnya dan EEg (Electro Encephalograph) di otaknya. Sinyal yang dihasilkan persis. Artinya sensasi yang dirasakan sama.
Nah, hati-hati dengan mawaddah. Biasanya meski engkau wahai aktivis da’wah, memulai dengan kesejiwaan, coba-coba mencicipi membuat segalanya berantakan. Celakalah mereka yang menikmatinya mawaddah sebelum waktunya!
katakan, Aamiin..!”

Tembak dulu, urusan belakangan dan kami memang keluarga jentel, Ayah paling semangat dan Pamanku malah menjamin keluarga tak akan malu kalau aku di tolak. Kakak Ipar profokator yang mengharapkanku punya pasangan orang sepulau. Kakak paling tak mau aku menyebut gadis diluar pulau dan eksperimen inilah jawaban jodohku.
 Tapi sialnya pertahanan dan keyakinannku seperti nasehat ustad Salim Afilah itu kendur. Pak Bunganae tetangganya malam itu kudatangi dan sama seperti yang lain ia terus menembakku dengan pertanyaan yang membuatku pusing mencari jawaban ditambah dengan:
“Dia itu emas di desa ini”.
Wah! Emas, berapa karat ya.
 Dan pelanggaran itu pun terjadi aku menghubunginya. Alur cintaku jadi berantakan.
Ada dua sikap saat bertemu cinta
Yang pertama adalah jatuh cinta
Yang kedua adalah bangun cinta
Padamu aku memilih yang kedua
Dan besok aku akan datang melamar.

Sampai  tertidur aku di kamar depan pak Bunganae  menunggu jawab darinya. Dan saat bunyi sms darinya membangunkanku ,virus aneh menggerogotiku ditambah dengan nada sms yang bunyinya seolah menyuruhku jangan membaca sms itu. Dan itu berhasil membuatku mematung lama. Baru setelah kuucapkan Basmallah dan kubasu mukaku dengan keringat di tanganku ku klik tombol Read
Nanti’
Hanya satu kata, hemat sekali ia memakai pulsa. Tapi ajaib, kata itu telah melejitkan kedewasaanku tentang cinta. Sambil terus menjaga agar tak ada mawaddah, karena nanti aku akan datang lagi.
Semua orang yang tahu kalau aku tak jadi maju terlihat tersenyum sambil menebak bahwa aku ditolak. Anehnya aku juga malah bangga dengan ketidakjelasanku. Kata nanti dari gadis yamg tidak mengenalku itu tak dapat kujadikan pegangan. Tapi benar-benar kuakui bahwa kata nanti adalah jawaban atas keadaanku yang belum wisuda.
Dan nanti, mesti gadis itu ditakdirkan tuhan tak ada kesejiwaan denganku. Eksperimenku akan kucoba terus sampai kutemukan bahagianya merayakan cinta.











Lembar 24
                      Janjiku

“Tulis pengalaman adik-adik dalam sebuah cerpen. Buat cerpen itu semenarik mungkin karena insya Allah saya akan meminta pak Ahit yang menangani kolom sastra di Kendari Pos untuk menerbitkan cerpen terbaik dari kalian”.
Siswaku benar-benar termotivasi dengan janjiku. Nur Rahmah adik cantik itu menyetor lebih cepat dalam bentuk ketikan computer yang belum di sunting berikut.
MENAKJUBKANNYA HIDUP
Hari ini aku mengalami yang menakjubkan dan itu malah membuat aku flu,aku tau kalian pasti bartanya-tanya apa itu?Baiklah akan aku ceritakan.
Pagi itu aku,kak Isna,kak Anca,kak Ammi,dan kak Iwan akan pergi jalan.Saat dalam perjalanan akau melihat tempat bermain yang menarik perhatianku namanya Snow World.Aku tidak tau kenapa seperti ada sesuatu yang menarikku untuk pergi kesana,kulirik kakak-kakakku sepertinya sama denganku seperti tersihir untuk pergi ke tempat itu,”sebenarnya tempat apakah itu?”tanyaku dalam hati.
Akhirny aku dan kakak-kakku memutuskan untuk pergi ke tempat itu.Kami membeki tiket lalu antri bersama orang-orang yang aku perhatikan juga penasaran sepertiku.Kami diberikan sebuah jeket yang aku rasa cukup tebal dan sapasang sarung tangan tapi ada juga orang yang kau perthatikan dari gayanya mungkin anak kuliahan yang tidak amu memakai jeket dan sarung tangan tadi,dia bertanya untuk apa sebenarnya jaket dan sarung tangan itu?Sebenarnya aku juga penasaran buat apa benda itu tapi aku tidak ingin bertanya karma aku sudah sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya ada didalam taman bermain itu.
Saat aku memasuki pintu pertama dari taman bermain itu aku belum merasakan apa-apa tapi hatiku sudah penasaran dengan apa sebenarnya ada dalam taman bermain tersebut.
Saat tiba giliranku untuk masuk pada pintu kedua karena memang ada dua pintu masuk dari taman bermain tersebut aju melangkahkan kakiku denga gugup dan saat aku masuk ke dalam ruangan itu aku merasakan sesuatu yang menakjubkan dan ruangan itu membuatku menggigil.Tahukah kalian kenapa aku begitu takjub?Karna di dalam ruangan itu penuh dengan es dan salju.Kuperhatikan sekitarku dengan seksama dan dapat kurasakan keindahan tempat itu.Banyak sekali patung-patung yang terbuat dari es yang membuatku terpana kecantikannya.
Kulangkahkan lagi kakiku untuk berjalan menyusuri tempat itu. Udara dingin segera menyerang tulang-tulangku bayangkan!! Suhu udara dalam ruangan tersebut -18 derajat tapi aku tidak akan menyerah pada dingin karena ada sesuatu yang aku rasa seperti sihir menarikku untuk tetap masuk dan menyusuri tempat itu.Sekilas kulihat kakak-kakakku dan juga orang-orang yang tadi masuk bersamaku sepertinya mereka juga sama dengannya merasa takjub pada pemandangan yang ada di depan mata mereka.Tapi,tunggu ada yang kurang “tapi apakah yang kurang itu?”tanyaku dalam hati.”Ah aku atau”kataku dalam hati,orang yant tidak mau memakai jaket dan masuk bersamaku pergi kemana?”tanyaku dala hati.lama kelamaan aku menjadi cemas juga “apakah terjadi sesuatu padanya karma tidak tahan denga dinginnya tempat ini karena tadi dia tidak memakai jaket dan sarung tangan,tapi tunggu aku samar-samar mendengar suara memanggil-manggil “hei..Hei..Tunggu aku”kata orang yang yang memanggil-manggil itu, segera aku mencari asal suara itu dan tahukah kalian suara siapakah itu?Ternyata itu suara orang yang sedari tadi aku khawatirkan,uuh betapa leganya aku dia tidak apa-apa.Setelah ditanya kenapa dia menghilang ternyata untuk ambil jaket dan sarung tangan karma dia tidak bisa menahan dinginnya ruangan tersebut.”Dasar bikin orang lain cemas aja”kataku dalam hati.
Ditengah perjalanan ada luncuran yang menghubungkan denga salju yang ada dibawahnya.Tanpa ditunggu-tunggu lagi aku segera meluncur kebawah dengan menggunakan luncuran tapi tapi lucunya saat kami meluncur kami smua saling bertabrakan mungkin karma luncuruannya yang tidak terlalu bagus tapi walaupun begitu kami kami tetap senang dan aku malah menggangp itu lucu. Sesampainya dan juga pemandangnnya sangat berbeda dar tepat sebelumnya.Aku hanya terdiam memandangi sekitarku putih yang sangat halus sehingga akupun tidak tega menginjak butiran-butiran putih-putih yang sangat halus  sehingga akupun tidak tega untuk menginjaknya, aku hanya bisa berkata dalam hati “inikah salju?”.Karna asik menikmati pemandangan aku terkaget saat ada yang tida-tiba menarikku tanganku.
aku fikir siapa yang iseng membuat aku kaget dan refleks aku teriak “ hei,kamu kurang kerjaan ya?Pakai acara ngerjain aku segala lagi”setelah mengatakan itu aku baru sadar ternyata yang menarik tanganku tadi adalah kak Ammi yang mau mengajakku untuk foto bersama pengunjung lain karna tadi aku berteriak kontan semua pengunjung melihat ke arahku dan tersenyum melihat tingkahku tadi hal itu membuat aku malu banget dan tanpa aku sadari mukaku sudah berubah menjadi merah seperti buat tomat yang masak dengan baiknya.Akupun segera meminta maaf kepada kak Ammi soal tadi,betapa leganya aku saat orang-orang yang tadi memperhatikan aku sudah kembali menggeluti pekerjaannya masing-masing.Karena sudah tidak tahan dengan dinginnya tempat tersebut kamipun memutuskan untuk segera keluar dari tempat tersebut.
Bagusnya tempat bermain ini adalah selama kita tidak meninggalkan areal bermain kita masih kita masih tetap bisa masuk ke dalam ruangan tadi.Karna masih penasaran akhirnya aku memutuskan masuk lagi ke tempat itu tapi kali ini sendirian.Pertamanya sih aku takut tapi aku beranikan diri untuk masuk dan untungnya didalam dengan orang yang masuk bersamaku tadi lalu diapun langsung menyapaku.
“Hai…”sapanya padaku
“Hai…Kamu orang yang tadi masuk ke sinikan?”tanyaku padanya
“ya itu aku, klu boleh tau nama kamu siapa”tanyanya
“Namaku Nur Rahmah tapi kamu bisa panggil aku Rahmah, kalau nama kamu siapa?”aku balik bertanya padanya
“Namaku Rizal,btw kamu kuliah dimana?”tanyanya padaku
“Hmm…Aku masih sekolah”jawabku karma aku memang masih SMP tapi kok aku dibilang sudah kuliah berarti aku muka tua dong?Hu…Hu…Hu…Sedihnya aku.
“Oh masih sekolah ya?sekolah dimana?lagi liburan ya?Sorry ya pertanyaanku banyak banget”katanya padaku
“Tidak apa-apa kok,iya aku lagi liburan dan aku sekolahnya di Kendari”segatu aja sih jawabku
“Dari Kendari ya,kalau begitu salam kenal teman baru”katanya padaku
Aku hanya senyum-senyum aja sama dia,”nih orang cepat akrab ya sama baru”kataku dalam hati.
Saking asiknya cerita aku tidak sadar ternyata kami sudah sampai di depan luncuruan tadi.Kami pun lalu turun bersama-sama ke bawah.Sesampainya dibawah hawa dingin mulai menyerang lagi tapi aku masih menyempatkan diri untuk bermain ayunan yang ada disana.Setelah puas bermain akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari tempat itu dan tentu saja sebelum aku keluar aku pamitan dulu dengan Rizal karma sepertinya dia masih betah didalam tempat tersebut.
Saat aku keluar ternyata kakak-kakakku sudah menunggu dan langsung bertanya
“Kenapa lama sekali?”tanyanya padaku
“maaf soalnya tadi betah didalam hmmm…Lapar nih makan yuk”ajakku
“Ayo aku juga sudah lapar nih,kalau begitu cepat beres-beres lalu kita pergi makan”kata kak Ammi
Akhirnya kami semua memutuskan untuk segera pergi makan malam karena perut kami semua sudah mulai keroncongan dan berteriak minta diisi perutku aja teriak “tolong cepat isi kami,kami sangat kelaparan”.Setelah makan malam kami langsung pulang,sesampainya dirumah aku segera pergi kekamar dan merebahkan badanku diatas kasur yang empuk. ”Ah…….Lelahnya”kataku dalam hati tapi walaupun aku sangat lelah aku sangat senang karna hari ini aku sudah mengalami banyak kejadian menakjubkan mulai dari lihat yang namanya Salju walaupun itu hanya kejadian menakjubkan mulai dari lihat yang namanya Salju walaupun itu hanya buatan tapi tetap ajakan salju dan aku juga bisa bertemu teman baru.Mataku mulai terasa berat akupun memutuskan untuk segera tidur,tidak lupa sebelum tidur aku berdoa mengucapkan banyak terima kasih kepada Allah SWT karma dialah aku bisa mengalami banyak kejadian seperti tadi lalu kupejamkan mataku akhirnya akupun tertidur dan jatuh dalam dunia mimpi yang indah tentang pengalaman hari ini.Semoga besok dan kapanpun akan selalu ada kejadian menakjubkan seperti hari ini.
Adik Nur Af’idah Anas menulis serius pengalamannya ini.
Anak TK Super
Teng….teng…teng…! Bel pulang TK Pembina Kendari berbunyi. Saatnya mahluk-mahluk kecil keluar ruangan. Dengan wajah polos dan langkah kecil, mereka keluar dengan gemuruh mencari penjemput masing-masing. Itu jam menunjukkan pukul 11.00 WITA. Semua teman-temanku sudah pulang meninggalkan sekolah. Aku pun bingung mengapa jemputanku tidak ada ? Salah seorang guruku pun menemani aku menunggu jemputanku.
“Mengapa jemputanku tidak kunjung datang?”tanyaku dalam hati. Guru yang tadi menemaniku pun sudah pulang meninggalkanku sendiri karena ada urusan. Akhirnya aku pun memutuskan untuk berjalan mengelilingi wilayah sekitar sekolahku itu. Tiba-tiba aku meliha seorang anak perempuan yang mungkin sebaya denganku saat itu yang sedang bermain sendirian. Kuajak dia berkenalan dan ternyata namanya Putri. Itu merupakan nama yang bagus. Kami pun bermain bersama hingga tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 WITA.
Kembali aku bertanya dalam hati, “mengapa penjemputku tidak kunjung datang?”Aku pun memutuskan untuk pulang sendiri dengan berjalan kaki dari sekolah sampai ke rumahku. Entah aku kerasukan setan apa saat itu, sehingga dapat berpikiran seperti itu. Aku masih seorang bocah TK, apakah sanggup dan berani berjalan dari daerah Wua-wua hingga Kampus Baru?.
Dengan gagah berani aku melangkah meninggalkan rumah Putri. Aku berjalan ditengah keramaian kota, dibawah terik matahari, dan melewati pinggir-pinggir toko. Tanpa rasa takut aku berjalan menelusuri jalan yang panjang. Saat itu aku merasa menjadi anak TK super.dan syukurlah aku selamat, hingga aku bertemu penjemputku di persimpangan jalan menuju kompleks rumahku. Dalam hati aku bergumam, “mengapa penjemputku harus datang keika aku hampir menyelesaikan perjalanku superku?”
Setibanya dirumah, terlihat ibuku cemas. Maka langsung aku peluk ibuku. Penjemputku pun menceritakan apa yang terjadi padaku. Maka ibuku langsung menasehatiku namun seraya mengomel padaku. Aku pun merasa senang karena tiba dirumah dengan selamat dan bias menjadi anak TK yang super. Terima kasih Ya Allah. Alhamdulillah.
Dan sang juara satu umum di MTs tempatku honor itu menulis dengan gambaran yang seolah kita ikut melihat langsung apa  yang dialami adik Nur Fadhilah ini.
Adik yang Dinanti-nanti
Ba’da Ashar, kepanikan melanda rumahku. Kakakku akan melahirkan. Aku tersentak, kaget, dan takut. Semua menjadi panik. Tak tahu harus berbuat apa. Ditambah lagi, hujan deras yang tak kunjung henti. Akhirnya, ibuku dengan suara gemetarnya, meminjam mobil dari teman dekatnya. Sungguh dia adalah ibu dari teman kecilku.
Mereka akhirnya memboyong kakakku ke dalam mobil kulihyat, wajah pucat kakakku mengiringi langkahnya ke dalam mobil. Aku ingin ikut, tapi keadaan tidak memungkinkan.
Setelah berganti pakaian, dengan taksi, aku ke rumah sakit bersama kakakku yang lain. Suaminya mengikuti kami dari belakang. Wajahku pucat. Dengan gemetar, aku menelepon tanteku,  untuk memberi tahu apa yang terjadi sekarang. Mendengar suaranya, aku tahu, dia sama sepertiku.
Tiba di rumah sakit, dengan langkah cepat, kami bertiga menaiki tangga rumah sakit. Terlihat ibu dan suami kakakku duduk dengan wajah tenang di kursi tunggu. Aku langsung mencari kakakku. Perasaanku lega, melihat kakakku masih berjalan-jalan menyusuri lorong-lorong rumah sakit.
Aku terduduk diam di samping ibuku, sambil menyaksikan anak-anak kecil bermain di tangga-tangga rumah sakit.
Waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 WITA. Adzan Maghrib sudah berbuny, ketika aku memasuki ruangan VIP yang telah dipesan oleh ibuku. Kekaguman mulai mengelilingiku ketika kakiku melangkah masuk ke ruangan itu. Sungguh bagus, batinku.
Seprei putih menghiasi tempat tidur rumah sakit yang begitu sakit empuk. Bunga tertata di atas meja. Itulah sekilas yang bisa kulihat saat itu.
Dengan cepat, aku mengambil air wudhu. Baru kali ini rasanya, aku sholat dengan suasana yang begitu hening. Tidak asa satu suarapun yang mengganggu. Setelah sholat, aku mengangkat kedua tanganku dan berdoa kepada Allah, agar memudahkan proses kelahiran adikku nanti.
Selesai berdoa, terdengar suara bayi menangis yang begitu menggema di telingaku. Aku tahu, itu suara adikku. Adik yang selama ini ku nanti-nanti. Dengan segera, aku melipat mukena dan memakai jilbabku. Dengan setengah berlari, aku menyusuri lorong-lorong rumah sakit menuju ruang persalinan. Ternyata benar, itu suara adikku.
Alhamdulillah, adikku lahir dengan selamat. Wajahnya begitu putih bersinar. Dengan wajah haru, aku memainkan tangan adikku yang masih berlumuran darah. Dia menangis sekencang-kencangnya sambil menggemgam kedua tangannya, sungguh memekakkan telinga.
Lalu aku berpaling ke belakang, melihat kakakku yang terbaring lesu. Tapi ia sehat. Terlihat jelas di matanya, pancaran kebahagian yang tiada tara. Siapa yang tidak senang melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik, dengan selamat? Itu adalah cita-cita setiap ibu di dunia ini.
Setelah darah yang melekat di tubuh bayi dibersihkan oleh suster, kami semua diperbolehkan kembali ke kamar. Kakakku di dudukkan di atas kursi roda oleh suster. Iapun diperbolehkan menggendong bayinya. Suster pula yang mengantarnya sampai ke kamar kami.
“Saatnya makan malam!!!”, kataku. Nafsuku untuk makan malam makin meluap, ketika melihat sekantung ayam KFC terletak di atas meja. Apalagi perutku sudah minta diisi. Akhirnya kami semua makan malam. Seperti tidak pernah makan berhari-hari. Itu adalah acara makan malam yang tidak punya etika sama sekali.
Ba’da Isya, kami dikurangi oleh para tamu. Semuanya terlihat gembira melihat adik bayi yang tertidur pulas. Aku yakin, mereka tak akan datang dengan tangan kosong. Firasatku benar, mereka semua membawa kado super besar untuk adik bayi. Akupun mencoba mereka. “Kira-kira... apa ya isi kado itu?”. Pikirku.
Akhirnya, menjelang pukul 09.00 malam, para tamu sudah pulang, itulah yang kutunggu-tunggu. Aku capek mendengar ocehan mereka. Bikin ribut saja, batinku.
Harus kuakui, aku tidak mampu lagi menahan mataku yang sudah ingin tertutup. Aku sangat capek hari ini. Dengan malas, kaungkat badanku menuju tempat tidur. Sungguh empuk. Menyaingi empuknya Spring Bed rumahku. Aku akan tidur nyenyak malam ini dan semoga bisa bermimpi indah tentang adik bayi.

Dan inilah janjiku, pelajaran yang sangat penting bahwa jangan pernah lupakan janji pada siswa karena mereka akan terus menagih. Di sekolah ini bebanku sama dengan pegawai negara, menangani tujuh kelas termaksud lima kelas yang siap ujian itu.
  Dua kelasnya kelas tujuh. Di sini, gambaran  guru paling sabar harus ditunjukkan saat menghadapi anak-anak yang paling bandel.
Lembar 25
Opini Kelas Dunia

TENTANG SURGA  NYATA DI WAKATOBI, SURGA ITU PETUNJUK
Tulisan ini dibuat sebagai bentuk apresiasi kepada bupati wakatobi yang terus menorehkan prestasi dalam berjuang demi kemajuan daerah yang dipimpinnya. Ditangannya, sekarang Wakatobi dalam ruang public terus mewacana. Saat ini semua mengakui perkembangan yang cukup membanggakan dari kabupaten baru itu, bahkan  dalam kepemimpinannya kemajuan itu bukan hanya dapat dirasakan oleh  kabupaten itu sendiri tapi juga propinsi Sulawesi Tenggara jadi terkenal dan punya eksistensi ditataran Nasional bahkan Internasional  karena Keindahan Taman Laut Wakatobi. Terlebih lagi saat bintang kehormatan penghargaan Satyalancana Pembangunan dari presiden RI dianugrahkan untuknya pada 17 Agustus 2008 lalu seakan melengkapi keberhasilannya. Namun tidaklah setiap buah kesuksesan itu dikatakan sempurna jika tidak ada hambatan-hambatan dalam proses meraihnya. Seperti itu jugalah proses perkembangan Wakatobi saat ini, paling tidak ada beberapa hal yang mempengaruhi perkembangannya antara lain: satu, medan dan kondisi alam kabupaten yang terdiri dari pulau-pulau menyulitkan jalur pelayanan birokrasi kepada masyarakat. Kedua, adanya ketidakseragaman pemahaman public tentang arah pembangunan yang menjadi visi pemimpin saat ini. Ketiga, adanya unsur birokrasi pemerintah baik legislatif  maupun dalam tubuh eksekutif itu sendiri yang sulit menyeimbangi kinerja dan manufer yang dilakukan oleh bupati.

Bagi saya sebagai pribadi maupun sebagai pengurus Forum Studi Dan Silaturahim Mahasiswa Tomia yang mencoba mengkaji perkembangan tanah kelahirannya, dari gambaran yang diamati selama ini berani menarik benang merah bahwa permasalahnya berpangkal pada kurangnya kesadaran dan keyakinan bersama akan terwujudnya potret kehidupan masyarakat Wakatobi seperti dalam benak pemimpin  yang tertuang dalam visi misinya. Dalam dialog budaya salah satu item kegiatan akbar gebyar budaya yang diselenggarakan oleh FOSSMAT Kendari 29 juli 2008 lalu, kepada kepala dinas pariwisata dan kebudayaan peserta menyatakan kesangsiannya akan tercapainya visi misi pemerintah saat ini, bahkan masih ada peserta yang mempermasalahkan kata ‘Surga’  dalam penggalan “Surga Nyata Bawah Laut” yang sering digaungkan pemerintah.
Surga dalam pemahaman kita adalah sesuatu yang fatamorgana, keberadaannya diyakini hanya ada di akhirat setelah episode dunia ini usai. Lalu kenapa kata itu dipolemikkan hanya karena dipakai dalam mengganti ‘keindahan taman laut’, jika  itu terus ada maka yang akan kita capai hanyalah kemunduran. Tapi seiring waktu dengan sendirinya polemik itu tenggelam oleh perkembangan pembangunan yang ada saat ini. Permasalahan yang ada kemudian adalah lemahnya keyakinan dari semua pihak yang menjadi subyek pendorong lajunya pembangunan. Sejala itu dapat terlihat baik dari unsur masyarakat yang kurang semangat dalam merespon setiap program pemerintah yang diserukan, dari pihak mahasiswa yang kurang menyiapkan diri untuk bermoral baik dan bermental intelektual dan kurang kreatif dalam bidang kajian keilmuanya untuk proaktif mengangkat nama baik daerahnya serta dari unsur pemerintah sendiri yang terkesan membuat jarak dan level kehidupan didalam masyarakatnya sendiri.

Untuk menumbuhkan keyakinan itu, banyak hal yang secara nyata dapat kita saksikan perlahan-lahan mengarah pada terwujudnya surga nyata itu sendiri. Dalam pemahaman saya surga itu petunjuk, ia lahir dari wujud  petunjuk. Jadi surga nyata di dunia itu adalah petunjuk, hal itu pulalah yang selalu diminta oleh kaum muslim dalam surat pembukaan Alquran yakni Al fatihah agar kita diberi petunjuk bukan diberi surge. Di Wakatobi setidaknya ada dua petunjuk yang dengan petunjuk itu telah mengantarkan kemajuan daerah ini hingga saat ini dan  pada masa yang akan datang.
Pertama, bahwa Wakatobi memiliki keindahan terumbu karang nomor satu di dunia. Inilah yang menjadi inspirasi besar sebagai kekayaan yang harus ditindaklanjuti dengan cerdas. Memaksimalkan kekayaan itu untuk kemaslahatan hidup masyarakat adalah salah satu jalan menggapai surga yang nyata.
Kedua, Bahwa Wakatobi memiliki kekayaan budaya yang masih terjaga dengan baik utamanya dalam disiplin tradisi  lisan. Ini juga sebuah petunjuk awal saat Wakatobi ditetapkan sebagai tuan rumah pelaksanaan Seminar Internasional VI dan festifal tradisi lisan setelah mengungguli beberapa propinsi yang menginginkan menjadi tuan rumah pelaksanaan seminar tersebut, out put seminar itu diharapkan dapat  merekomendasikan lahirnya Badan Ketahanan Budaya. Jika ini sukses dilaksanakan pada tanggal 1 hingga 3 Desember 2008 nanti maka satu lagi petunjuk yang tidak boleh kita sisa-siakan. sebagai mahasiswa kita harus memaksimalkan kretifitas kita untuk mensukseskan agenda besar itu dimana pun kita berada.

  Saya berharap semua pihak yang ada di Wakatobi dan dimanapun putra daerah ini bermukim, mulai saat ini dapat melakukan upaya-upaya pencerahan kepada masyarakat untuk membangun keyakinan bersama bahwa kehidupan sejahtera dan maju dalam berbagai bidang dapat kita raih jika kita memanggil potret hidup yang kita yakini itu dimulai dari dalam benak kita semua. Dan mari pula dikesempatan bulan penuh berkah ini kita saling mendoakan, dan terutama kita doakan pemimpin kita. Jangan sampai dalam doa-doa kita selama ini kita sibuk mendoakan pribadi kita tanpa mau mendoakan pemimpin dan pemerintah kita, walallhu a’lam bishawaf.


Peluang Menata Peradaban Emas Wakatobi
Momen pelaksanaan seminar internasional tradisi lisan ke VI yang di pusatkan di Wakatobi pada tanggal 1-3 Desember nanti adalah peluang emas yang 100 tahun  kedepan peluang ini belum tentu terulang lagi baik di propinsi Sulawesi Tenggara apalagi di kabupaten Wakatobi sendiri. Persiapan yang matang demi suksesnya kegiatan tersebut  tentu sangat dibutuhkan baik dari panitia pusat di Jakarta yang sudah terbentuk maupun dari propinsi terlebih lagi panitia di kabupaten Wakatobi. Bahkan tidak ada salahnya jika pemda maksimalkan alternatif anggaran biaya jika yang ada dalam alokasi belum mencukupi dengan sumbangan  pegawai negeri setempat  misalnya seperti pelasanaan MTQ di propinsi kemarin, itu semua demi maksimalnya kegiatan. Tapi yang terpenting adalah sumbangsi masyarakat  setempat  untuk menyiapkan  budaya pementasan dengan sungguh-sungguh tampa dikacaukan oleh pemikiran tentang apa yang mereka akan dapatkan dari pemerintah karena ini adalah kegiatan masyarakat yang difasilitasi pemda, berpikirlah tentang kehidupan generasi yang lebih baik kedepan dengan adanya kegiatan ini.

Mari sekilas kita menyimak dan memberi perhatian yang mendalam tentang kegiatan ini. Dilatarbelakangi oleh salah satu kekayaan kultural  masyarakat Indonesia sebagaimana sering diungkapkan orang, adalah apa yang biasa disebut Intangible Cultural Heritage (ICH). Salah satu perwujudan ICH yang penting adalah tradisi lisan. Sebagai produk kultural, tradisi lisan menyangkut hidup dan kehidupan komunitas pemiliknya, yang disampaikan melalui tuturan dan sebagainya ada yang kemudian diabadikan dalam naskah.

Sebagai produk kultural pula, tradisi bukanlah sesuatu yang statis tanpa perubahan dan perkembangan. tradisi selalu mengalami transformasi seiring dengan dinamika sosial masyarakat itu sendiri, baik transformasi isi, bentuk maupun keduanya dan diganti dengan tradisi yang baru yang dirasakan oleh masyarakatnya lebih cocok dengan situasi, kondisi dan minat yang berlaku.

Seminar ke VI ini mengetengahkan tema “Tradisi Lisan Sebagai kekuatan kultural Membangun Peradaban”.  Tema ini merupakan kelanjutan dari tema-tema yang telah diketengahkan dalam seminar-seminar sebelumnya yang mana setiap kegiatan ini diadakan selalu bersamaan dengan kegiatan Festifal Tradisi Lisan yang juga relevan dengan seminar. Di Wakatobi pelaksanan kegiatan ini juga dirangkaikan dengan pameran dan bazar di tepi pantai, peluncuran buku, dan yang tidak kalah menariknya adalah peserta dan siapa saja yang berkenan menghadiri festifal dapat bersama-sama melakukan studi wisata dan kunjungan ke pulau Hoga dan Tomia.

Dipilihnya Wakatobi sebagai tuan rumah bukan sesuatu yang tiba-tiba dan mudah. Meski terbilang bernasib mujur semua ini tidak lepas dari peran ketua umum Asosiasi Tradisi Lisan Sulawesi Tenggara bapak Dr. La Niampe, M.Hum. yang telah memberikan paparan awal secara ilmiah tentang memungkinkannya Wakatobi  menjadi tuan rumah penyelenggara, singkatnya kegiatan ini dibawah oleh beliau ke Wakatobi.
Sebagai generasi muda Wakatobi, bagaimana kami memandang moment ini jauh kedepan menuju kearah tercapainya kehidupan masyarakat Wakatobi yang lebih baik, adalah bahan yang menarik didiskusikan diselah-selah perkuliahan dalam forum kami, Forum Studi dan Silaturahmi Mahasiswa Tomia (FOSSMAT) Kendari. Kalimat yang menjadi judul tulisan ini kemudian menjadi topik yang memang menyadarkan kami bahwa moment ini adalah peluang menata peradaban emas Wakatobi.

Berangkat dari pengamatan tentang gerak pembangunan yang dilakukan pemerintah di Wakatobi saat ini lewat semua wacana di media dan melihat kenyataan langsung dilapangan, banyak hal memang yang menjadi pertanyaan mahasiswa tentang kemana sebenarnya pemerintahan ini membawa masyarakatnya melangkah. Tapi pertanyaan itu juga saya anggap sebagai keterbatasan kami memahami sesuatu yang dilakukan oleh orang tua kami sehingga yang ada kemudian hanyalah keyakinan bahwa pemerintah telah melakukan langkah yang benar. Dan jangan pula kita menutup mata dengan prestasi yang telah ditoreh oleh pemda hingga saat ini yang salah satunya adalah  bintang kehormatan penghargaan Satyalancana Pembangunan dari presiden RI dianugrahkan untuk kabupaten Wakatobi  pada 17 Agustus 2008.

Langkah awal untuk membangun image memang menjadi sebuah keharusan untuk daerah yang diupayakan menjadi daerah kunjungan wisata. Dengan harapan mewujudkan surga nyata bawah laut di pusat segi tiga karang dunia, mengekspos keindahan terumbuh karang dan semua kekayaan yang di miliki lautan Wakatobi memang menjadi pekerjaan urgen untuk cepat  dirampungkan. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah promosi keliling dunia dengan menghadiri seminar-seminar internasional, mendatangkan artis putri Indonesia dan wartawan  yang semuanya itu tidak cuma-cuma sementara rakyat terus menunggu investor yang akan masuk, kapan akan berakhir? Tapi sekali lagi ini adalah pernyataan dan sekaligus pertanyaan bodoh mahasiswa yang kurang memahami bahwa semua kesuksesan butuh langkah-langah untuk mencapainya.

Dan jawaban untuk tahapan langkah berikutnya telah ada di depan mata dengan adanya seminar tradisi lisan yang akan diselenggarakan tanggal 1-3 Desember 2008 nanti, harapannya kegiatan ini dapat menjadi langkah awal agar pemerintah juga mengekspos kekayaan di darat  selain mempromosikan keindahan bawah laut yang selama ini dilakukan. Potensi tradisi lisan Wakatobi sebagai kekuatan kultural adalah salah satu  kekayaan  masyarakat yang dengan ini mereka dapat membangun peradaban yang lebih baik.  

Apa yang dimiliki masyarakat Wakatobi hari ini dengan tradisinya adalah kekuatan hakiki yang harus dipertahankan dan dikembangkan secara alami seperti apa adanya dengan memberi perhatian pada komunitasnya yang biasanya telah masuk dalam kelompok minoritas dan termarginalkan karena berbagai sebab, baik internal maupun eksternal. Diharapkan kegiatan ATL ini dapat memberi sumbangan pemikiran dan temuan baru kepada pemda dalam membuat kebijakan-kebijakan yang tentunya kebijakan itu semua demi merancang peradaban yang lebih baik, jadi moment ini adalah benar-benar peluang menata peradaban emas Wakatobi. Sehingga kita semua berharap agar tidak ada kendala yang berarti dalam penyelanggaraannya nanti. Wakatobi jangan berharap jadi Bali kedua, berharaplah agar Bali belajar dari Wakatobi. Walallhu a’lam bishawaf.                                           
                                                Penulis : Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
               Ketua Umum FOSSMAT Kendari,  Pengurus Forum Lingkar Pena SULTRA

DUA TEKAD
Ketua Forum Lingkar Pena Sulawesi Tenggara di  culik untuk bisa mengikuti seminar internasional ini, walau kutahu resikonya besar kalau ketahuan ikhwan lain apalagi ustadz bahwa ada akhwat yang kubawah menyeberangi lautan.
Kalau saat itu aku sudah jadi Wakil Bupati atau paling tidak petinggi pemerintahan mahasiswa asal Wakatobi dan seluruh kampus Indonesia ini akan kutarik ke daerah untuk mengikuti seminar ini.
Saat hati-hati sekali 50 mahasiswa yang ikut di anak tirikan sebagai peserta tak di undang. Siapa lagi yang akan memikirkan daerah ini apakah peserta dari kota lain dan tamu-tamu luar negeri itu. Dongkolku dalam ronta yang diam.
Aku sendiri adalah panitia tidak jelas yang paling sibuk. Pak Sukamat, Bu Sari, dan Ketua ATL sendiri Bu Titi tidak pernah sungkang memintaku melalukan ini itu. Pak Slamet adalah yang sering memarahiku saat terlihat duduk nyaman sebagai peserta. Mereka akrab denganku karena sudah dua kali kutemani perjalanan Kendari Wanci dari awal survei tempat seminar ini. Sedangkan panitia daerah tidak menginginkan kehadiranku. Tapi karena itulah aku makin iklas bekerja.
Prof. Usman Rianse memulai kunjungan pertamanya setelah dilantik ke Kabupaten di Negeri pelangi Segitiga ini. Makalah yang di bawakannya memukau peserta. Berwibawa ia dipanelkan dengan Prof. Charles Jeurgens. Aku beberapa kali menepuk tepuk tangan menganggumi otak-otak cerdas itu walau kemudian mereka berdualah yang membuatku tidak tidur malam ini.
Usai Isya seksi mereka berakhir dan Prof. Charles panik ingin mengejar pesawat besok pagi karena agendanya di kota lain menunggu. Pak Sutamat menanyakan padaku kesiapan regiensi yang akan ditumpanginya. Berputar-putar aku memastikan itu kepada panitia. Dan akhirnya belum juga peningku saat Prof. Charles meminta ditemani kepelabuhan tempat Sped berlabu, aku tak sempat melihat wajah orang yang mendorongku untuk di duduk disamping Prof. Itu dalam mobil meluncur kepelabuhan.
“Can  you speek english?”  tanya Profesor Itu
 “Letter Sir.” jawabku
“Oh letter.” membenarkan bunyi ucapanku.
“From” tanyaku  sok lancar.
“Holland” jawabnya cerdas.
Selanjutnya aku tak tahu pertanyaan apa lagi yang menamparku hanya ‘yes dan yes’ jawabku. Tapi tidak juga terlalu parah karena usai itu panitia daerah yang tidak mengenalku berterima kasih banyak karena telah melancarkan tugasnya saat uang honor pemateri yang ia tidak harus dibahasakan bagaimana kubantu menyampaikannya.
Prof. Charles menjabat erat tanganku sambil berucap
“see you in Leiden” setelah bercakap lama tentang rencana studiku. Kemudian kami berpisah.
Pulang dari mengantar Prof. Charles giliran panelisnya Prof. Usman Rianse yang merepotkanku. Karena beliau, aku harus berbaring di kursi mobil istirahat hanya dua jam setelah usai rapat ATL pukul 12 malam karena pukul 2 malam nanti rombongan Rektor harus kembali ke Kendari lewat pasar wajo.
Waktu berangkatnya sudah molor dua jam dan permasalahan selanjutnya adalah pengemudi speed tidak ada yang temani dan aku lagi yang jadi penyumbat kegagalan itu. Ku temani Ali sopir sped itu untuk mengantar Rektor ke Pasar Wajo. Saat melaju orang tua kami kepala Biro Bapak La Otjo Oti sangat menyemangatiku untuk lanjut studi apalagi Rektor sudah tahu kalau aku adalah salah satu wisudawan terbaik tahun ini.
Pukul 9 pagi aku kembali bergabung sebagai peserta sekaligus panitia seminar tampa seorang pun tahu kalau pagi tadi aku sempat mengikan kaki di Pasar Wajo.
Klimaksnya bukan saat peserta menuju Pulau Hoga tapi bagiku adalah di saat dari tanganku ini bingkisan buku yang di serahkan ATL pusat. Ke Pemda pada penutupan acara itu berpindah ke tangan Bupatinya Ikan yang menjabat dua periode itu.
Sorot mata ribuan penonton tak melunturkan kepercayaan diriku. Sekilas kutatap mereka sebelum turun dari pentas sambil berpuisi.
Aku.....
Kalau sampai waktuku
Ku mau kalian sejahtera

Lembar 28
Nurlaela









Lembar 29
Tulislah Lagi
‘Lanjutkan  tulisan kalian’
 Lalu Profesor Muda mengirim sms itu ke Handpone Iky dan Agep usai membaca Nurlaela dan dua tekad Agep dalam leptopnya.
‘Sebentar mlm jngn lupa ba’da Isya di jam yg sama’
Terkirim dan handponenya kembali diletakkan.
“Abi mau ke rumah kakek? ikut ya.”
“Eh kenapa tidak salam dulu sebelum masuk ke ruang kerja Abi.”
“Oh. iya Afwan.”
“Terus kenapa cepat pulang”
“Guru les bahasa Arabku memintaku cepat pulang karena beliau masih punya urusan mendadak.”
“Kalau begitu suruh Aisya mandi dan segera siap-siap.”
“Ummi dan Farah juga ikut Yah?”
“Iya”
Anak tertua Profesor muda itu segera meleset ke kamar adiknya.
LYR
“Abi kenapa tidak pake mobil itu saja.”
“Itu kecuali untuk ke kantor.”
“Tapi Aisya suka naik mobil itu.”
Mereka lengkap satu keluarga bahagia di depan pintu besar rumah berlantai dua.
“Silahkan” Sapa sopir mempersilahkan keluarga itu masuk mobil.
Halaman luas rumah besar itu dua kali ukuran lapangan geungnya memanjang kebelakang, di tengah-tengahnya ada tugu mesjid. Pintu pagar dijaga satpam yang langsung membukakan mobil mereka, meluncur ke tengah-tengah ramainya kendaraan sore hari itu. Kediaman profesor muda tampak anggun berpagar besar segitiga tapi tepatnya berbentuk huruf A.
“Giliran siapa yang memimpin Almatsurat sore ini.”
“Ahmat lupa ya, sore ini giliran antum”.
“Oh ya pak baik”. Dan sopir keluarga  itupun membaca Almatsurat sambil mengemudi di ikut yang lainnya. Semua bersuara melantunkan doa sore hari kecuali Farah yang masih kecil. Belum sampai ketujuan bacaan Almatsurat sudah selesai.
“Alhamdulillah, Sampai juga. Itu tante Rahmi. Wah jilbabnya cantik ya” seru Mujahid sambil mempersilahkan Aisyah menatap keluar. Mobil yang meluncur dari bukit mempercepat mereka tiba di tujuan.
“Tidak usah antar saya”
Seru profesor pada sopirnya dan dibalas dengan agggukan
“Umi tidak usah tunggu Abi kalau pertemuannya sudah selesai langsung pulang. Kami bermalam di Huma malam ini.”
“Iya”  jawab istrinya sambil berjalan masuk ke rumah orang tuannya. Setelah bersalaman denagan mertua dan mencium Farah, profesor muda segera ke pantai. Dan menghidupkan pesawat pribadinya yang disimpan  dalam ruang berlantai Air laut.  Kemudian keluar dan terbang ke arah Bali setelah lepas landas.
Mendarat mulus dan parkir di sisi kanan gubuk nelayannya. Matahari kalah cepat karena saat profesor keluar dari pesawatnya, ia baru setengah membenamkan dirinya di tepi laut sambil mengeluarkan cahaya kuning mewarnai samudera.
Beberapa mil speed iky tampak melaju kencang menggaris laut. Tak butuh waktu lama sudah diap-siap bersandar di pantat pesawat.
“Assalamu alaikum”
“Waalikum salam” Jawab Profesor
“Antum bawa semua perlengkapan yang dibutuhkan”
“Ya Ustadz, dapatnya sulit. Sampai harus impor dari Swiss.”
“Yang penting dapatkan! Mari kubantu angkat”
Profesor muda dan Iky mengeluarkan peti plastik warna merah dari speedboat  lalu dimasuk ke dalam Huma.   
“Ayo kota magrib dulu”



Lembar 30
Negeri Pelangi Segitiga


Lembar 31
Rahasia mimpi
Lembar 32
Baca dan tulislah lagi
Lembar 33
Rahasia segitiga bermuda

Prof. Dr. Dr. H.M Nurhalin Shahib, seorang ahli Biokimia dan Biologi Molekuler dalam bukunya Mengenal Allah dengan Mencerdaskan Otak Kanan menjelaskan: Tingkat kemampuan berpikir logis dan tingkat kemapuan “berperasaan” bervariasi antara individu (dan) Manusia yang dapat mencapai keseimbangan antara keduanya akan berhasil hidup di dunia dan akhirat.”
Oleh sebab itu, jika kita bisa membuat otak kita “belajar” untuk mau bekerja sama antara kedua sisinya secara lebih koheren dan holistik maka kenyataan hidup kita alami memang akan berbeda. Untuk mencapai itu kita diajarkan untuk menyeimbangkan diri, mau lebih berinteraksi satu sama lain, dan memfungsikan otak kir dan otak kanan sebagai satu ke-SATU-an.
Inilah yang sesungguhnya kita lakukan secara sistematis dengan teknologi yang Quantum Ikhlasâbrainwave dan beartwavemanagement. Untuk memudahkan anda mengaplikasinya, CD Digital Prayerâ dipersiapkan khusus untuk kebutuhan ini.
Otak 3-in-1
Selain otak kiri dan otak kanan yang sudah cukup populer selama ini, sebenarnya sudah lebih dari 50 tahun Paul MacLean, Direktur Laboratorium Evolusi dan Tingkah Laku Otak, National Institute of Mental Health di Amerika, mencoba menjelaskan tentang otak 3-in-1. menurut Paul, manusia dikaruniai otak komplet yang mencakup tiga jenis evolusi yaitu otak reptil, otak mamalia tua, dan otak mamalia baru (neokorteks). Inilah integrasi hardware tercanggih yang bisa berpikir sangat rumit namun sekaligus memiliki potensi “Kekakcauan” yang tinggi akibat berkumpulnya tiga jenis otak di kepala kita.
Untuk Reptil membuat kita bisa memiliki rutinitas dan membentuk kebiasaan, tetapi juga bisa sangat menyulitkan karena kebiasaan, tetapi juga bisa sangat menyulitkan karena kebiasaan buruk kita yang bersifat kaku dan sulit diubah ini pun tertanam di sini. Kemudian Otak Mamalia Tua membuat manusia bisa merasakan kelembutan dan sifat ingin merawat memelihara seperti sifat makhluk mamalia lainnya. Namun otak ini juga yang menyebabkan keinginan kita untuk melakukan agresi perlawanan untuk membela diri dan mendominasi. Rasa takut pun terekam di sini. Otak Mamalia Tua ini sering disebut juga sistem limbik. Yang terakhir adalah Otak Mamalia Baru atau neokorteks tempat berlangsungnya analisa, logika, kreativitas, dan intuisi yang seharusnya kita gunakan untuk mengarahkan ke cenderung kedua otak lainnya.
Perjuangan kita adalah untuk menggunakan ketiga otak ini dengan sengaja. Untuk memutuskan menjadi manusia yang baik dan berguna sekaligus mengatasi sifat-sifat kebinatangan yang diwariskan oleh kedua otak terdahulu. Inilah perjuangan terbesar kita. Jihad kita sebagai kalifah di dunia.
Perang terbesar adalah melawan diri sendiri
Muhammad SAW
Beta (14-100 Hz). Dalam frekuesni ini seorang sedang dalam kondisi terjaga atau sadar  penuh dan didominasi oleh logika. Saat seorang berada di gelombang ini, otak (kiri) sedang aktif digunakan untuk berpikir, konsentrasi, dan sebagainya, sehingga gelombangnya meninggi. Gelombang tinggi ini merangsang otak mengeluarkan hormon kortisol dan norefinefrin yang menyebabkan cemas, khawatir, marah, dan stres. Akibat buruknya, beberapa gangguan penyakit mudah datang kalau kita terlalu aktif di gelombang ini.
Alfa (8-13,9 Hz). Inilah tombol iklas yang kira cari. Orang yang sedang rileks, melamun, atau berkhayal gelombang otaknya berada dalam frekuensi ini. Kondisi ini merupakan pintu masuk atau akses ke perasaan bawah sadar, sehingga otak akan bekerja lebih optimal. Tanpa gelombang otak ini, jangan bermimpi bisa masuk ke perasaan bawah sadar. Anak-anakk balita gelombang otaknya selalu dalam keadaan Alfa. Itu sebabnya mereka mampu menyerap informasi secara cepat. Dalam kondisi ini, otak memproduksi hormon serotonin dan endorfin yang menyebabkan seseorang merasakan rasa nyaman, tenang, bahagia. Hormon ini membuat imunitas tubuh meningkat, pembuluh darah terbuka lebar, detak jantung menjadi stabil, dan kapasitas indar kita meningkat. Tombol ikhlas inilah yang bakal memudahkan Anda menciptakan rasa ikhlas di hati dan membuka akses menuju realita kuantum.
Theta (4-7,9 Hz). Pancaran frekuensi ini menunjukkan seorang dalam kondisi mimpi. Dalam kondisi ini pikiran menjadi sangat kreatif dan impiratif. Seseorang yang berada dalam gelombang ini berada dalam kondisi khusyuk, relaks yang dalam, ikhlas, pikiran sangat hening, indra keenam atau intuisi muncul. Itu semua terjadi karena otak mengeluarkan hormon melatonin, catecholamine, dan AVP (arginine-vasopressin). Di gelombang ini akses ke realitas kuantum akan terasa semakin nyata.
Delta (0,1 – 3,9 Hz). Frekuensi terendah ini memancar saat seseorang tertidur pulas tanpa mimpi, tidak sadar, tak bisa merasakan badan, tidak berpikir. Di gelombang ini otak mengeluarkan HGH (Human Hormone/hormon pertumbuhan) yang bisa membuat orang awet muda. Bila seorang tidur dalam keadaan Delta yang stabil, kualitas tidurnya sangat tinggi. Meski hanya beberapa menit tertidur, ia akan membangun dengan tubuh tetap merasa segar.
Mudah Mengingat Tuhan
Kesuksesan Anda untuk melakukan perubahan sangat ditentukan oleh kualitas frekuensi gelombang otak Alfa Anda. Semakin pandai Anda masuk ke Alfa semakin mudah pula hidup Anda. Kemudahan dalam urusan bisnis dan karier, penerapan proses belajar, penyembuhan diri sendiri, hubungan yang baik dengan semua orang, termasuk mengamalkan perintah agama untuk meraih ketenangan.
“...(yaitu)orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”.
QS. Ar Ra’d : 28
Saya masih ingat betapa inginnya saya dulu menjadi orang beriman untuk mengingat Allah supaya hati menjadi tenteram. Saking ingninnya zikir meraih ketentraman itu saya “berusaha keras” untuk selalu berzikir mengingat Allah. Dan apa yang terjadi? Bukannya ketentraman yang saya dapat, malah justru saya stres karenanya. Mengapa? Karena dulu saya tidak tahu, semakin saya berusaha untuk tenang, gelombang otak saya malah terjebak masuk ke frekuensi Beta yang membuat saya semakin tegang. Sekarang dengan otak yang sudah direkondisi untuk mudah masuk ke frekuensi Alfa, kegiatan berdzikir dan berdoa menjadi jauh lebih mudah dan efektil hasilnya.
Frekuensi Hati Bawah Sadar
Untuk berubah diperlukan pergeseran gelombang otak dari perjuangan pikiran sadar menjadi tuntutan bawah sadar. Pikiran anda yang selalu keraslah yang membuat Anda terus terjebak dalam masalah yang ingin Anda selesaikan.
Paul T. Scheele, M.A. Fouder, Learning Strategies Inc.
Pikiran sadar diasosiasikan dengan gelombang Beta, bawah sadar ada di frekuensi Alfa. Oleh karena itu, skill berikutnya yang perlu di kuasai adalah keterampilan memasuki bawah sadar untuk men-delete program pikiran atau kebiasaan negatif dan memberdayakan kekuatannya dengan meng-install ulang berbagai program pikiran baru lebih pas dan compatible dengan kebutuhan yang ingin dicapai.
Bawah sadar yang kemampuannya sebesar 88% dari seluruh kemampuan pikiran kita ini hanya bisa kita akses lewat gelombang Alfa. Sayangnya, kita tidak terampil untuk menyelam ke sana karena memang tidak terbiasa. Betapa tidak, setiap hari kita hanya bergerak di dalam gelombang Beta (bangun tidur langsung berpikir tentang rencana kerja hari ini, kemudian bekerja dan menjalankan aktivitas seharian) dan Delta (pulang kerja merasa lelah, mengantuk, dan akhirnya tertidur) tanpa melalui Alfa dan Theta.

QUANTUM IKLAS
Oleh karena itu, dalam buku ini Anda akan dilatih untuk mengenali dan merasakan keempat gelombang otak tersebut, sehingga kita bisa mengakses kekuatan bawah sadar, yaitu kekuatan hati kita. Karena gelombang Alfa inilah yang akan membuka pintu ke bawah sadar (hati) kita. Dan saat terbuka itulah kita bisa memasukkan program-program kita, yaitu niat dan doa-doa kita. Inilah mekanisme keikhlasan yang terjadi.
Tingkat optimum untuk otak berpikir adalah 10 Hz (Alfa). Yang merupakan frekuensi optimum untuk melatih kecerdasan semua indra manusia dan pintu masuk ke (hati) bawah-sadar. Hanya 10% yang sanggup berpikir di frekuensi ini secara alami, selebihnya perlu dilatih untuk itu.
Jose Silva, Founder Silva Mind Method

Tombol Otak Iklas: Alphamatic Brainware
Dalam berbagai tuntutan kita akan selalu diinginkan akan pentingnya memiliki kemampuan fokus konsentrasi mendalam atau khusyuk dalam berdoa. Oleh karena ketika kita berdoa dengan khusyuk maka doa itu akan lebih mungkin terkabul. Lalu apa dan bagaimanakah sebenarnya khusuk itu?
Khusyuk adalah kondisi di mana kita mengalami rasa relaks yang dalam dan fokus penuh konsentrasi ke dalam diri (deep relased focus concentration). Penelitian tentang otak menunjukkan, dalam kondisi tersebut otak berfungsi lebih seimbang sehingga terjadi harmonisasi di kedua sisinya.
Sekarang, mari kita lihat, berada di gelombang otak mana kondisi kekhusyukan itu. Saat otak terlalu lateral (satu sisi terlalu dominan), gelombang otaknya ada di Beta. Kondisi ini bercirikan:fokus kesadaran keluar dan terpecah. Kondisi ini diperlukan untuk berpikir dan bekerja namun menimbulkan rasa tidak nyaman dan stress jika dilakukan berlebihan.
Ketika otak memulai proses sinkronisasinya (melalui aplikasi proses ritual yang tepat) kedua sisi otak akan menampakkan kecenderugannya untuk lebih bekerja sama dan mulai berpindah menuju ke kondisi gelombanb otak Alfa. Pada kondisi ini kita akan merasakan beberapa kondisi subjektif seperti “melayang”, tenggelam”, “fokus-mendalam” atau berbagai kondisi berciri khusyuk lainnya. Kondisi “seperti mengantuk” bercampur dengan “keterjagaan yang kuat” juga menimbulkan apa yang disebut sebagai kondisi super learning.
Jika kondisi ini dilanjutkan sinkronisasinya maka kita akan memasuki gelombang otak Theta atau kondisi “mimpi”. Jika seseorang cukup terlatih dan mampu terjaga dalam kondisi ini dan ini dimungkinkan lewat aplikasi teknologi Digital Prayer, maka ia bisa memasuki kondisi khusyuk yang lebih dalam lagi di mana kedua sisi otaknya dalam kondisi kerja sama yang luar biasa optimal. Kreativitas dan problemsolving sejati juga terjadi di sini ketika otak dengan otomatis mnemukan sintesa jawaban atas kbutuhan, masalah (dualisme) yang dialami pada gelombang otak Beta.
Saat kondisi sinkronisasi yang bercirikan very deep relaxation ini terus dilanjutkan lebih dalam lagi, maka otak akan memasuki gelombang Delta yang biasa diasosiasikan dengan kondisi tidur lelap, di mana kedua sisi otak sudah tidak lagi menampakkan ciri-ciri lateralisasinya dan mau bekerja sama dengan tingkat koherensi yang tinggi. Jika seseorang bisa terjaga dalam kondisi ini maka ia akan melampau dualisme kehidupan untuk merasakan kondisi khusyuk (deep relaxed focus-concentration) yang luar biasa dengan karakteristik pengalaman rasa persamaan, evenness, perasaan menyatu, oneness, bersatu, menunggal dengan seluruh isi alam semesta.
Akhirnya, dengan menggunakan keterampilan brain wave management yang kita pelajari di dalam buku ini, kita akan terlatih dan mudah memasuki kondisi khusyuk sehingga setiap doa dan keinginan kita akan cepat terkabul. Kalau Anda terampil mengakses kondisi khusyuk maka banyak keuntungan yang akan Anda dapatkan seperti:tujuan atau cita-cita akan tercapai lebih cepat, kesadaran lebih meningkat dan lebih bijaksana, hubungan dengan Tuhan menjadi lebih dekat, serta kecerdasan spiritual akan terus meningkat.
Menyadari kesulitan yang dihadapi oleh setiap orang yang berusaha untuk masuk dan memanfaatkan kekuatan hati bawah sadarnya, Digital Prayer Technologies menyediakan solusi praktis yang otomatis akan membawa Anda memasuki wilayah bawah sadar Anda dengan cara “menyetel” gelombang frekuensi otak Anda agar bergerak di level Alfa secara otomatis. Itulah sebabnya mengapa tombol otak ikhlas ini disebut alphamatic.
Dari Kuping Turun Ke Hati
Ada banyak cara untuk mengakses kekuatan hati melalui gelombang Alfa yang kesemuanya bisa melalui panca indra kita. Melalui indra penciuman bisa dengan aromaterapi, melalui indra peraba dengan pemijatan, melalui indra penghlihatan dengan melihat keindahan, dan masih banyak lagi.
Buku ini akan mengajak anda mengakses Alfa melalui indra pendengaran, yaitu dengan mendengarkan compact disc (CD) audio. CD alphamatic brainwave yang merupakan teknologi terobohan hasil rancang Digital Prayeri Technologies ini mempermudah Anda yang masih sulit mengakses pikiran ke dalam gelombang Alfa-Theta. Benar, otomatis. Oleh karena musik dan suara-suara di dalam CD ini direkam khusus untuk menciptakan kondisi otak dalam keadaan khusyuk sehingga memungkinkan seseorang mengelola gelombang otak yang umum disebut meditasi secara terukur dan pasti, kapan saja, di mana saja, sesuai dengan kebutuhan.
Saya sangat bersyukur saat ini kita bantu oleh Digital Prayer Technologies yang menyediakan beragam fasilitas dan aplikasi teknologi praktis seperti audio CD software yang dirancang khusus untuk berbagai keperluan.
Manfaat Upgrade Otak 3-in-1
Jadi, berhati-hatilah ketika Anda menakut-nakuti anak Anda dengan hantu yang bertayangan di dalam kegelapan. Anak Anda yang pada  awalnya tidak tidak punya konsep hantu dan ketakutan tiba-tiba berubah menjdai takut pada gelap karena khawatir akan menemui hantu di sana. Informasi “gelap yang menakutkan karena ada hantu” itu akan secara otomatis tersimpan dalam pikiran bawah sadarnya, sehingga sampai dewasa pun ia akan takut pada kegelapan.
Proses yang sama terjadi pada konsep “masuk angin” yang umum dipahami masyarakat. Larangan pada anak-anak untuk tidak lama-lama berada di luar rumah karena khawatir bakal masuk angin disimpan di dalam pikiran bawah sadarnya yang justru bakal mewujudkan kekhawatiran tersebut (Ingat: doa-alias pikiran-yang negatif akan mewujudkan menjadi hal yang negatif pula). Padahal, kita tahu, angin adalah udara yang bergerak, sementara udara kita perlukan untuk bernapas. Jadi, seharusnya, udara adalah “sahabat” kita yang harus kita dekati, bukan kita jauhi. Akibat pemahaman keliru tadi, udara pun berubah menjadi “musuh” kita.
Pikiran bawah sadar juga menyimpan hal-hal berikut:
1.       Memory, yaitu ingatan kita dari kecil sampai sekarang.
2.       Self-image, yaitu citra diri kita
3.       Personality, yaitu kepribadian kita
4.       Habits, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang kita miliki
Sering kali, seorang yang punya keinginan kuat untuk kaya misalnya, kendati punya peluang dan sudah memahami ilmu berbisnis, tetap saja sulit berhasil alias tetap miskin, apa sebabnya? Karena self-image kita mengatakan, “Kita mah orang miskin, tidak mungkin kaya”, dan ditunjang lagi dengan habits and personality yang kita miliki seperti malas, takut rugi, khawatir jadi omongan orang, dan keengganan lainnya, maka sudah pasti hidup kita tidak akan berubah, tetap miskin sampai mati. Nah, itulah kehebatan pikiran bawah sadar mengendalikan hidup kita.
Kenapa kita memiliki personality yang mungkin buruk? Karena begitu banyak program ter-install di otak manusia baik dari orang tua, lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, dan lain-lain. Namun sayangnya, hampir 70% program yang masuk itu menurut penelitian adalah program yang SALAH! Sewaktu kita kecil, setiap harinya ada sekitara 40 kali kata “ jangan” dan “tidak” yang mengiringi 1 kata “ya” yang kita dengar. Apa yang terjadi kemudian? Yang tertanam di dalam pikiran bawah sadar kita adalah “ini jangan”, “itu tidak boleh”, “melalukan ini tidak baik”, dan sebagaianya. Dan itu menjdai self-talk alias ucapan dalam diri kita setiap hari. Akhirnya sekarang kita menjadi pribadi yang serba ragu, tidak berani melangkah, dan takut berbuat salah. Contohnya, jika sewaktu SD kita pernah ditertawakan oleh teman-teman sekelas saat berbicara


Tidak ada komentar:

Posting Komentar