Segitiga
Tarbiyah
Bangun
di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri
hati baru penuh kecintaan
Istrahat di terik siang merenungkan puncak getaran
cinta
Pulang
kala senja dengan syukur di rongga dada
Kemudian
terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan
sebuah nyanyian kesyukuran tersungging di bibir cinta
Di tutup dengan doa keberkahan surgawi,
saat Bubu berikutnya dinaikkan ke sampan dan segera mengeluarkan ikan-ikan yang
bersarang dalam Bubu. Lalu Ia menyeleksinya dan melepaskan ikan yang
terkategori belum pantas ditangkap agar kembali membesar dalam laut.
“ Masih berapa lagi Bubu yang akan
diangkat Yah?”
“Ada dua puluhan lagi”
Ayahnya menjawab, lalu menyelam lagi
menuju Bubu yang berjarak sepuluh meter dari Bubu yang sudah dinaikkan ke atas
sampan. Profesor muda itu cekatan menyelesaikan tugasnya mengeluarkan ikan
dalam bubu lalu menyeleksi yang pantas diambil dan memasukkan bintang laut yang
telah dicincang untuk umpan ke dalam Bubu. Ia berlomba dengan Ayahnya yang
mengangkat bubu ke sampan dan
meletakkannya kembali di sela-sela karang yang disenangi ikan.
“Nah! Setelah ini, tinggal satu lagi.
Buatkan tempat pembakaran, kita makan siang sebelum Zuhur.”
“Iya pak, Matahari sedikit lagi persis
tegak lurus di atas kepala.”
Profesor muda segera menyusun sisa-sisa
Bintang Laut di atas sampan beberapa lapis lalu membakar sabut kelapa di atas
tumpukan Bintang Laut tadi. Saat bubu terakhir dinaikkan sabut kelapa telah
jadi bara. Setelah melepaskan ikan yang masih harus membesar lagi, ingsan ikan Tio dan Monoi jadi sasaran jarinya untuk dibersihkan. Hanya dengan ucapan
basmalah, ikan-ikan yang masih bergerak itu di jerumuskan ke dalam bara api
sabut kelapa.
“Bagaimana? Apa ada yang bisa menyaingi
menu kita ini, dari semua kota di
penjuru dunia yang telah kamu kunjungi”
“Tidak ada Pak! Lezatnya menu kita
adalah perpaduan rasa dan nuansa yang amat langkah.”
Tidak memakan waktu lama, belasan ikan
karang yang di bakar telah tuntas jadi hajatan siang mereka. Profesor muda
segera membersihkan dek bambu sampan saat melihat ayahnya membasu bagian tubuh
yang menjadi sunat-sunat wudhu.
“Allaaahuakbar allaaaahuakbar”
“Allaaaaaaaahuakbaru
Allaaaaaaaaaahuakbar”
Suara azan Ayahnya. Berdiri tegak di atas
dek bambu yang telah dibersihkan. Profesor muda
menyusul mengambil wudhu dengan
air laut di samping sampan saat panggilan kemenangan itu menggema di atas
tebing karang. Lalu suasana menjadi hening dalam khusyu menghadapkan hati
kepada Allah SWT, Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi, tiada sekutu
bagi-Nya. Sampan mereka pas untuk menampung satu Makmum dan satu Imam, berdiri dalam keseimbangan yang terjaga
di atas sajadah samudera yang membentang sejauh mata memandang.
Shalat mereka, doa mereka adalah
istrahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta kasih Allah SWT karena
setelah itu, giliran Profesor muda yang menyelami puluhan Bubu yang baru
dipasang Ayahnya tadi. Sedang Ayahnya sendiri mengantikan tugas Profesor muda.
Kekayaan alam yang dianugerahkan tuhan
dengan ikan-ikan yang melimpah berjuta-juta warna, membuat Profesor muda selalu
tersenyum tiap mengangkat bubu yang ramai disarangi ikan. Hingga fajar menyapa,
ikan tangkapan yang akan dikeringkan telah dibersihkan sedang jenis lain yang berbeda nilainya
jika dalam keadaan hidup diamankan dalam penampungan ikan hidup di kolom Huma.
Huma
adalah pondok rumbia atau tepatnya gubuk nelayan
yang terbuat dari daun rumbia. Hampir semua dari daun rumbia, atap dan juga
dindingnya. Hanya anyaman bambu dan beberapa potong kayu yang jadi lantai dan
tiang yang mengokohkannya. Di depannya berbaris rapi beberapa gondokan bambu,
layaknya teras rumah. Di Huma itulah
mereka akan bermalam malam ini.
Lantunan azan kembali terdengar dari dalam gubuk di tengah
samudra itu. Desir santun ombak dielus angin lembut bulan desember, memberi
musik pada alunan nada azan di tepi laut banda. Tiba-tiba suaranya redup
diserbu bunyi pesawat ampibi yang mendarat di kulit laut lalu datang memarkir
tepat bersandar di sisi kanan Huma.
“Assalamu’alaikum ustad.”
Sapa tamu itu usai mematikan mesin pesawat.
“Waalaikum’ salam, akh Iky.”
Profesor muda menyambut dan menyalami
tamunya.
“Ini ustad ada titipan dari Uminya
Mujahid, koran tadi pagi dan rantan berisi makan malam. Beliau baru pulang dari
provinsi, tapi tanpa kenal lelah langsung menyiapkan sendiri makanan ini. Istri
ana kayaknya harus belajar banyak dari beliau.”
“Syukron, ayo berwudhu, kita sholat magrib
berjamaah”
Profesor muda mengimani sholat setelah
Ayahnya qamat. Lantunan kalamullah
dalam sholat mereka menyirami taman laut
tempat jutaan ikan berkembang biak di terumbu surganya. Ditutup dengan keberkahan, keselamatan dan rahmat
Allah SWT, lalu mereka pun terlena dalam doa bagi yang tercinta dalam sanubari.
Doa mereka adalah otak ibadah atas semua rutinitas hidup.
Masing-masing melanjutkan dengan shalat
sunat dua rakaat. Lalu, suara merdu tilawah Qur’an adalah nyanyian kesyukuran
yang mengantar matahari menyelam di ujung samudera lalu berganti gelap yang
membintik-bintikan wajah langit dengan bintang penunjuk arah. Handphone Profesor muda menjerit dari dalam tas.
‘ustad, insya Allah ba’da Isha ana tb
dstu’
‘ya, tggl antm yg ditunggu, ba’da Isha kt
mulai’
Menjawab sms yang masuk lalu
mengeluarkan laptop dari dalam tas sambil menjawab tatap tanya Iky.
“Dari akh Agep, ba’da Isha Ia ke sini.”
“Kesibukan wakil bupati memang salalu
padat, apalagi tamu yang datang kebanyakan
dari luar negeri”
“Ya, tapi agenda kita ini lebih penting
dari semua itu akh”
“Kita makan malam sekarang atau menunggu
dulu wakil bupati?” tanya Ayah Profesor muda menatap keduanya.
“Biar ana yang sms ustad”
Bunyi pesan masuk berbunyi, setelah
beberapa saat pesan dikirim.
“jangan, beliau sedang makan malam
katanya, dengan tamunya dari Inggris” sambil menatap Ayahnya Profesor muda,
menjawab tanyanya.
“kalau begitu mari, kita makan malam
dulu.”
Tanpa menjawab Iky jongkok ke arah
makanan diikuti Profesor muda usai menutup kembali notebooknya.
LYR
Bunyi helikopter membubarkan ketiganya
ke teras Huma. Sinar lampu di hidung helikoter menyorot
mereka di ikuti tali yang diturunkan tepat di hadapan mereka. Menyusul
seseorang yang meluncur dari tali tersebut. Tali segera dilepaskan dari tubuhnya
saat mendarat, lalu mengayunkan jempol ke arah helikopter. Melihat itu pilotnya
langsung menerbangkan kembali helikopter itu ke landasanya di pulau.
“Assalamu’ alaikum.”
Sambil berjabat tangan dan saling
menempelkan kiri kanan pipi ke wajah tiga orang yang menjemputnya.
“Waalaikum salam.” jawab ketiganya
“Mari masuk”
Sambut ayah Profesor muda mempersilakan
mereka, usai memandang makin jauhnya helikopter itu melintas di bawah milyaran
Bintang di angkasa dengan sorot cahaya
putih yang terus bersinar dari hidungnya. Sedang bulan memilih mengintip adegan
itu sambil diam-diam terus memancarkan radiasi energinya agar laut bisa
mengalami pasang naik dan pasang surut.
Ketiganya duduk bersila di atas karpet
yang dibentangkan, membentuk lingkaran segitiga. Ayah Profesor muda memilih
tempat di pojok sambil merebahkan diri untuk
istrahat dari rutinitas siang hari yang usianya tidak mengizankannya
untuk ikut begadang.
“Kita mulai Ustad? Kali ini ana yang
bertuggas sebagi moderator.”
“Tafazzal Akh Agep.”
“Baik, Assalalmu alaikum warahmatullahi
wabarakatuh. Alhamdulillahillazii
nahmaduhu wanastainuhu wanauzu billa min syuri anfusina wa minsyaiati ahmadina
maiyahuzillah wa muzillala wamansyaiati ala haziala. Seperti biasa, kita
memulainya dengan tilawah,menyetor hafan surat, melaporkan keadaan mad’u
kemudian masuk materi yang disampaikan ustad.”
Masing-masing memegang notebook yang siap pakai dua jam saat
melaporkan keadaan binaan, dimulai dari Agep lalu Iky.
“Selanjutnya, ana persilahkan ustad
untuk menyampaikan materi pada pertemuan kali ini.”
“jadi, total binaan dari antum berdua
dari masing-masing delapan yang jadi kader inti sebanyak tiga ratus delapan
puluh satu. Masya Allah, ini perkembangan yang baik akhir-akhir ini. Sebelum
ane lanjut, bagamana keluarga akh Iky?”
“Alhamdulillah, baik-baik ustad.”
“Bisnis lancar!”
“Ya, dalam beberapa hari ke depan akan
ada pembukaan cabang baru di Katopa, Lentea, Untu dan Wali.”
“Masya Allah, semoga usaha antum terus
berkembang dalam ridho-Nya. Akh Agep, wakil bupati kita” sambil tersenyum.
“Kabar keluarga baik-baik Ustad. Iqbal
anak pertama sedang menyesuaikan diri di Jepang.”
“Amanah antum, masih kuat dipikul.”
“Insya Allah Ustad.”
“Terus dekatkan diri pada Allah, dengan
kekuatan-Nya punggungmu akan terus dikuatkan untuk melanjutkan amanah-amanah
berikutnya.’
“Iya Ustad”
“Tugas kalian yang ana kasih minggu lalu,
sudah selesai?”
“Afwan, ane belum. Tapi Insya Allah dua
hari kedepan akan saya serahkan.”
“Ane Sudah Ustad. Akh Agep pasti harus
berjuang menyisahkan waktu untuk bisa menulis Ustad, beda dengan ana yang
mengatur diri sendiri sedang Agep diatur oleh agenda yang dibahas di Dewan.”
“Tulisanmu pindahkan ke Notebook ana sebentar. Selanjutnya mari
kita mencoba memahami materi ini sebagai segitiga tarbiyah yang menjadi
keniscayaan. Ikhwah fillah, keniscayaan
dalam proses tarbiyah yang telah bertahun-tahun kita lakukan ini dapat
dilakukan minimal dengan tiga pendekatan, yakni pendekatan Idealis, Taktis dan
Operasional.
Pada pendekatan idealis, kita memahami
tarbiyah sebagai jalan bagi para da’i Islam, tidak ada jalan lain. Atau dengan
kata lain, jalan para da’i adalah jalan tarbawi yang memiliki paling sedikit
tiga karakter mendasar.
Pertama; Sha’bun Tsabit, Sulit
tapi hasilnya paten.
Sulitnya sebuah proses biasanya membuahkan hasil yang berkualitas.
Oleh karena itu, proses dakwah yang
dilakukan oleh Rasululllah Shallahi Alaihi Wassalam, bukanlah perkara yang
mudah. Bayangkan, lima tahun pertama dalam da’wahnya di Mekkah baru hanya terkumpul ‘Arba’una
rajulan wa khamsu niswatun’ atau
empat puluh orang laki-laki dan lima orang wanita. Akan tetapi ke empat puluh
lima orang inilah yang kemudian menjadi ujung tombak da’wah yang tidak hanya ‘Qaabilun lidda’wah’ akan tetapi juga ‘Qaabilun litthgyir’, bahkan mereka
seluruhnya menjadi ‘Anashiruttaghy’, ‘Agen of change’, agen perubahan sosial dari masyarakat jahiliyah menuju masyarakat
yang Islami.
Berda’wah memang tidak mudah, karena
berda’wah melalui proses tarbiyah ibarat menanam pohon jati yang harus
senantiasa dijaga dan dipelihara agar akarnya tetap kuat menghujam ke dalam
tanah sehingga tidak goyah diterpa badai dan angin kencang. Oleh karena itu
jalan tarbiyah adalah proses menuju pembentukan pribadi yang paten atau dengan
kata lain memiliki ‘matanah’ atau imunitas secara baik, ‘ma’nawiyah’ atau moralita ‘fikriyah’ gagasan dan pemikiran, serta
‘tandzhimiah’ atau struktural.
Ka’ab bin Malik Radiallahu anhu adalah
salah satu contoh dari kepribadian yang paten yang dengan kesadaran maknawiyah,
fikriyah dan tandhimiyahnya, ia mengakui kelalaiannya tidak ikut serta dalam
perang Tabuk dan ia pun dengan ikhlas menerima ‘uqubah’ atau saksi yang
telah ditetapkan Rasulullah SAW. Bahkan ketika datang utusan dari kerajaan
Ghassan yang secara diam-diam menemuinya untuk menyampaikan sepuncuk surat dari
raja Ghassan yang isinya antara lain suaka politik dan jabatan penting telah
tersedia untuknya bila ia mau eksodus, Ia malah berkata seraya merobek surat
tersebut : “ Ayyu Mushibatin hadzihi”
musibah apa lagi ini.
Itulah sebuah refleksi dari sikap matanah yang hanya bisa dihasilkan melalui proses
tarbiyah yang tidak mudah, melalui jalan da’wah yang terkonsep secara paten, Al
Qur’an menyebutnya dengan ‘Al-Qaulu At-Tsabit’ dalam surat Ibrahim ayat ke dua puluh tujuh dan terkonsep dalam rumusan
yang baik atau ‘kalimat Thayyibah’ bukan ‘kalimat
Khabitsah dalam surat Ibrah ayat ke
dua puluh lima sampai ayat dua puluh enam.
Yang kedua adalah Thawil – Ashil, proses yang panjang tetapi terjaga
kemurniannya.
Da’wah adalah perjalanan panjang, perjalanan
yang dilalui tidak hanya oleh satu generasi. Tetapi untuk dapat mencapai target dan sasaran jangka panjangnya
membutuhkan beberapa generasi. Ingatlah
ketika Rasulullah SAW mengayunkan palu memecahkan bebatuan parit
Khandak, ada percikan api keluar dari sela-sela hantaman palu dan batu memercik
ke arah timur, lalu beliau mengisyaratkan bahwa umatnya kelak akan dapat
menaklukan Romawi atau Byzantium. Padahal Romawi baru dapat ditaklukkan oleh
umat Islam pada daulah Utsmaniyah sekian abad sesudahnya. Berapa generasi yang
telah terlampaui dan berapa panjang perjalanan da’wah yang telah dilalui? Akan
tetapi Ikhwah fillah betapun telah melewati sekian banyak generasi, ‘Ashalah’
da’wah ini tetap terjaga dan ‘Hammasah’
tetap terpelihara. Islam yang sampai
ke Romawi adalah Islam yang dijalankan sebagaimana oleh generasi pertamanya
yaitu Rasulullah SAW dan para sahabat Radhiallahu ’anhum wa radhuu’anhu.
Kepribadian yang Ashalah adalah kepribadian yang telah teruji dengan panjangnya rel da’wah yang dilalui. Kepribadian yang hammasah adalah kepribadian yang tak
lekang kerena ‘panas’ dan tak lapuk karena ‘hujan’ sebagai ujian dan cobaan
dalam perjalan da’wah.
Adalah Abu Ayyub Al-Anshari ra, salah
seorang sahabat yang oleh Allah SWT diberikan umur yang panjang hingga beliau masih hidup pada masa
kekhalifahan Utsman ra, beliau yang saat itu usianya sudah renta, ketika ada
seruan jihad maritim, mengarungi lautan menuju perairan Yunani untuk menghadapi
pasukan Romawi, seruan jihat
mengumandang melalui lantunan ayat-ayat Al-Qur’an ‘Infirun khifafan wa tsiqaalan’ berangkatlah kalian dalam keadaan
ringan, maupun berat. Lalu anak-anaknya berkata kepadanya :
“Sudahlah Ayah. Tak usah ikut perang, cukuplah kami saja yang
masih muda ini yang mewakili Ayah di medan perang”
Dengan kecerdasan menafsirkan ayat
tersebut dibarengi dengan pembawaan ‘Hikmatussuyukh Hammasatussyabah’ Abu Ayyub menjawab,
“Tidak bisa, ayat tersebut telah telah
mewajibkan kepada seluruh kaum muslimin baik yang tua maupun yang muda karena ayat
tersebut menyebutkan Khiffah berarti ditujukan untuk kalian yang masih muda
dan tsiqan ditujukan untuk yang sudah
tua.”
Maka anak-anaknya pun tak dapat
membedung tekad sang Ayah. Berangkatlah Ia turut serta dalam peperangan
tersebut dan alhamdulillah menemui syahadahnya.
Juga adalah Saad bin Abi Waqqash ra, yang
telah menggoreskan kesaksian perjalanan da’wah dengan kepribadian yang ashalah
dengan tidak berubah karena perubahan situasi dan zaman. Dari masa-masa penuh
kesulitan dan penderitaan hingga masa-masa yang
penuh dengan kemudahan dan kesenangan, mengenang semua iitu beliau
berkata:
“Aku adalah salah satu dari tujuh orang
sahabat dari sepuluh sahabat yang dijanjikan masuk surga. Dahulu kami bersama
Rasulullah SAW dalam sebuah ekspedisi, kami tidak memiliki makanan, sehingga
kami makan daun-daunan sampai perih tenggorokan kami. Akan tetapi sekarang kami
yang tujuh orang ini seluruhnya menjadi gubernur di beberapa daerah, maka kami
berlindung kepada Allah SWT agar tidak menjadi orang yang merasa besar di tengah-tengah manusia tetapi menjadi
kecil di sisi Allah SWT’’.
Ketiga adalah Bathi’ – Ma’mun’ Lambat
tapi hasilnya terjamin.
Da’wah adalah lari estafet bulan lari
sprit, untuk itu diperlukan kesabaran untuk mencapai target dan sasaran dengan
kawalitas terjamin. Lari estafet memang tampak kelihatan lambat, akan tetapi
tenaga terdistribusi secara kolektif dan
perpaduan kerjasama terarah secara baik untuk memberikan sebuah jaminan
kemenangan di garis finis. Watak perjalanan da’wah yang lambat harus dilihat
dari proses dan tahapannya bukan dari perangai para pelakunya, karena perangai
yang lambat saat berda’wah adalah bentuk kelalaian. Orang yang afiliasinya
kepada jamaah sekaliber Internasional tak akan mempercepat langkah kerja
da’wah, sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
“Man
bathi’a ‘amaluhu lam yusra’ bihi nasabuhu” barang siapa yang lamban
kerjanya tidak bisa dipercaya dirinya dengan nasabnya.”
Salah satu jaminan dari proses tarbiyah
adalah melahirkan sebuah kepribadian yang integral, tidak mendua dan tidak
terbelah, integritas kepribadian seorang muslim yang ditempa di jalan Tarbawi
tercemin pada keteguhan aqidah, keluhuran akhlaknya, kebersihan hatinya,
kebaikan suluknya secara ta’abbudi,
ijtima’i maupun tandzhimi.
Kebersihan sebuah da’wah akan tampak
sejauh mana keterjaminanya bila dihadapkan pada situasi dan kondisi yang
menguji integritas kepribadiannya. Sebagaimana halnya ketika tragedi ‘Haditsul Ifki ’ yang menimpa Aisyah Radhiallahu anha, banyak orang yang
tidak terjamin akhlaknya sehingga turut menyebarluaskan fitnah keji tersebut,
bandingkan dengan para sahabiyah yang terjamin kualitas tarbiyahnya, yang
menjaga lisannya, yang lebih senang mengedepankan husnudzhannya kepada ummul
Mu’minun Aisyah radhiallahu anha. Cukuplah istri Abu Ayyub al-anshabi mewakili
keluarga para shabiyah yang berhati mulia, bagaimana ia sikapi kasus tersebut
dengan penuh ukhuwah dan mencintai saudaranya karena Allah SWT.
Berkenaan dengan gunjingan yang menimpa
Aisyah radhiallahu anha, istri Abu Ayyub Al Anshary berekata kepada suaminya:
“ Ya...
Abaa Ayyub! Lau kunta safawaana hal taf’alu bihurmati rasulillah suu’an, wa hua
khairun minka, ya..Abaa Ayyub lau kuntu’ Aisyah maa Rasulullah abadan”
-
Wahai abu ayyub, jika engkau yang menjadi Safwannya apakah akan berbuat yang tidak-tidak
kepada istri Rasulullah, dan Safwan lebih baik dari engkau wahai Abu Ayyub,
kalau aku yang jadi Aisyah, tidak akan pernah aku menghianati Rasululla SAW dan
Aisyah lebih baik dariku-
Kata-kata isteri Abu Ayyub syarat dengan
taushiyah agar kita menjaga syahwat lisan, mendahulukan hunu dzhan dan
menonjolkan sikap tawaddhu sebagai bukti terjaminya hasil da’wah.
Setelah ketiga faktor idealis tersebut
di atas telah terealisasi dengan baik, maka langkah berikutnya adalah memetakan
langkah-langkah taktis untuk menyeimbangkan luasnya medan da’wah dengan jumlah
kader dan menyelaraskan dukungan masa dengan potensi tarbiyah.
Rasulullah SAW melakukan program Bi’satudduat dengan beberapa orang
sahabat untuk menda’wakan dan mengajarkan serta melakukan pembinaan kepada
orang-orang yang baru masuk Islam, yang telah melampaui wilayah Makkah dan
Madinah, seperti Muadz bin Jabal yang diutus ke Yaman dan Khlid bin Walid yang
dikirim ke wilayh Irak.
Selanjutnya langkah strategis dalam
sebuah perjalanan da’wah yang sangat penting adalah fokus untuk menyusun
barisan barisan kader inti, di mana hal ini tidak boleh terabaikan betapapun
gegap gempitanya sambutan masyarakat umum terhada da’wah ini, oleh karena itu
untuk menghindari terjadinya Lose of
generasion, atau generasi kader yang lowong, maka segera mendesak untuk
dirumuskan sebuah strategi membina kader baru yang sekarang ini semakin
kompetetif dengan gerakan-gerakan da’wah lainya. Semakin banyak jumlah kader
inti – disamping kader baru – baik
secara kualitas maupun kuantitas akan banyak membantu da’wah ini dalam
menghadapi berbagai permasalahn dan ancaman.
Pada masa Abu Bakar ra, terjadi
gelombang permudtadan yang luar biasa sehingga dua pertiga jazirah Arab nyaris
mengalami kemurtadan, itu artinya hanya sepertiga wilayah yang selamat yang
terdiri dari kota Makkah, Madinah dan Thaif, di ketiga kota inilah kader inti
tetap dijaga dan dipelihara, sedangkan kader-kader baru dibina. Ada masa
khalifah Umar bin Khattab di mana kebanyakan mereka adalah tawanan perang Riddah
pada perang Qadisiyah. Ketika ancaman imperium Persia menghadang, kader-kader
baru yang dibina oleh Umar bin Khaatab selama kurang lebih satu tahun
kebanyakan mereka berada di barisan paling depan dalam jihad fi sabilillah dan
tak jarang di antara mereka yang kemudian terkenal sebagai panglima perang dan
komando pasukan. Itulah sebuah produk tarbiyah yang silakan antum lihat dalam
surat Ali Imran ayat ke seratus emat puluh enam.
Wallahu ‘alamu bisshawab. Tawazzaal
kalau ada yang hendak antum pertanyakan”
Lingkaran pemimin-peminpin da’wah di
kepulauan tepi laut Banda itu berlanjut dengan diskusi yang makin khusyu hingga
alarm dari Handpohe Agep mengingatkan mereka untuk menutup
liqo’an tepat pukul 23.30 waktu negeri pelangi segetiga.
Iky menyerahkan tulisannya pada Profesor
muda kemudian merebahkan diri di samping
Agep sedangkan Profesor muda mengamati tulisan Iky. Agep yang melihat Profesor
muda belum istrahat kembali bicar
“ Ustadz Afwan, minggu lalu ustadz
berjanji akan membahas tentang misteri segitiga bermuda, apa ustadz lupa? Maaf
Ane benar-benar ingin tahu rahasia itu.
“Makanya stor tulisanmu lebih cepat
supaya kita bisa bahas.”
Agep terdiam, seolah tidak nyambung antara pertanyaan dan
jawaban yang diharapka tapi segera tidur dalam senyum tidak lama lagi misteri
dunia itu terungkap.
“sekarang istrahatlah”
Lalu dinikmatinya lembar demi lembar
mozaik bermuda Iky. Lembar pertama prolognya. Tapi mata profesor seolah punya
energi baru untuk membacanya lebih baik dari lembar 2 berikut.
Lembar
2
Habis Gelap dan Mendung
Hari ini seperti episode baru untuk
semua penghuni pulau Tomia atau tepatnya seperti menyambung adegan film setelah
dikat. Semua kembali beraktifitas secara serentak setelah hujan deras yang
menghentikan semua aktifitas penduduk
sejak sore kemarin hingga pagi ini terhenti. Tepatnya pukul setengah tujuh,
cahaya Matahari tiba-tiba menyinari pulau Tomia seperti menyalakan lampu di
ruang yang gelap setelah awan mendung yang menyelimuti pulau bergeser.
Tidak seperti hari-hari lain, di
jam seperti ini harusnya kami
sudah berada di sekolah. Langkah kupercepat saat keluar
dari rumah, setelah hampir satu jam menunggu berhentinya hujan. Masih
rintik-rintik tapi seketika cerah saat di jalan. Bukan hanya Ikhy yang bergegas
ke sekolah, puluhan anak-anak pulau dengan bersilang arah dan warna pakaian
yang berbeda-beda menghambur di jalan-jalan menuju sekolahnya masing-masing.
Pagi ini milik kami, tentara-tentara ilmu
yang tidak ingin terlambat masuk dalam barisan kompinya. Tidak ada petani
seperti pagi biasa yang memegang cangkul dan linggis kecil berjalan menuju
bukit tempat menyemai tanaman. Apalagi nelayan dengan jala di punggung menuju
pantai, benar-benar tidak nampak. Yang ramai di jalan hanya anak-anak sekolah
yang bergegas, tidak ada bising musik dari rumah penduduk yang biasanya usai
subuh ayam pun memilih diam mendengar musik dangdut yang beradu dari rumah ke
rumah.
Di simpang jalan dekat lapangan
Baskara Jaya Waha tiba-tiba muncul beberapa siswa. Jalanku memotong, jalan mereka
cepat. Dari samping tidak salah lagi itu
teman-teman
yang tinggal di desa atas. Punggung mereka basah kuyub, hujan deras tadi masih
mengenai mereka tapi anehnya baju bagian depan tidak basah. Mungkin mereka
memakai satu payung berempat. Tapi mereka tidak memegang payung atau mungkin
mereka memakai daun pisang untuk melindungi tubuh dari hujan.
Hujan pagi tadi membuat mereka tidak bisa menunggu
sampai benar-benar tuntas
menyiram bumi. Semua anak-anak tangguh dari gunung yang tinggal di desa Wali, patua dan Kahiyanga harus segera keluar rumah untuk berangkat ke sekolah
bersamaan dengan orang tua yang hendak subuh di mesjid. Perhitungan mereka
selalu tepat. Tiba di sekolah lima menit sebelum apel pagi dimulai. Agak
berbeda dengan anak-anak sekolah lain dari keluarga mampu yang kadang sengaja
datang terlambat.
Ketangguhan anak-anak desa dari
barat utara sekolah beda lagi gigihnya dengan anak-anak tentara ilmu dari Tomia timur. Mereka memecah
kesunyian pagi di sepanjang
jalan dengan bunyi ayunan sepeda berkompi yang mereka tunggangi.
Dari jauh terlihat Amal Waitii,
Ahmad Batam dan Taufik Wakale berlomba ke tempat memarkir sepeda disamping
rumah satu-satunya penduduk yang ada di kompleks sekolah. Penuh tawa ceria,
sepertinya pagi itu adalah pertengahan hari bagi mereka karena jarak delapan
sampai sepuluh kilo yang ditempuh membuang sunyi dan lamunan pagi.
Welcome
to the sains hill campus. Kalimat pada Papan di
atas pintu masuk sekolah menyamput kami.
Sudah dipertengahan tahun ketiga aku
di sekolah ini tapi bagiku,
pagi ini kalimat yang tertulis di depan sekolah itu adalah sambutan istimewa
yang memanaskan imajinasi dari dinginnya pagi.
Memang tidak seperti biasa, karena
biasanya kami
masuk ke pekarangan sekolah tidak melalui
pintu gerbang. Pagar sekolah yang baru dipondasi sebelah timur gerbang adalah
jalan potong untuk masuk setelah menembus jalan setapak. Tapi karena di kiri
kanan jalan setapak ditumbuhi rumput setinggi lutut dan pagi ini rumput itu
basah kuyup maka kami meneruskan perjalanan sampai ke pintu
gerbang.
Masih sempat ke ruang
kelas menyimpan buku setelah beberapa menit kemudian bel apel pagi
memanggil siswa untuk berkumpul di halaman kantor. Kecuali yang bertugas, semua
siswa langsung menyesuaikan diri dalam barisan apel pagi yang rapi. Tidak lama,
usai pengumuman singkat itu disampaikan kami
diarahkan kembali ke ruang belajar.
Aku
duduk di bangku terdepan kelas tiga IPA
dan siap menampung pelajaran yang bisa ditampung otakku pagi ini. Hari-hari di
sekolah berjalan penuh disiplin setelah
dipimpin oleh Bapak Drs. La Ode Boa yang selanjutnya ada sebutan sendiri untuk
beliau karena sebab musahabnya,
sebutannya populer yakni ‘Bung
Karno’ pada setiap gosip
pembicaraan seru mengenai ketegasan, kedisiplinan dan hukuman cerdas yang baru
saja siswa-siswa terima darinya karena ulah mereka sendiri. Mantan pengajar di
SMA 1 Gu ini menyulap sekolah seratus porsen berubah. Itu menurut guru-guru
dan kakak kelas karena sejak saya
masuk ke sekolah ini,
baru tiga bulan Bung Karno dilantik. Sangat nampak memang: guru-guru yang rajin
dan bersemangat mengajar, siswa yang tidak ogah belajar dan pembangunan fisik
sekolah yang mengalami banyak pembenahan. Itu bukti yang dapat disampaikan
perihal perubahan seratus persen tadi.
Walau bagiku
itu biasa-biasa saja tapi tidak bagi guru-guru yang sudah lama mengajar dan mengabdi di sekolah ini.
Apa yang diterapkan oleh kepala sekolah baru mereka sangat luar biasa. Dan aku pun mulai mengakui karena pastilah orang yang masuk ke
ruangan yang terang tidak bisa tahu kalau ruangan terang yang ia masuki itu
pernah gelap gulita.
Saat jam istrahat, aku dan Nauky Kartun teman
sebangku terperangkap di perpustakaan. Pemegang kunci gudang ilmu meminta kami membersihkan dan
mengatur buku-buku. Sangat antusias aku
memindahkan buku –buku saat itu,
apalagi bisa masuk ke ruang penyimpanan buku yang selama ini tidak bisa
dimasuki siswa. Nauky Kartun lain lagi tingkahnya, tidak banyak bergerak dan
seperti burung yang ingin segera terbang dari sangkarnya. Tentu saja bukan
untuk terbang ke kantin sekolah karena tidak ada sejarahnya mereka bawa uang saku ke sekolah untuk jajan.
Di jam istrahat seperti ini ia tidak ingin absen duduk di bawah pohon java bersama teman-teman lain sambil
melantunkan lagu-lagu anak band terbaru yang mereka hafal. Aku juga sebenarnya ingin
ke sana karena
sangat menarik. Biasanya hanya aku
yang bengong turut menikmati, yang lainnya semua punya kesibukan: ada gitaris
dua orang lengkap dengan pengiring basnya, Nauky Kartun sendiri berperan
sebagai drammer. Biasanya alat yang dipakai untuk dramnya adalah gardus bekas
tapi kalau gardusnya basah kena
hujan atau tidak ada pasti kursi kayu tiga kaki di bawah pohon itu yang
jadi sasaran. Yang lainnya semangat bernyanyi dan kadang vokalisnya sampai
sepuluh orang bahkan lebih saat mereka keluar dari ruangan usai menjawab soal
ulangan matematika.
Semua rumus hitungan di kepala sepertinya
bisa diterbangkan dulu dengan kekuatan
musik harapnya.
Ulah Nauky Kartun makin menjadi
karena bunyi gitar dan teriakan vokalis dari bawah pohon itu sudah beberapa
lagu yang sampai ke telinganya.
“Uky gara
mai handa’e”
Ia cepat meleset ke arah Ikhy. Kuperlihatkan buku tipis
bersampul putih bertulis huruf merah ‘BUTON DALAM GARIS MERAH’. Aneh, judulnya
mematahkan kekaguman dan pengetahuan kami
tentang kesultanan Buton yang tangguh. kami
pun mulai menyelami lembaran demi lembaran
buku misterius itu.
Nauky Kartun masih terhipnotis
dengan panggilan musik di
luar,
buku di hadapan kami kurang disimaknya, ia malah mempercepat balikan kertas halaman buku
itu. Simakanku
juga kurang tuntas tapi cukup membuat terkesimak, kaget, dan penuh tanya.
Buku itu memaparkan tentang
tindakan ABRI yang mencap Buton sebagai markas PKI. Mereka membantai dan
membunuh penduduk yang diduga bertalian dengan pemberontak PKI. Nama Buton
benar-benar gelap dalam buku itu. Ditulis oleh mahasiswa Universitas Haluoleo, kampus terbesar di
Provinsi Sulawesi Tenggara. Lengkap dengan sambutan rektornya Prof. Dr. Ir. Mahmud
Hamundu dan entah Huruf apalagi di belakang nama dengan gelar
yang tidak kumengerti itu. Nama-nama mahasiswa penulisnya tidak sempat kulihat, mataku terparkir pada kalimat
diakhir buku itu,
“Terus Berjuang, Bidadari Cantik menunggumu”
Dari sini bukan hanya pulau Tomia
atau mungkin juga se-Wakatobi
yang tadi pagi mendung dan gelap karena tertutup hujan dan awan hitam. Tapi hari ini aku juga menyadari kalau
sekolahku pernah mendung dan gelap. Parahnya aku merinding karena
Buton, suku kelahiranku
tempat leluhur mengokohkan kesultanan dalam hukum Islam yang terkenal bukan
hanya di nusantara tapi juga di jagat
dunia
dengan nama kesultanan Buton itu
ternyata pernah mengalami masa gelap karena
dicap sebagai markas pemberontak PKI.
Tiga mozaik kehidupan yang sekarang
menyadarkanku
bahwa kita sudah di tempat dan ruang yang terang. Kita tinggal menyiapkan diri
menjemput kesuksesan dan kehidupan yang lebih baik. Di bawah sinar cahaya yang
terang itu kita dapat merancang peta impian dengan jelas. Karena mimpi adalah
kunci dunia.
Tapi apa dunia mau memberikan kunci
kemudahan hidup padaku, itu tanya yang masih butuh jawab dalam benakku.
Lembar
3
Pilihan
Pertama: Anak Tinggal
Setiap
ke sekolah, Nauky Kartun, Hamudin Tominse, Tifal Bollywood dan Ela Serius
adalah teman jalan yang selalu menyertaiku.
Begitu juga saat pulang sekolah. Nauky Kartun adalah yang tidak bisa diam dan
selalu punya hal untuk dibahas selama di jalan. Selain profesinya sebagai drammer Ia juga sangat
memuji diri dengan keahliannya menggambar kartun yang sangat mengotori setiap
lembaran pertama buku catatannya. Apalagi kartu yang Ia gambar sangat
membingungkan, berkepala Goku dalam Kartun Dragon Ball tapi berbadan robot.
Hamudin Tominse orangnya pendiam tapi Ia yang
paling ribut kalau adik-adik kelas kategori cantik, lewat di depannya. Tapi semua mengakui kegantengannya dan ‘Tominse’ adalah
gelarnya dari pengagum. Aku belajar banyak tentang bagaimana merawat diri
darinya, meski yang terdengar oleh Nyonya
rumahnya adalah omelan karena lambatnya Ia membantu urusan dapur.
Tangannya halus betul, hati-hati sekali Ia menyentuh sesuatu. Tak pernah lupa menyemprotkan parfum ke badan
meski hanya ke dapur. Dan rambutnya, rambu
jatuh yang membuat orang yang melihat dari belakang mengira Tominse personil F4 itu tersesat di
pulau Tomia. Tapi dibalik itu, keberadaanya sangat diharapkan untuk menjaga
pertahanan club bola sekolah kami dari serangan lawan.
Tifal
Bollywood, nah!
Siswa yang ini beda. Semua penghuni sekolah sangat mengenal kebaikannya, bukan
karena Omanya pemilik kantin sekolah. Sebagian betul, karena bisa ngutang roti lewat
dia. Tapi ia juga anak dari guru Matematika paling cerdas memberi nilai. Jadi
semua siswa harus baik-baik juga sayang dengannya kalau
nilai Matematika mau lurus. Perihalnya, ia adalah guru otak kananku di kelas. Biasanya perbincangan
dengannya berangkat dari film yang ia nonton
tadi malam kemudian pembahasan pun mulai seru
dengan imajinasi cerdasnya. Semua pelajaran yang butuh pekerja otak kanan ia
taklukkan. Tampilannya sederhana tapi ia bisa tiba-tiba terlihat sangat cantik
saat membahas cowok idamannya ‘Salman Khan’ aktor flim India yang berbodi di
atas rata-rata pria umumnya. Dan semua artis Bollywood lainnya tidak pernah
sepi dari ocehannya. Ia sangat tahu seluk-beluk artis itu sampai gosip pribadi
mereka. Walau kadang sudah berulang-ulang kali ia ceritakan, semua teman
gosipnya juga kadang bingung ‘ia tahu dari mana?’
Ela serius, orangnya pendiam dan selalu nampak
serius. Sehingga untuk hal-hal yang serius dialah tempat yang pas untuk
bertanya serius. Semua serius segan
padanya karena mereka tahu kalau saat ini ia pacaran serius dengan seorang
pemain sepak bola posisi bek
andalan club bola sekolah. Pacar serius yang
kekar badannya itu selalu dipasang berpasangan dengan Hamudin Tominse.
Perjalanan pulang sekolah sudah sampai di kaki tanjakan
memasuki kompleks perumahan penduduk Waha dan Onemay yang berada di dataran
rendah sebelah barat pulau Tomia,
berhadapan dengan pulau Kaledupa. Menurut cerita, Onemay yang kemudian
menjadi pemukiman penduduk ini awalnya hanyalah tumpukan pasir yang ditimbun
oleh ombak. Onemay sendiri artinya adalah pasir yang datang. Itu dipercaya karena menurut analisis ilmiah
tingkat SMA, rumah-rumah yang dibangun di atas pasir adalah bukti nyata hasil
kerja ombak-ombak itu menimbun pasir.
Tiba-tiba
ocehan kami terhenti oleh panggilan seorang Ibu dari depan rumah batu
sederhana.
“La Uky gara mai karaka” (Uki Kesini dulu)
Nauky
Kartun pun bergegas meninggalkan rombongan ke arah panggilan itu. Dan dari
jalan terlihat ia meletakkan tangannya ke leher Ibu itu sambil
mengelus-elusnya.
“Oh.. no tolo te buku na iso” (dia menelan tulang) sentak Ela Serius mengomentari
tindakan Nauky Kartun.
“Terus
Uky itu bikin apa?”
“Dia
mengobati Ibu itu. La Uky itukan No tubu
ssafo”(Lahir dengan kaki duluan:) terang Ela
serius
“Oh..begitu”
Gumamku,
mengagumi satu lagi kelebihan Nauky Kartun yang hanya dengan mengelus-elus
leher saja tulang yang ikut tertelan saat makan dan tersangkut di kerongkongan
siapa saja bisa ia sembuhkan.
Sepanjang
jalan pikiranku pun diwarnai olehnya. Ia anak tinggal di rumah jabatan camat
Tomia yang tentu saja tanpa manajemen gaji bulanan karena dianggap bagian dari
keluarga. Entah itu pilihannya atau bukan tapi ia sangat ikhlas melakukan
banyak pekerjaan di rumah berhalaman luas yang tiap bulan Agustus dipenuhi
warga satu kecamatan untuk menyaksikan lomba seni seminggu sebelum 17.
Ia
anak cerdas, dengan pekerjaan rumah yang begitu banyak, tidak menganggunya
berprestasi di sekolah. Jago bahasa Inggris. Aku sendiri kadang iri, banyak adik-adik kelas yang
meminta bantuannya menyelesaikan tugas dari guru bahasa Inggris. Dan aku tidak
hanya sekali harus menyamakan jawaban pekerjaan rumah dari pak Abdullah guru
bahasa Inggris kami. Tidak hanya bahasa Inggris ia juga mampu di semua
pelajaran. Di ruangan tiga IPA, Penampo Kutubuku, Gani Venus, Ela Serius, Tifal
Bollywood, Tuti Anjani dan yang lainnya juga aku adalah teman-temannya
berprestasi.
Sebagai
anak tinggal, sebutan itu juga melekat padaku. Bedanya, padaku itu adalah
pilihan pertama dalam hidup. Semua kulakukan untuk merubah kehidupan dan
kebiasaan buruk. Latar belakang keluarga yang memanjakanku dalam keterbatasan
yang ada sebagai satu-satunya anak laki-laki. Ditambah lagi dengan lingkungan
pergaulan yang memudarkan semangat sekolah. Semua itu membuatku tegar untuk
berubah.
Aku
memutuskan untuk pindah sekolah dari SD satu Tomia setelah semuanya terlihat
kabur dan berantakan karena ulahku sendiri. Siang itu paman mahaguru yang
bertugas di Binongko datang dan mengajak sekolah di tempatnya mengabdi. Semua
memberi dukungan. Ayah adalah yang paling mengiginkan itu. Waktunya bersama
keluarga sangat sedikit dan jarang. Setiap tahunnya ia harus berbulan-bulan
mencari nafkah dengan berlayar sebagai ABK bagian ‘Basi’ kapal motor Sumber Daya Alam 2 . Untuk menyemangatiku saat
itu, Ayah merinci tokoh-tokoh orang Tomia yang sekarang sukses dan dari puluhan
pertemuan yang ia tanyakan, kesimpulannya tujuh puluh persen mengatakan bahwa
mereka yang sukses hidupnya sekarang awalnya menyandang gelar ‘anak tinggal’.
Dengan begitu Ayah, berharap saya mendapat didikan yang baik. Dan laporan
penelusuran Ayah juga makin memantapkan sikapku.
Rencana
yang dinginkan semua keluarga itu gagal, paman mahaguru menyarankan untuk
menunggu kabar dari kakaknya. Harapan mendapatkan didikan yang lebih baik ia
pertimbangkan lebih pas jika saya ikut dengan kakaknya. mereka pun bersabar sampai rencana kedua ini
berjalan sambil terus berharap ini yang terbaik.
Waktu
yang ditunggu-tunggu itupun tiba, keluarga yang akan menjadikanku anak tinggal
menjemput. Setelah bersilaturahmi dengan keluarga, kami pun berangkat dari
Tomia ke Lombe, ‘Lombe’ nama tempat yang akan menjadi daerah berkembangku itu.
Dan Ibu, Ibu adalah yang paling lama menangis saat melepaskanku dan saya
sebagai anak kelas tiga SD hanya bisa melihat coba mengerti kenapa harus
menangis.
Pelayaran
pertamanku melintasi laut melewati
pulau-pulau adalah saat itu. Yang berkesan hanya ketidakberdayaan dalam mabuk
yang mengombak-ombak perasaan. Kenapa naik kapal dan kenapa lama sekali sampai
di daratan adalah tanya bingungku.
Sebulan
bersama keluarga itu saya merasakan proses metamorfosis yang sempurna. Aku berubah menjadi pendiam, tapi otak lancar.
Gesit mengerjakan tugas rumah yang selalu dimulai jam empat subuh. Tapi yang
membuatku paling berubah adalah saat
dipanggil tuan rumah melaksanakan shalat berjamaah. Usai shalat dan
berdoa sang tuan rumah berceramah singkat:
“Jangan lupakan shalat, yang paling baik
itu berjamaah”
“Amalan
yang paling baik di dunia ini adalah shalat tepat waktu.”
Ceramah
singkat padat itu menjawab semua tanya, tentang kenapa harus shalat. Kenapa
shalat menjadi penyaring amalan – amalan kita yang lain selama di dunia. Bahwa
yang pasti akan dilalui oleh semua makhluk hidup adalah kematian sebagai
matinya jasad dan proses kita di dunia inilah yang menjadi petimbangan tuhan
menempatkan kita di surga atau di neraka dan pertimbangan pertamanya adalah
mengenai shalat.
Tidak
hanya sebatas pemahaman dari pesan itu dan semua hikmah dalam pengetahuanku.
Pemahaman itu membentuk mimpi untuk menjadi seorang ustad. Pemahaman adalah
pondasi impian, impian untuk menjadi orang. Pemahaman itu juga yang merubah
energi yang salah arah menjadi energi semangat hidup meraih mimpi.
Satu
hal yang tidak membuatku kokohkan impian itu adalah apa yang kutahu bahwa untuk
jadi ustad harus lulusan pesantren dari
Jawa. Berpakaian serba putih dan hafal Al qur’an Hadits di luar kepala. Sedang
saya, kapan ke Jawa. Masuk pesantren dan
menuntut ilmu agama di sana. Sudah terlambat jadi ustad. Teman depan rumah yang setingkat lebih kakak dariku usai tamat
SMP langsung diantar orang tuanya ke Jawa untuk masuk pesantren. Menuntut ilmu
agama, menghafal Qur’an Hadits harus dari usia belia. Dotrin itu memupuskan impianku.
Karena pendidikan yang kujalani hanya mampu mengantar mimpi untuk tamat SMA
selebihnya ubun-ubunku pun tidak berani berkomentar. Padahal anak-anak lain
dengan entengnya menyebut ingin jadi: Polisi, dokter, guru dan saya hanya diam.
Cabang
impianku tumbuh saat tuan rumah mengumpulkan kami yang ada dirumah untuk menyimak kisah dalam novel yang
dikarangnya. Ternyata saat tuan rumah duduk sendiri di kursi plastik putih
memegang pensil dan menulis di buku besar bergaris setiap sore selama ini
adalah aktifitasnya menulis novel. Dan sekarang tibalah saat dimana semua
penghuni rumah berkesempatan menjadi orang pertama yang menyimak karyanya itu. Pikiranku terlintas
untuk impian usai mendengar kisah dalam novelnya.
Saat
itu kumerasa sebagai tokoh cerdas dan
sukses dalam novel itu, yang menamatkan pendidikannya di Jepang. Ubun-ubunku
mulai berani bermimpi untuk sekolah menuntut ilmu setinggi-tingginya dan
sejauh-jauhnya. Hanya pada dua kata itu, selebihnya bagaimana caranya adalah
wilayah yang angker untuk berani di khayalkan.
Sampai
sekarang, setiba di rumah. Saat kulihat tuan rumah sedang makan siang, dua kata
itu muncul lagi: tinggi dan jauh. kubawa dua kata itu ke dalam kamar.
“Tinggi... ya! Alhamdulillah sekarang
sudah kelas tiga SMA”
“Jauh...
ya! Masih jauh juga sih Patipelong dan Onemay tapi mundur karena tadinya di
Lombe sekarang sekolahnya di Tomia kembali”
Kurebahkan
tubuh sambil tersenyum bangga menatap seragam sekolah yang telah kugantung dan
bergumam:
“Tinggi..”
Lalu
menutup mata dan kembali bergumam:
“Jauh...”
Lembar
4
Bukit Ilmiah
Bukit
itu tandus. Hanya beberapa tumpukan rumput setinggi lutut dan semak yang
membalut hijau. Di atasnya tumbuh beberapa pohon kelapa melambaikan nyiurnya ke
laut. Gedung sekolah kami mendominasi penampakan bukit itu dari laut. Di
samping ruang kelas satu de itulah, pohon yang setiap jam istrahat berpenunggu.
Bunyi gitar drammer serta nyanyian gaduh teman-teman sekolah merusak
pertumbuhan cabangnya. Gaduh karena di setiap lagu yang dinyanyikan saat tiba
pada bagian reffnya bukannya suara merdu yang terdengar dari vokalisnya tapi
teriakan disertai tawa yang memancing perhatian semua penghuni bukit ilmiah.
Kampus
bukit ilmiah. Begitulah bung Karno menamai sekolah ini. Tepat di atas bukit.
Beberapa meter ke arah selatan tebing curam bukit itu langsung laut sehingga
setiap kapal yang lewat di tepi laut banda adalah pemandangan yang menarik
untuk dinikmati dari atas bukit ini. Dan sebaliknya penumpang dari kapal itu
jika melihat kampus bukit ilmiah laksana melihat gedung istana di atas benteng
kesultanan.
Hari
ini hari jum’at. Lapangan Basket di tengah-tengah gedung persegi sekolah sedang
dalam tahap penyelesaian. Butuh batu-batu kerikil untuk meratakan fondasinya
sebelum disemen. Semua siswa siap untuk itu dengan embernya masing-masing.
Dengan pengaturan yang rapi dan kewajiban menimbun fondasi sepuluh ember
persiswa, semua bergegas mencari kerikil-kerikil kecil. Menghambur ke semua
arah sampai di luar pagar sekolah.
Setiap
semak tiba-tiba gaduh berpenghuni. Banyak di antara siswa yang bekerjasama, ada
yang mengumpulkan kerikil dan ada yang bertugas mengantarkanya ke mandor kelas
untuk dicacat. Puncak bukit adalah tempat yang paling ramai diserbu karena
banyaknya kerikil di antara semak-semak. Tidak hanya pada tepi bukit, ada juga
yang terus ke tepi laut yang sedikit berpasir. Kerikil pasir di pantai kecil
itu jadi sasaran. Tidak jarang ada yang mengisi embernya dengan pasir.
Tidak
semua siswa berani turun ke pantai kecil itu. Hanya yang biasa mendaki naik turun gunung yang
terlihat, saya juga sempat ke bawah saat itu. Jalan setapak untuk sampai ke
bawah itu licin, terjal dan sempit. Banyak yang sudah membuat jalan sendiri di
sela semak-semak. Dari kiri kanan jalan setapak itu sudah terdengar gaduh siswa
yang mencari kerikil. Mereka betul-betul menyemut saat itu, tidak ada yang diam
terpaku atau hanya menonton. Semua begegas menyelesaikan kewajibannya
masing-masing.
Di
tengah keramaian bukit itu, saat saya
turun ke pantai mengambil pasir, prahara itu terjadi. Dari arah kanan
tiba-tiba terdengar teriakan histeris siswa perempuan. Aku lompati tanjakan
yang tinggal dua meter ke pasir pantai untuk melihat jelas apa yang terjadi.
Kaget,
dan semua yang menyaksikan tampak pucat ketakutan. Tidak ada yang berani
mendekat dan menyentuhnya.
“Wawa
oh.. wawa..”
“Fa’akai itedenne la” (Kenapa kaliam tidak
menggangkatnya)
Teriakku
pada siswa laki-laki lain yang berada di pantai sambil mendekati Wawan. Saya
juga hampir tak berani menyentuh saat itu. Apa ia mati? Tanyaku dalam hati.
Tapi saya pun
maju, setelah beberapa saat tidak bergerak sama sekali, kulihat ia tiba- tiba berusaha
membalikkan badannya.
Darah
segar yang keluar dari mulutnya menambah ketakutan kami, tapi ia tak bisa
dibiarkan lama berada di situ. Jumlah siswa laki-laki terus bertambah. Mereka
lalu bergegas menopangnya sampai ke atas bukit. Aku membalikkan badan kembali mengamati tempat ia
mendarat. Setelah jatuh dari ketinggian enam meter dari tepi tebing bukit.
Tepat di atas pasir seluas satu kali dua meter. Di kiri kanan atas bawahnya,
batu-batu cadas yang tajam di asah ombak
juga menunggu. Mataku tak berkedip dalam ketidakberanian membayangkan
kalau ia jatuh tepat di atas batu-batu cadas itu.
Bukit
yang ramai itu tiba-tiba kembali sepi, Wawan telah diantar ke Puskesmas
terdekat dan semua siswa kembali berada di ruangannya masing-masing. Suasana berganti dengan proses belajar
mengajar yang tenang berwibawah akademis tingkat tinggi. Guru-guru di kampus
bukit ilmiah adalah dosen-dosen yang gigih dan fokus membentuk DNA siswanya
menjadi cerdas.
Ibu
Rukiani,S.Pd. menuju kelas belajarku, beliau mengajarkan Kimia. Pelajaran
yang kusukai tapi tidak dikuasai,
apalagi untuk materi kelas tiga. Entah kenapa dipelajaran ini saya tidak
mengalami kemajuan sama yang berarti. Padahal sebelumnya saat kelas dua saya
pernah diutusnya mengikuti Olimpiade MIPA di Bau-bau tingkat kabupaten dan
diajang itu saya meraih juara tiga.
Kembali
ke suasana belajar siang itu, suara Bu guru yang merdu berbahasa Kimia membuat
perpaduan musik yang sempurna dengan hembusan angin laut. Daun semak-semak,
bunga, nyiur dan semua yang bergerak
karena tiupan angin di kiri kanan ruangan menimbulkan bunyi khas lebih
indah dari semua jenis alat musik di dunia. Melalui jendela, musik angin itu
menjadikan kami mandi musik. Bukan hanya telinga yang mendengar, semua organ tubuh menikmatinya. Lebih nikmat dari
pada berada di ruang AC yang membekukan. Nuansanya sempurna dengan vokalis
berbahasa Kimia yang cantik.
Bel
pulang berbunyi. Dari pintu keluar terlihat ramainya penghuni bukit ilmiah
bergegas ke satu arah pintu gerbang untuk pulang.
“Sempurna, sekolah ini lokasinya
istimewah”
Di
atas bukit inilah impianku selalu segar dielus angin laut, mungkin inilah
alasan Tuhan menempatkannya kembali sekolah di pulau kelahiranku. Ada ratusan
anak yang belajar mewarnai mimpi di atas bukit ini. Tidak sedikit yang
menemukan cinta di sini walau kebanyakan adalah cinta kelas Luna Maya Vs Monyet.
Tapi hari-hari mereka penuh senyum karena cinta.
Impian
tanpa cinta memang sulit dijaga.
Tapi cinta pada Allah dan Rasul yang akan menyempurnakan cinta kita pada yang
lain. Tapi ini
bukan untuk cari nyaman karena tampanku yang pas-pasan sehingga Luna Mayaku
untuk latihan cinta tingkat rendah pun tidak pernah kutemukan.
Lagi,
ini lebih jujur tak bermaksud
menceramai.
Cinta di dalam persaudaraan dan persahabatan adalah yang terbaik. Dengan
cinta itu,
sudah cukup untuk menjadi energi bahan
bakar dalam menempuh jarak impian yang tinggi dan jauh.
“Dari atas bukit ini ada bukit
impian yang harus diraih dan kutinggali untuk merancang kehidupan yang
sejahtera untuk semua orang”
Gumamku tiba-tiba diam. Merenungi kesejahteraan
hidupku saja mengkhwatirkan, kenapa berpikir untuk kesejahteraan orang lain.
Lembar
5
Kesurupan
Jalannya pelaksanaan upacara bendera yang
sakral pagi ini sempat terganggu. Padahal semua mengharapkan sempurnanya
prosesi itu. Guru-guru lengkap, siswa rapi dengan seragam yang lebih bersih
dibanding hari-hari lain. Hanya beberapa topi siswa yang depannya patah saja
yang agak menggangu pemandangan. Kepala sekolah paling top lagi, dengan kopiah
hitam tegak berdiri di dampingi
ajudan yang memegang naskah Pancasila.
Pembacaan
naskah proklamasi oleh presiden pertama Ir. Soekarno di dampingi wakilnya Hatta hanya
kulihat dalam gambar sampul buku-buku Sejarah. Tapi dengan tampan kepala
sekolah seperti itu aku bisa membayangkan pasti beginilah tampan bung Karno
saat itu. Di hadapan rakyat yang tidak sabar menunggu petikan kemerdekaan
dikumandangkan. Dan inilah
sebab musabab aku menyebut kepala sekolahku ini ‘Bung Karno’.
Siswa kelas tiga IPS dua yang
bertugas sebagai pelaksana upacara. Semua hening saat penghormatan kepada
kepala sekolah selaku pembina upacara.
“Laporan
pemimpin upacara kepada pembina upacara bahwa upacara segera di mulai”
Pemimpin
upacara seketika tegap hendak memulai langkah mendekati Bung Karno untuk
melaporkan kesiapan pasukan mengikuti upacara.
Disinilah gangguan itu muncul, guru-guru di samping Bung Karno tidak
bisa menahan tawa hingga pecah dari kerongkongan beberapa detik dan pada siswa, tawa itu bukan hanya
di kerongkongan tapi memanjang ke mulut
beberapa saat hingga harus memegang perut. Pemimpin upacara itu yang menggelitik
mereka.
Langkahnya,
saat melangkahkan kaki kiri bersamaan dengan ayunan tangan kiri juga sebaliknya
ia melangkahkan kaki kanan bersamaan dengan ayunan tangan kanan sehingga
terlihat sangat kesulitan berjalan dan membentuk gaya yang jelas membuat orang
tertawa sekaligus kasihan.
Pembukaan
upacara yang seharusnya sakral jadi komedian yang lucu, tapi itu berjalan
sesaat. Hanya bung Karno saja yang tetap pada posisinya, tegap berdiri dalam wibawa sambil
memastikan rakyatnya tenang mendengarkan
pembacaan proklamasi. Selanjutnya semua hikmat membaurkan jiwa dan raga
melewatkan tahap demi tahap rangkaian upacara,
“Amanat pembina upacara”
“Untuk
amanat! Istrahat di tempat... Grak!”
Ini
tahap pemotifasian yang selalu kutunggu-tunggu, Bung
Karno berkisah tentang perjalanannya ke Jakarta. Di pesawat saat penerbangan
beliau duduk berdampingan dengan seorang bule. Perjalanan dari Makassar ke
Jakarta menyisahkan banyak waktu untuk berkenalan. Bule itu ternyata seorang
Profesor dosen terbang dari Amerika yang datang mengisi seminar di Makassar.
Usai berkenalan bule itu kembali menekuni aktifitasnya membaca. Selama perjalanan bule itu
tidak pernah berhenti membaca, bacaannya pun tebal-tebal.
“Saya
kagum pada profesor itu, sudah banyak ilmu masih juga mencari. Membaca adalah
kunci ilmu pengetahuan. Perpustakaan kita harus aktif dan sering dikunjungi. Di
sanalah gudang ilmu, dengan ilmu kita di jamin bahagia di dunia dan di akhirat
kelak”
Di
akhir nasehatnya, perhatian terbagi pada siswa perempuan yang tiba-tiba jatuh
pingsan di kiri belakangku. Untungnya masih
sempat di tangkap siswa perempuan lain. Ia pun diangkat ke ruangan dalam
keadaan meronta disertai teriakan-teriakan
histeris. Bung Karno usai memberikan
nasehat, acara melangkah pada bagian
akhir upacara.
Dari
dalam ruangan siswa yang pingsan tadi makin mengeluarkan teriakan histeris yang
aneh hingga terdengar sampai ke lapangan. Semua kaget, beberapa siswa perempuan
yang ada di lapangan juga tiba-tiba meronta dan berteriak-teriak. Dalam sekejap
telah ada empat siswa yang
bertingkah sama histerisnya. Suasana kacau ada yang membantu menanggani dan ada yang langsung lari
ke ruang kelas sambil menutup telinga.
Saya memilih untuk kembali ke kelas,
karena tidak tahu harus berbuat apa. Ada juga teman laki-laki yang mendekat
sambil memberi masukan cara menangani mereka yang histeris tapi kemudian
kembali lagi ke kelas. Informasi
darinya pun memancing untuk diketahui
“
Mereka kemasukan, kesurupan roh halus. Yang lain tidak kuat imannya sehingga
ikut kesurupan juga. Itu bisa jadi karena ada yang menyimpan sesuatu di sekolah
atau biasa jadi ini ulah pria yang dikecewakan oleh teman perempuan kita.”
“
Di zaman seperti sekarang masih ada juga yang bermain dukun” Sambungku.
“ Kalahkah cinta” Tambal Nauky kartun
“
Itu tebakanku, bisa jadi memang pagi ini rombangan roh halus dari laut banda
singgah istrahat di bukit ini makanya teman-teman perempuan itu kesurupan.” Jelas Taufik Wakale melengkapi interview
kami.
Perbincangan
tentang roh halus pun mulai berlanjut. Nauky Kartun menceritakan tempat-tempat
berpenghuni roh halus
yang ia tahu, termaksud setan berbentuk naga merah yang katanya mendiami semak
di antara sekolah dan penurunan memasuki kelurahan Waha. Tiap pagi dan siang
hari siswa kampus bukit ilmiah melewati
simpangan itu.
“
Di malam hari sudah banyak yang mendengar suara tangis perempuan di tempat yang
memang mempunyai banyak kuburan
itu saat lewat.”
Aku
juga
tak mau kalah, kukisahkan
pengalamannya beberapa bulan lalu saat di rumah kakak. Pak Hasyim yang mengajar
di SD kahiyanga harus turun tangan menangani istri tetangga dari pasangan muda
yang baru menikah. Setiap menjelang magrib, suami, mertua dan semua keluarga pasangan muda itu
kerepotan menangani sang istri muda yang
selalu berteriak-teriak histeri karena kesurupan dan ini sudah berlangsung selama hampir
sebulan.
Sore
itu pak Hasyim turun melihat keadaan istri muda itu, dipegangnya tangannya ia
meronta. Pak Hasyim dengan cepat mencengkram tangannya.
“
Siapa kamu” bentak Pak Hasyim pada istri muda itu.
Istri
muda itu menjawab tapi semua yang menyaksikan tercengang saat yang terdengar
bukan suaranya tapi suara nenek tua mirip mak lampir. Percakapan pun berlangsung lama sampai istri muda itu
tertidur dan Mak Lampir yang menguasai raganya minggat. Kakaku selalu menyesalkan radio yang lupa ia bawa
untuk merekam percakapan itu. Di hari berikutnya
teriakan histeri itu masih terdengar menakutkan semua tetangga. Pak Hasyim
segera turun.
Kali ini ia geram dengan ulah Mak Lampir yang masih juga datang mengganggu. Ia
berusaha dengan sekuat kemampuan untuk
memastikan
Mak Lampir tidak kembali lagi.
Penyebabnya menjadi jelas setelah
wawancara dengan roh halus dalam raga istri muda itu. Menurut Mak Lampir, ia bisa berbuat begitu
karena sang istri pernah berjabat tangan dengan seorang lelaki. Sang lelaki
mengenggam silet dalam tangannya. Silet itulah yang di bawa ke Mak Lampir agar
bisa mengerjakan proyek perdukunan Iblisnya. Setelah diatur pak Hasyim lewat
diplomasi dengan roh halus, Mak Lampir akhirnya meminta maaf lalu pergi meninggalkan raga
yang terus tertidur itu. Saat bangun sang istri muda tampak bingung
“apa yang telah
diperbuatnya kenapa semua orang mengelilinginya”. Tanyanya malu.
Dan kakakku tampak
kesal tak puas melewatkan adegan itu karena radionya lupa dibawah untuk merekam
diplomasi dua dunia itu.
Beda
lagi dengan istri paman mahaguru dari Binongko. Ia sering kemasukan arwah
leluhur, pernah yang datang padanya adalah putri penjaga Tadu sampalu sebutan ujung timur pulau Sawah di depan Usuku. Ujung
pulau itu tidak pernah tenang oleh amukan ombak
laut
Banda tapi disitulah Putri itu bermukim. Itu menurut Putri sendiri saat berbicara langsanug dengan paman mahaguru
lewat raga istrinya. Tapi itu selalu berlangsung sesaat. Terakhir istri
mahaguru kesurupan arwah Bapak dari Ayah
Bapak mahaguru.
Pak
Hasyim juga pernah bercerita tentang kasus kesurupan terberat dan yang paling
lama ia tangani. Saat itu ia
berhadapan dengan arwah penjaga pulau Lentea, pulau angker depan pulau Tomia
yang punya banyak kuburan panjang-panjang
belasan meter. Kasus itu memakan waktu yang
lama dan si korban sudah
sangat kurus. Roh halus yang memasuki raganya punya banyak permintaan dan
parahnya lagi yang datang menginap bukan hanya satu tapi
banyak dan saling bergantian menguasai raga si korban. Sudah diusir tapi datang
lagi. Yang datang beda dengan yang sebelumnya sehingga permintaan
tumbal untuk minggat juga beda-beda.
Tapi dengan usaha yang keras, setelah dibantu sesama profesi, akhirnya korban bisa dibebaskan lewat pertarungan diplomasi
yang sengit.
“
Hebat! Itu namanya perang
antara penghuni dua dunia yang berbeda” potong Hamudin Tominse padaku yang masih semangat
berkisah horor dan heronya. Ia juga ingin
bercerita tentang roh halus dari daerahnya di Matanauwe dekat Pasarwajo. Tapi kami segera bubar dengan
datangnya pak Ardi yang sudah mendekati
ruang kelas. Pagi ini otak kiri kami
akan dipanasi dengan rumus integral dan limit dari pelajaran Matematika yang
akan dibawakannya.
Duduk
di depan dekat Penampo kutubuku, aku
membayangkan
peristiwa pagi ini dan kisah horor dari teman-teman. Pikiranku liar, malah
ikut-ikutan mengosongkan pikiran melemahkan iman berharap agar berkesempatan
jadi aktor yang kesurupan seperti kepala sekolah yang kulihat kesurupan arwah
Bung Karno, pemimpin upacara yang
kesurpan arwah Nagabonar dan siswi-siswi itu.
“Aku
ingin kesurupan arwah Einstein yang
mungkin datang bersama rombangan roh halus yang memasuki raga siswa-siswa
perempuan tadi. Bisa jadi Einstein juga
datang
berlibur dan hantu guide mengajaknya istrahat di kampus bukit ilmiah.
Ayo....datang padaku bantu aku mengalahkan Penampo Kutubuku yang jago
Matematika di sampingku ini.”
“Siap!
Satu...dua...tiga...”
“Assssalaaamualaikum”
teriak seluruh siswa kecuali saya
serentak memberi salam menyadarkanku
dari lamunan liar lalu bersikap serius untuk menambah bekal menghadapi ujian
Nasional yang tinggal tiga bulan lagi.
Sambil tetap terus berharap
ada susunan DNA baru yang terbentuk di otakku
sama dengan otak Einstein untuk menjadikanku
juara di rel mimpi.
Lembar
6
Laskar
P4
Lomba penulisan Ilmiah
tingkat SMA yang iseng kuikuti membuatku bisa
datang lagi ke negeri kesultanan Buton ini. Akhirnya bukan hanya beban ujian yang
bersarang di kepala. Panggilan untuk mempertanggungjawabkan tulisanku ini juga
harus kusikapi. Meski hanya penelitian
pustaka dari gudang ilmu serba terbatas yang sering kumasuki bukan berarti ini
pekerjaan mudah.
Hanya ini yang kuingat,
nama-nama jenis terumbu karang, alat perkembang biakannya, suhu dan kondisi
yang tepat, juga tempat-tempat yang
disenangi. Semuanya terangkum dalam laporan penelitian itu. Dan ini yang baru
benar-benar kutahu saat itu. Bahwa ternyata Terumbu Karang itu bukanlah batu
mati yang tidak bisa berkembang. Bukan pula tumbuhan yang bisa tumbuh dengan
subur walau penampakannya seperti bunga-bunga yang bermekaran di taman Istana.
Tapi ternyata Terumbu Karang itu adalah salah satu jenis binatang laut bukan
tumbuhan laut. Sampai di situ saja, datanglah ke negeri pelangi untuk tahu
lebih jelas keunikan binatang laut ini.
Yang mendominasi pikiranku
usai presentasi tulisanku saat hanya satu; Di mana Engi dan Sawal? Tak kulihat
di kerumunan siswa-siswa seangkatanku dalam ruangan gedung Pancasila ini. Juga
untuk mendatangi di sekolah mereka saya tak tahu mereka lanjut SMA di mana.
Akhirnya samapai kami kembali hanya ruangan ini yang mengobati rinduku pada
mereka.
Di ruangan gedung pancasila
ini, kami bertigalah tim yang memperjuangkan nama baik semua siswa SD
sekecamatan GU. Kecerdasan kami
mengantarkan kami sampai sejauh ini, setelah mengalahkan puluhan tim lain
sekecamatan. Sampai babak belur juga kami melewati tahapan seleksi tingkat
kecamatan itu. Sampai-sampai kami hampir dinyatakan kalah karena juri yang
tidak mendengar jawabanku atau saya yang kurang lantang menyebut jawaban saat
itu. Padahal jawabanku sudah benar. Untung ada kakaknya Dino yang obyektif memperjelas kembali jawabanku.
“Kita adalah Laskar P4.”
Tegas Engi.
Dengan senyum cantik, gadis kecil di
sampingku itu mengklaim kemenangan kami
kemudian kembali diam dalam sikap cerdasnya yang anggun dengan posisi duduk
yang tampak terdidik untuk selalu disiplin.
“kalau perlu kita susun
paha-paha kita agar cepat menjawab tepat di muka mic yang hanya satu ini”
Sambung Sawal
Sambil tertawa diikuti
guncangan badan gemuknya menatapku,
mengisyaratkan untung ruginya kalau sarannya itu diterima.
Dan saat itu, kembali di gedung ini saya dendam sekali dengan
tim cedas cermat dari Poleang itu. Sangat mustahil sangkaku saat itu. Baru satu
kata yang terdengar sudah dijawab saat soal itu mulai dibacakan. Sepertinya
mereka sudah tahu kalau soal nomor satu yang akan dibacakan ini jawabannya.
Terlebih lagi mereka bertiga semuanya adalah perempuan. Masa dikalahkan
perempuan. Dongkolku sambil kukagumi sekaligus mengutuk otakku yang lupa naskah
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau p4 saat bagian hafanku ditanyakan. Dan kuakui,
sayalah yang membuat Laskar P4 kalah saat itu.
“Di mana mereka sekarang
ya?” Tanyaku pada diri sendiri.
“Saya akan sangat menyesal
kalau tidak lagi bertemu mereka. Kalimat maafku sebagai biang kekalahan saat itu harus kukemanakan?”
Sesalku.
Jika Bung Karno sungguhan melihatku dalam
keadaan memelas memohon maaf pada dinding gedung Pancasila saat ini, pasti
beliau mau datang mengelus-elus kepalaku sambil mengucapkan kalimat ini:
“Perjuangan mengamalkan
Pancasila masih panjang, jangan lupakan lagi hafalanmu. Negara ini butuh orang-orang
sepertimu. Doakan agar mereka juga berguna bagi bangsa dan negara ini. ”
Yah! Hanya doa ini, agar mereka berhasil dan
berguna bagi bangsa dan Negara. Engi yang tampak berwibawa dalam senyum
cantiknya itu, semoga jadi petinggi aparat pemerintahan Negara ini, aparat yang masih perlu lagi didikan
kedisiplinan agar duduknya para pejabat persis seperti duduknya saat ia menjawab pertanyaan dewan juri atau jadi
kepala sebuah institusi yang mencetak calon-calon Praja.
Sawal, semoga jadi ahli
ekonom Negara ini. Sehingga mampu memperhitungkan detail untung ruginya
kebijakan ekonomi presiden. Semoga, karena didikan ekonomi sejak kecil yang ia
dapat dari Ayahnya sebagai kepala kantor pos mengisyaratkan karir itu bisa
diraih. Seperti tatapannya padaku saat itu. berharap gadis mungil cantik di
samping kami terpancing.
Semoga.
Lembar
7
Hentakan Cinta
Nyonya
rumah lebih dulu bangun, saya kalah lagi. Padahal kuingin jadi orang
pertama yang sadar setelah diistrahatkan tuhan semalam, di rumah besar tempatku
menyandang gelar anak tinggal. Kukenakan
baju koko andalan yang telah empat kali dipakai lebaran. Tak lupa parfum non
alkohol di botol
bening kecil kutuangkan sedikit ke tangan lalu
kugosokkan ke kiri kanan
lengan baju koko juga bagian depan.
Lewat
pintu belakang saya
meleset ke mesjid. Bapaknya La Mba’u sudah memudar kaset pengantar azan. Usai
shalat sunat memuliakan mesjid saya siap-siap untuk Azan.
Setelah Bapaknya La Mba’u menyiapkan mic
kusegera memanggil
penduduk untuk datang sholat Subuh di mesjid.
Usai Azan sudah ada belasan orang tua dibelakang, anak seusiaku hanya Yuyun, Ikbal dan Arif. Tiga orang itulah yang menyemangaiku untuk rutin
shalat Subuh, kami seperti utusan dari ratusan anak seusiaku. Tak hanya
seusiaku, kmai juga utusan dari mereka
yang sepuluh tahun lebih muda dari dua puluh tahun lebih tua. Karena dari hari
ke hari hanya wajah-wajah siap pulang kampung akhirat ini yang kulihat.
Usai shalat subuh tak kuperpanjang doaku,
segera bergegas ke rumah untuk
menyelesaikan tugas rumah yang telah dibagi
dua dengan Onhy. Onhy adalah
anak tinggal di rumah besar ini juga,
setingkat lebih muda dariku.
Gadis cantik gesit
itu sudah kuanggap adik sendiri. Seperti siswa
lain, ia juga masuk ruang gosip yang jadi ocehan teman laki-laki. Wajar saja
kalau sekarang ia memerankan drama cinta anak SMA dengan Arifin anak setingkat yang jadi Romeonya.
Perjalanaku ke sekolah kali ini
sepi, tidak dihibur
teman yang datang menyambar untuk jalan bersama. Aku pun segan menyamakan langkah dengan
teman-teman yang mendahului. Terus melangkah sambil tertunduk dan sesekali
pandanganku refleks mengikuti motor yang melewatiku dari sisi kanan.
Tentang
drama cinta anak SMA, saya
adalah siswa yang tidak pernah ditawari jadi aktor. Sedang Nauky Kartun,
Hamudin Tominse, Tifal Bollywood, Tuti Anjani dan Ela Serius juga yang lainnya
tidak pernah sepi dari tawaran sutradara
kawakan karena selalu ada Julie dan Romeo untuk
lawan akting mereka. Hanya
Penampo Kutubuku yang sama nasibnya denganku
dalam hal ini. Tapi tak mungkin bisa ada drama itu pada kami. Pasalnya, Penampo Kutubuku adalah pesaing sekaligus
guru otak kiri bagiku yang tak
pernah lepas buku dari tanganya dan kesempatan semenit saja pasti ia pakai
untuk memebaca. Perihal itulah yang membuatku tak bersemangat pagi
ini. Masa SMA sudah akan tamat, menyesal saya
tak memperpanjang
do’a
untuk dapat bertemu Juliet yang akan jadi lawan dialogku pada drama cinta anak
SMA.
Di
bawah tanjakan, untuk ke sekian kalinya pandanganku refleks ingin menangkap pengemudi motor yang menyelip pelan
di sisi kanan jalan. Dan kali ini bunyi motor terdengar lagi dari
belakang. Dalam keadaan tak bersemangat masih juga mata ini bergerak tanpa
perintahku. Saat motor itu sudah berada tepat satu meter di depanku dan 45
derajat dari sisi kananku, pengemudinya tak kulihat lagi. Kali ini pandanganku tersita oleh senyum
manis gadis cantik yang membonceng
motor
itu. Cepat-cepat kubalas
senyum itu, walau dapat dipastikan senyumku
hancur. Kiri kanan bibir berlomba saling mendahului membentuk huruf U manis tipis miring tak berturan. Tapi ternyata
senyum hancur itu cukup ampuh untuk menahan senyum
gadis itu agak lama hingga senyumnya dapat
tercetak lembut di benakku.
Pasti senyum gadis itu terpaksa diperlambat karena harus meladeni senyumku yang masih sangat garang dan butuh banyak latihan.
“Ah! Masa bodoh, yang penting ia
tersenyum padaku. Luar biasa, nuansa pagi ini tiba-tiba cerah bertambah-tambah.
Sihir senyum itu memberi harapan untukku agar mengawali bahan mentah pementasanku dengan menulis
naskah drama ‘kisah senyum – senyum anak SMA’.
“Gadis
itu juga pasti suka padaku.”
Gumamku. Walau itu hanya praduga
sementara bahwa ia ‘ada
hati’ padaku dan cukup ampuh
memberiku semangat. Tanjakan di
depan yang biasanya melelahkan,
jadi rata seperti jalanan
biasa kurasakan. Langkahku makin semangat
mengejar senyum itu. Sudah ada
judunya, saya harus menulis dialog pada naskah drama yang kupentaskan.
Di
sekolah, sejak apel pagi saya
mulai mengorek informasi tentang gadis itu. Namanya Ame, ia termaksud bilangan
siswa cerdas dan selalu juara di kelasnya.
Tak butuh waktu sampai Bung
Karno selesai menasehati kami, nalar intelejen ingin tahu banyak tentangnya
mati total setelah sampai padanya informasi
ini: Ia sudah tunangan. Tunangannya adalah mantan ketua OSIS yang
sekarang dalam proses pendidikan AKABRI. Tak main-main untuk itu, orang tuanya turun
tangan langsung untuk kelacaran prosesi putri tengahnya yang paling manis
itu.
Tapi
tidak untuk Tifal Bollywood yang hafal semua kisah-kisah percintaan flim India.
“Tidak
bro.. jangan mundur. Senyum yang kau kisahkan itu dari hatinya dan kamu harus
siap jadi pangeran yang membebaskan hatinya yang terpenjara. Sini ikut aku.”
Saya lalu diseretnya jalan melewati depan
ruangan gadis itu dan benar Ame saat itu sedang berdiri di
samping depan pintu kelasnya.
“
Ah! Aku dibuatnya bodoh hari ini.”
Kesalku pada perasaan asing
yang datang menyusup saat meladeni tatapan senyum manis Ame. Benar-benar kisah
senyum- senyum yang aneh. Ingin sekali
saya kumpulkan semua aktor drama ‘cinta anak SMA’ di sekolah ini untuk memberiku latihan singkat
menghadapi gadis yang dinaksir. Tapi mustahil, semua pasti meragukan bakatku memainkan drama itu
dan semua juga pasti yakin
kalau sayanya saja yang merasa punya skenario cinta dengan Ame yang terkategori gadis pujaan semua cowok di
sekolah. Dan gadis itu pasti segera berkomentar ke public
saat mengetahui ajakanku untuk jadi Julie di dramaku
bahwa ‘saya tidak punya
maksud apa-apa padanya’.
Itu juga jelas terbesit di pikiranku
dan bertambah yakin karena siapa saja yang melihat tampanku maka skor nilai sederhana
dan sangat sederhana pasti ditempel di
mukaku. Dan ramalan jodoh saya dan Ame pasti mengatakan 30% jodoh.
“Tapi
aku tidak peduli dengan semua penilaian itu. Bagaimanapun hatiku bergetar dan membisikkan suara yang tidak bisa
kumengerti tapi kuyakini bahwa ini
benar-benar sungguhan.”
egonku
berbisik tak mau kalah dengan kenyataan.
Bel
pulang berbunyi, saya
memisahkan diri dari rombongan anak-anak
Laskar bukit ilmuah lainya menuju rumah. langkahku
tertuju pada ruang kepala
sekolah setelah ada yang memanggil dan menyampaikan
kalau Bung Karno ingin aku
menghadap ke ke Kantor.
Tak
lama aku menerima tugas
mengecet pondasi lapangan basket saat sore nanti dari Bung Karno, saya keluar. Di luar kantor
kulihat Ame berjalan
sendiri di tempat parkir. Getaran hati yang tidak dimengerti itu menyusup tapi
dengan cepat kuabaikan.
Segera saya mendekati Ame yang
berjalan perlahan. Di jalan raya depan sekolah saya sudah beada tepat disampingnya. Sambil berjalan kuperhatikan wajah Ame
yang loyo tak bersemangat.
“
Hay... sakit ya?” tanyaku mencoba membuka
percakapan sambil berharap sangat bias
punya dialog banyak untuk naskah dramaku.
“Tidak”
jawab Ame sambil sesekali memperhatikan tingkahku yang sok akrab.
Hanya
itu interaksi yang terjadi.
Selebihnya, saya berlagak seperti panggeran yang mendampingi
tuan putri berjalan menuju puri.
Tapi itu pun hanya
berlangsung sejauh tiga
puluh meter karena Ame memilih berhenti
di bawah rindang pohon Nangka.
Aku meninggalkannya dengan sangat hati-hati. Berharap
tak ada yang mengganggu tuan putriku. Saya tak
punya alasan untuk terus
menemaninya berdiri di situ
karena kutahu kalau Ame menunggu boncengannya.
Aku segera jadi pemulung lagi,
meleset bergabung dengan teman-teman lain yang ingin cepat sampai di rumahnya
masing-masing. Betapapun kuat usahaku
melangkah tapi aku sangat
lemah, tampanku persis pemulung yang melihat semua sampah
diangkut truk sampah. Apalagi saat
membayangkan betapa jeleknya naskah drama “kisah senyum-senyum anak SMA” yang
akan kutulis. Sang Juliet
hanya mempunyai satu kata untuk dialognya : Tidak.
Tapi
ada rasa aneh misterius yang gaib.
Kali ini menyusup dalam sum-sum tulangku.
Apa yang kurasakan sendiri tidak kumengerti. Tundukanku seketika refleks tegap
lurus karena dikagetkan
hentakan kaki seorang gadis yang seolah
menendangku
dari atas motor tepat satu
meter lebih dekat 45 derajat dariku. Bibirku refleks tersenyum
dimekarkan hati yang berbunga-bunga saat menatap senyum manis canda dari Ame.
Mau apalagi, kami
beradu pandang penuh senyum sampai Ame menghilang dari depanku menuruni
tanjakan yang membuat adegan itu putus.
Wajahku kembali segar. Pikiran
dan perasaanku kembali akrab setelah seharian tidak saling
bicara karena ulah hati yang bergetar aneh.
Hentakan
cinta itu menjawab getaran aneh hatiku
lalu menyuruhku cepat
bertindak untuk menjaga rasa itu. Tiba di rumah
saya terdiam mencoba
memahami strategi yang sedang dirapatkan hati dan pikiranku. Dengan cepat saya menuruti perintah kedua
manejerku untuk menulis cerpen
yang mengisahkan tentang apa yang kualami
sejak pagi hingga siang hari yang mana
hentakan kaki itu adalah hentakan cinta
yang jadi klimaks cerpenku.
Tulis dalam bentuk cerpen dulu, bisik hatiku. Kalau bisa cari lagi tambahan
dialog agar bisa berbentuk naskah drama, saran otakku.
Bakat
menulisku mengalir deras karena
cinta. Tidak sampai saya disapa azan Ashar saya
telah menyelesaikan cerpen itu.
“Harus
diperbanyak, tapi tidak mungkin dicopy dalam bentuk tulisan tangan. Harus
diketik. Tapi dimana.. akha... Tifal Bollywood. Ia punya komputer, dukungannya
dalam hal cinta pasti maksimal,”
bisik otakku mencoba mendukung.
Malamnya
saya menyusup ke rumah Tifal. Kusuruh Tifal membaca
cerpenku. Belum tuntas ia
membaca, segera ke depan komputernya lalu lalu
mengetiknya dan menyarankan agar diperbanyak lalu
dipajang
di Mading sekolah. Ide gesitnya sempat membuatku gugup. Keahlian Tifal mengetik dan
mengotak-atik model penulisan diperlihatkanya padaku seolah berkata: ‘Gini kampungan, caranya mengetik. Komputer aja belum pernah pegang! Perhatikan
baik-baik.’
Cerpen itu tertulis dalam tiga halaman dengan bentuk penulisan hufuf model
Love.
Hentakan
kaki! Gila, itulah yang membuatku
merasa punya cinta yang menjaga impian. Saya makin merasakan itu setelah
Harni Perantara yang dekat dengan Ame juga mengabarkan ke hatiku bahwa Ame sangat suka cerpennya. Dia
kisahkan saat cerpen itu sampai ke tangannya juga beberapa puisi setengah jadi
yang menyusul sampai ke tangannya.
“Cerpen
itu disimpangnya dengan sangat rapi dan sesekali dikeluarkan jika ingin diperlihatkan
pada orang lain” terang Harni Perantara menenangkan
hatiku yang makin merasa
kalau Ame adalah belahan
jiwaku sedang pikiranku tetap berkata:
Mustahil.
Pikiran
dan perasaannya memang tetap tidak sejalan untuk hal yang satu ini.
“Tenang,
ia Tulang rusukmu. Masih lama, inilah alasan tuhan mengembalikanmu sekolah di sini. Perjalanan cinta
ini akan mengobati sepi dan membuatmu tegar diuji kehidupan.” Terang hatiku, tapi otak lain lagi:
“ia
dijodohkan dengan polisi dan calonnya lebih tampan. Aku siapa? Hati….,hati….., getaranmu bodoh-bodoh.
Tanggung sendiri yah!
Aku tak mau pusing karena ulahmu. Kasihan..!”
Lembar
8
Ajaib, selalu pertama
Kampus bukit ilmiah siang ini ramai lagi,
pengumuman akan diadakannya perlombaan
keindahan kelas dan taman,
memacuh otak siswa untuk kreatif berbuat yang terbaik. Tifal tampil ke depan
mempresentasikan imajinasinya. Disini otak kanan yang dibutuhkan.
“
Kita punya Iky, Ardian dan teman-temannya untuk merancang agar kelas kita juara
karena tahun lalu kelasnya meraih juara satu. Saya hanya ingin menambahkan
bahwa taman itu cantik kalau ada tempat duduk yang rindang tempat menggosip.
Semacam gazebu,
ya! Harus ada gazebunya .” Singkat, menyuruh orang berpikir dan hanya menawarkan kata baru:
gazebu. Kesalku, namaku disebut pertama yang berarti untuk
yang paling banyak berpikir dan bekerja.
Kata itu dibawanya ke rapat OSIS yang dihadiri
Bung Karno dan anehnya semua terhipnotis. Gazebu kemudian dimasukkan sebagai
salah satu item penilaian lomba. Khusus pembuatan gazebu agar tertata rapi, lokasinya tersendiri
di sebelah barat lapangan Voli. Masing-masing kelas mendirikan satu buah dengan
jarak masing-masing empat meter. Aktifitas siswa pun terbagi dua, ada yang di
lokasi gazebu
dan ada yang di dalam ruang
kelas.
Seminggu
lebih gotong-royong mempercantik istana kesultanan bukit ilmiah itu
berlangsung. Ide novasi dan kreatifitas dari otak kanan siswa tiap kelas
mengalir saling mendahului. Masing-masing takut disebut ikut-ikutan. Siswa otak kanan mengeluarkan ide-ide gila. Siswa
otak kiri memastikan semua ide dapat terwujud dengan perhitungan mantapnya. Kadang ada yang
sampai terdengar ke telingaku pertengkaran heboh antara keingingan otak kanan
dan ketidakmampuan otak kiri untuk mewujudkannya seperti kompromi yang sedang
juga berlangsung di kepalaku saat itu.
Pengumuman
lomba tiba. Aku tak yakin kelas kami bisa jadi yang pertama lagi kali ini, karena semua kelas
menyuguhkan karya-karya terbaiknya. Semua Terlihat sempurna, baik di taman yang
jadi penuh warna bunga juga cat pagar yang asri. Terlebih lagi di dalam ruangan
yang di sulap dengan
tulisan-tulisan indah berbingkai kreatif dari Isolasi yang di ukir dengan
silet. Aku yakin karya-karya ini tidak akan ada di toko atau taman mana pun.
Apalagi gazebu yang nampak
seperti buah tangan desainer terbaik
dunia, berjajar mengalahkan gazebu di depan
vila untuk tamu PT Waktobi Drive Resort milik Lorenz yang hanya beberapa buah
di Onemoba’a.
Aku
duduk terdiam di Gazebu milik kami yang atapnya
dibuat dari rangka Pabola dibalut daun Rumbia yang telah dipotong-potong rapi. Membentuk payung
bundar. Kursinya adalah enam buah gondokan bambu yang utuh dengan panjang dua
meter saling berhadapan. Warnanya
kuning kecoklatan karena telah diperhalus
dan diberi cat lestur yang mengkilat. Dari sini aku melihat keajaiban itu
tercipta dalam seminggu sambil mengingat lomba tahun lalu yang mana kelas kami
juga adalah juaranya. Saat itu di kelas dua de. Saya sendiri ketua kelasnya.
Otak kanan desainya adalah Ardian sedang otak kiri
penghitungnya adalah Yadin. Saya sendiri beserta yang lain bergerak menyiapkan
semua ide itu dapat segera dikerjakan dan diwujudkan. Hasilnya, potongan taman
mini Indonesia bagian timur kami pindahkan ke depan kelas kami. Dan kelas tiga IPA yang disegani sebagai
kumpulan otak-otak Einstein kami kalahkan.
Belum
lagi reda kekaguman kami pada keajaiban itu, semua penghuni bukit ilmiah
dikagetkan dengan munculnya ratusan lumba-lumba yang mendekat ke pantai dekat
tebing. Saling mendahului, melompat-lompat kemudian mundur dan menjauh sebanyak tiga kali
sampai semua mata menyaksikan pemandangan itu dengan berdiri di atas bukit. Kami saling
memanggil, tak ingin mendengar ada teman juga guru-guru yang menyesal karena
tak menyaksikan kunjungan pasukan hitam penjaga pelangi terbenam itu. Dan
lumba-lumba itu sangat
misterius. Setelah tahu semua mata telah melihat,
mereka pun pamit dengan lompatan tinggi diikuti sorak kagum kami dari tiga ekor
lumba-lumba paling depan
dalam formasi segi tiga barisan yang rapi.
LYR
Seminggu lagi kami akan menghadapi Ujian Nasional,
strategi belajarku salah. Tapi apa boleh buat, belajar bersama Ahmad Batam,
Taufik Wakale, Ardian Petir dan Safarudin Kuake sampai jam-jam 2 malam adalah
rutinitas gila yang harus dijalani karena masih banyaknya rumus dan hafalan
yang belum bersarang di kepala kami.
Sering, kami langsung tertidur dalam balutan selimut tebal
di atas lantai dua bangunan rumah kakakku yang belum juga beratap, setelah puas menatap hujan
bintang di angkasa.
“
Kenapa masih begitu banyak yang harus kita kuasai ya!”
Bisikku
pada mereka di samping kiri kananku
“
Kamu saja sudah bilang begitu, apalagi kami!”
Jawab
Ahmad Batam karena menganggap sayalah yang paling pintar di antar mereka.
“Lihat bintang-bintang itu, banyak sekali. tapi
bisa jadi salah satu bintik cahaya itu
bukan bintang tapi satelit luar angkasa milik
Amerika. mengintai kita yang
sedang berbaring di antara atap-atap penduduk Patipelong ini.”
Sambung Safarudin Kuake mengalihkan pembicaraan
kami.
“Hebat! Sampai segitunya yah kemajuan dan
kecanggihan teknologi mereka. Pantas saja negara itu jadi polisi dunia
sekaligus pengacau dunia karena agresi militernya ke negara-negara Islam.”
Balas Taufik Wakale memperseru
pembicaraan
“kegunaan satelit Amerika itu pernah
kuliha dalam film mereka. Saat itu
pesawat mata-mata USA ditembak jatuh oleh pasukan lawan. Pilot pesawat itu
maasih sempat keluar sebelum
pesawat meledak. Melihat
pilotnya yang masih melayang-layang
dengan parasutnya, pasukan lawan terus mengejarnya untuk dibunuh dan
memastikan agar dunia tidak tahu atas tindakan mereka. Dari atas induk kapal USA komandan pasukan
penyelamat harus memastikan di mana posisi pilot itu berada. Satelit luar
angkasa pun di pakai untuk mencari titik keberadaannya. Awalnya yang nampak
adalah benua kemudian
negara lalu pilot itu tiba-tiba muncul pada layar dalam bayang merah darah sedang lari sekuat
tenaga dikejar pasukan lawan. Setelah mengetahui titik koordinatnya, pasukan
bantuan pun segera diluncurkan”
Cerita Ardian Petir tak ada lagi yang
dengarkan, mungkin hanya saya saja yang mendengarnya samar.
“E.. kalian dengar tidak. Tidur ah”
Semua pun akhirnya terlelap setelah
semalaman menjawab soal-soal Ujian Nasional mata pelajaran Fisika dari tahun 98
sampai 2003. waktu istrahat malam yang hanya dua jam lebih itu tak mengizinkan
mimpi untuk ambil bagian mengganggu tidur kami.
LYR
Malam ramah tamah tiba, pengumuman
hasil ujian nasional dari semua siswa yang seratus porsen lulus tadi siang akan
diumumkan di halaman depan rumah jabatan camat Tomia. Semua orang tua siswa
baik kelas satu dan dua terlebih lagi orang tua siswa kelas tiga telah duduk
manis di kursi. Masyarakat Tomia lainnya juga tampak berdatangan dari semua
pelosok desa, ingin mendengar langsung
siapa jawara tangguh tahun ini dari perguruan Bukit Ilmiah sebagai satu-satunya
sekolah tertinggi di pulauku.
Dimulai dengan beberapa pertunjukan
hiburan sebelum acara formal dimulai. Salah satunya adalah tampilan Qaasidah
Rabbana dari teman siswi yang masih menyandang juara satu sekecamatan. Busana
hijau model Arabian bermahkota mutiara yang dikenakan gadis-gadis cantik idola
sekolah itu membanggakan keluargaku.
Ini karena sentuhan seni tingkat tinggi pada pola
busana cantik itu adalah jahitan kakakku
‘Mamanya Hasyim’. Dalam rombongan gadis
arab itu ada Endang, Jaharmida, Tuti, Kasma, Mega, dan lain-lain juga Venny
sebagai dirjen atau yang memimpin
rombangan Qasidah. Samar kulihat di situ
juga ada Ame, gadis yang telah menghentakkan cintaku.
Tapi hatiku sedikit pun tak berani bergetar untuk
gadis itu, padahal malam ini adalah
malam terakhirku dipanggil sebagai kakak kelasnya. Itu semua karena
hatiku tunduk pada pikiranku yang diikat oleh masalah dengan Bung Karno. Dan itulah satu-satunya
yang paling dominan dalam
diriku. Tidak banyak yang kupersiapkan untuk membawakan pidato pesan dan kesan
mewakili siswa yang lulus karena pengalaman tahun lalu, saya juga yang tampil
berpidato mewakili siswa yang ditinggalkan.
Pengumuman siswa berprestasi
akhirnya di bacakan. Kulihat teman-teman yang dinobatkan sebagai juara sangat
bahagia tapi aku terus bengong dan diam mematung. Sikap tubuh, perasaan juga
batinku tidak berubah meski terdengar jelas:
“Dan jawara peraih peringkat satu
Ujian Nasional tahun ini adalaaah....
Ikwan Zulmansyah”
Hai! itu namaku yang disebut
lantang, tapi badanku benar-benar mati total, tak ada respon untuk itu. Kulihat
Ayah sangat bangga dan segera maju
menerima bingkisan untuk sang juara satu. Sekali lagi aku hanya diam di sudut
keramaian samping rumah jabatan yang remang-remang.
Di hatiku hanya ada kebingungan
harus berbuat apa untuk dapat menebus dosa atas kesalahahanku pada Bung Karno.
Ini sebabnya: siang itu kami dimarahi habis-habisan sampai harus dipukul dengan sarung parang.
La Aminuhu teman seruanganku itu ribut
tentang pemberian hukuman yang diberikan
oleh guru piket. Hukuman bagi
yang terlambat pagi itu dinilai tidak adil kemudian dengan
sok pahlawan ia berteriak lantang:
“ Kita demo saja”
Bodohnya, kami juga ikut-ikutan
mengangguk.
“Ya..ya..Kita
demo.”
Lalu entah lewat siap Bung Karno mendengar
kata yang membuat Soeharto melepaskan diusia 35 tahun ia memimpin negara ini.
Sejak saat itulah aku digaris merah sebagai siswa PEMBANGKANG. Padahal tidak terjadi demo benaran dan memang
tidak akan pernah terjadi karena di antara kami tak ada seorang pun yang tahu
arti dari kata asing ‘demo’ itu.
Apalagi bagaimana prosedurnya? Saya saja yang malam ini dinobatkan sebagai
siswa terpintar tidak
tahu bagaimana
berdemo.
Tidak sampai di situ, saya
benar-benar membuat dosa besar yang belum sempat dimaafkan khusus sampai sekarang kalau Bung Karno itu jadi Bupati dan
menjadi malapetaka besar dalam hidupku sendiri. Itu terjadi setelah puisi
rendahan dengan gaya mengkritik bodoh-bodoh itu sampai ke tangan Bung Karno.
Awalnya saya heran dengan responnya karena latar belakang sastranya yang kokoh,
tapi kemudian kusadari bahwa puisi itu benar-benar kurang ajar.
Ini potongan puisi dengan gaya mengkritik keadaan
penghuni sekolah yang kugambarkan seperti kucing dan tikus:
……..
saat
kucing ada
tikus-tikus
tak berani
berkeliaran
di halaman apalagi di jalanan.
tapi jika kucing tidak ada
semua
tikus berpesta.
……. Dan seterusnya.
Di barisan kata-kata yang kubuat seolah-olah bait puisi yang
tidak pantas dikatakan puisi itu, kepala
sekolah saya konotasikan sebagai
Kucing sedang guru dan siswa adalah tikus. Ini gara-gara sepenggal ‘melawan
dengan kata’ milik Chairil Anwari
yang ku baca berulang kali. Meski maksudnya di situ kucing adalah pahlawan
sekolah, intelektual tercerdas Bukit Ilmiah.
Tapi kucing tetaplah kucing,
ia binatang dan imajinasiku sangat datar hingga tak mampu mencari perumpamaan
lain untuk Bung Karno yang telah menyulap bukit ilmiah. puisi itu pun sampai ke tangan Bung Karno dan tidak tinggal
diam, meski beliau orang sastra tapi menggangapnya kucing itu adalah kebiadaban
nomor satu.
Masa depanku benar-benar gelap,
janji Bung Karno untuk menyekolahkanku di tingkat yang lebih tinggi kuhapus
sendiri. Aku di usir dari rumah dua bulan sebelum Ujian Nasional dan saya pergi siang itu seperti gaya Rendra,
penyair kawakan yang harus dipenjara karena syair-syairnya.
Semua diam dengan masalahku seperti
diamnya semua organ tubuhku saat gelar juara lulusan Bukit ilmiah dengan
nilai tertinggi dari satu-satunya
sekolah tertinggi di pulau ini kusandang. Hanya senyum bangga Ayah saja yang
masih membuatku
bernapas.
Aku tidak punya alasan untuk
bahagia meski terbayang kembali perjalanan dunia Ilmiahku sebagai sang juara.
Semua rapor catur wulan dan semester selama
SMA terkoleksi semuanya dengan peringkat
satu. Tapi itu tidak membuatku kagum karena ku tahu kalau semua bintang yang
menemaniku berprestasi lebih cerdas dariku. Saat SMA di Lombe sebelum pindah ke
Tomia, Suhardin adalah yang paling cerdas apalagi di pelajaran matematika.
Lewat otaknyalah kami memahami rumus. Menyusul Reni dan Rosniah bintang-bintang berprestasi saat itu. setelah pindah di sini, di Bukit Ilmiah,
siswa jeniusnya lebih banyak lagi. Siswa kelas tiga IPA adalah kumpulan delapan
besar dari kelas dua. Saya sendiri hanyalah juara
satu dari kelas dua de
yang angka raporku dari jumlah semua mata pelajaran tiap semester selalu kalah dengan angka rapor Penampo
kutubuku, Tuti Anjani, Tifal
Bollywood, Ela Serius, Nauky Kartun
dan Gani Venus. Tapi ajaibnya,
saat di kelas tiga IPA malah aku lagi yang memimpin sebagai peringkat satu tiap semester sampai
malam ini, pada pelulusan ujian penamatan sekolah.
Rama tamah berakhir, kesunyian
menyusup menambah dinginya perasaanku
akan masa depan. Kutemani Nauky Kartun mengatur kursi juga di temani
teman-teman lainnya. Belum juga reda senyum bahagia mereka, tawa meledak saat membicarakan Panglima Jendral
Sudirman ketua OSIS kami si ‘Jakri’ yang tadi menutup acara dengan lagu “Malam
Terakhir”. Dan lagi, aku tak punya alasan untuk ikut tersenyum bahkan merasa
ada yang lucu sekalipun. Benar-benar
respon psikologi yang ajaib. Sambil terus berharap, ada keajaiban dalam
hidupku esok harinya.
Lembar
8
Tanah
Gaharu
Tidak kutangisi nasib kalau
kemudian alur hidupku setelah ditampar Bung Karno dan memasukanku dalam penjara
amat membingungkan karena puisi pedasku saat itu hanya begini: Dua belas bulan dalam setiap tahunnya, satu bulan berada dalam dekap nyaman negeri
pelangi segitiga dan sebelas bulannya aku adalah binatang liar ditengah hutan
pulau Cendrawasi yang tak pernah kulihat bulunya di Irian Jaya.
Karena siang itu, aku hanya
bersembunyi di balik karang tempat kumenemani kakek memasang Bubu saat perahu
motor yang tumpangi para laskar Bukit
Ilmiah melintas di samping sampan kami. Mereka sedang melakukan pelayaran
paling berpengaruh dalam hidup, mengarungi jati diri di kampus sungguhan dengan
tebing bukit cobaan yang lebih curam. Dari tepi Atol ini kulihat Istana Ilmu melambaikan tangan pada mereka sebagai
ucapan terima kasih. Dan
papan nama sekolah yang kukaligrafi sendiri itu mengepalkan tangan dengan huruf
cetak tebal ‘Semangat’ pada wajah-wajah penuh tanya akan dunia baru mereka di
atas KM Bukit Tomia yang menatapnya. Melihatku ikut menatapnya, papan itu
memalingkan wajah, benar-benar penghianat, mentang-mentang derajatnya lebih
tinggi dariku karena sering ditatap orang, melirikku pun ia tak sudih. ‘Rasakan!
Itulah ganjaran bagi orang yang telah menghina pemimpinku’ ucapnya
padaku sebelum benar-benar menghilang dari pandangan benakku.
Kakekku adalah gambaran hidup
bersahaja yang menurutku juga sederhananya
keterlaluan karena hanya mewariskan profesi nelayan kelas buruh ala
kadarnya padaku. Pasti gelar itu digantungkan juga di papan namaku, karena Ayah
yang tak punya pekerjaan tetap itu
sedang mendesain ragaku untuk mewariskan profsei itu padaku. Tapi sekali lagi tidak kutangisi
nasib, karena kehidupan sahaja itu telah menciptakan dan melahirkan aku sebagai
sang juara. Diam-diam tanpa sepengetahuan Ayah dan Kakek, aku menyimpan tekad
yang membara untuk
menghilangkan gelar nelayan kelas buruh
dari keluarga kami. Yang hidup dengan kasuami dari ubi kayu dan hasil tangkapan ikan untuk makan dua kali.
Hanya dua menu itu: kasuami dan ikan, ikannya dibakar, dipindang,
diasinkan atau apapun namanya tetapi tetap ikan ditambah air putih. Jadilah
menu dua sehat tiga sempurna yang mencerdaskan otakku.
Kuawali tekad itu dengan ide untuk membuat
perahu. Tanpa curiga
mereka menemaniku mewujudkan ide
itu. Berbulan-bulan kami membuatnya, hanya aku saja yang menganggap ini
pekerjaan paling utama.
Sedang bagi Ayah dan Kakek, ini adalah
pekerjaan
sampingan mereka. Tapi sepenting-pentingnya bagiku, tak ada yang berarti dengan
kehadiranku di sisi Ayah dan Kakek karena tak
sedikit
pun yang kupahami tetang semua hal dalam membuat perahu.
Panjangnya delapan meter dengan diagram tengah dua meter, hitungan badan depan
perahu tak kumengerti, juga bagian badan perahu lainnya.
Tak mau larut dalam kebingungan untuk mencoba belajar banyak tentang perahu,
aku menyeriusi hal lain. ‘Penelitian’ kata yang kudengar dari kakak-kakak saat
pulang berlibur dari libur kuliah itu yang kupakai untuk menyebut
tindakanku ini. Setiap malam aku mendatangi mereka
yang
pernah menginjakan kaki di pulau Cendrawasi.
“Di sana menjanjikan penghasilan
yang menggiurkan, tak perlu kubahas itu. Lihatlah kami dan semua yang pernah ke
sana. Hidup mapan dan berkecukupan. Meski begitu, banyak juga yang pulang
dengan tangan kosong atau bahkan tidak pulang sama sekarang karena malu yang
banyak sebabnya.”
Yang lain,
“ kenapa! Mau ke sana? Ikut saja di perahuku jadi koki tukang masak di dapur perahu”
Yang lain lagi,
“ Harus punya modal dulu, tapi bisa
juga kamu mulai dengan mencari kayu Gaharu lalu di jual ke Jawa. Hutan Irian
Jaya adalah Tanah Gaharu di mana kayu
emas itu tertanam. Kayu Gaharu yang tumbang karena usia tetap terbenam utuh
dalam lapisan tanah. Kalau kamu dapatkan satu pohon saja.
Kamu bisa pakai untuk jadi mahar melamar anak gadisnya orang.”
Dan yang lain lagi,
“ Pelan-pelan saja, kamu bisa mulai
dengan menjadi koki perahu atau bekerja di
toko Cina di sana, atau menjadi pengecer dagangan orang-orang sekampung kita. Setelah punya modal kamu bisa mandiri untuk mendulang
uang dengan caramu sendiri.
Masih banyak laporan hasil
penelitianku saat itu, atau tepatnya
hanya kumpulan hasil wawancara menambah wawasan.
Termaksud kisah teman-teman sebaya
dan yang lebih tua beberapa tahun dariku. Tapi tidak
pantas di sebarluaskan, ini memalukan.
Setiap sempat shalat di mesjid, saya juga selalu menyisakan waktu untuk berdoa
tentang hal itu. Agar tak pernah terjerumus dan melakukan perbuatan paling
terlaknat itu. Di balik cerita mereka yang terkesan sombong, terbesit sesal
yang amat. Dan setiap mengakhiri kisah, mereka selalu berpesan dengan sangat
agar menjauhi wanita dan minuman keras.
Perahu
yang dirancang masih membutuhkan beberapa papan lagi untuk menutupi rangkanya.
Dan menurut Ayah, papan itu untuk bagian perut perahu. Jadi kita harus
menggunakan kayu yang masih mudah dibusurkan. Dan panjang lagi
penjelasannya saat itu, di tutup dengan saran solusi membahayakan jiwa. Lembah
angker yang masih menyembunyikan pohon-pohon besar di Parigi harus didatangi.
Pohon yang aneh namanya dan tak pernah menetap lama di benakku itu akan kami
potong dan batangnya kami jadikan papan
perahu.
Kami menyiapkan
diri menuju lembah itu dan butuh waktu dua jam untuk sampai setelah melewati
beberapa gunung. Tidak ada hal aneh saat kami masuk lembah . Inggris Kakak
Ipar, Jumadi Sepupu Panja, Aku dan Ayah tahu benar cerita lembah ini. Sampai
kenapa kayu-kayu ini tetap bertahan lama adalah cerita deras misteri yang semua
orang sepulau juga tahu. Keberanian kami makin berani setelah dua pohon tumbang
digorok kampak dari delapan tangan.
“Ayo kita
istrahat dulu. Bekal yang kita bawa harus segera diselesaikan.”
Kami melepaskan
pegangan dan saat dalam keadaan kurang siaga inilah petaka itu terjadi. Dari
sini perih hidupku sempurna sudah. Belum hilang sakitnya batin karena di
tinggal teman-teman seperjuangan ‘Lascar Bukit Ilmiah’. Sakit fisikku memperparah deritaanku. Setan penunggu lembah
ternyata menunggu waktu yang tepat.
Saya memilih
duduk santai di gondokan kayu satu meter. Pas ukuran satu orang untuk
memikulnya. Menunggu untuk badan tenang usai bergejolak dengan kampak dan batang pohon agar dapat bekerja lagi
meladeni makanan yang masuk ke perut. Jumadi sepupu panja bermaksud menyimpan Kampak yang masih panas matanya karena baru
manggorok batang pohon pada ujung batang kayu yang kududuki. Disaat itulah
setan beraksi.
Tangan yang
kuayunkan kebelakang di tiup setan agak menjauh dan pas
“Prak”
Kampak yang di
ayunkan untuk membenamkan diri pada batang oleh Jumadi panja mengenai ujung
jari tengahku. Belum terasa tapi aneh, bunyi itu bukan bunyi kampak yang mulus
tertancap pada batang kayu. Kutarik tanganku karena ada keanehan yang menjalar
keseluruh sel-sel badanku. Bunyi aneh tadi adalah teriakan jariku yang menjerit
karena berpisah dengan jari lainnya setelah di potong kanpak dengan dialas
batang kayu.
Darah menutupi semua
jari, kuyakin tangan kananku susah kehilangan kelima jarinya. Aku meronta
sejadi-jadinya, berteriak keras-sekarasnya dalam tangis yang memekik seperti
kehilangan Ibu. Lalu terbanting dalam lemah tak bertenaga. Melihatku terbanting
Ayah berlari kearahku menopang ke gubuk petani terdekat. Kulihat Jumadi hanya
bingung mencari sesuatu dalam semak setinggi lutut. Ia mencari jari-jariku yang
memisah.
Satu jam, hamper dua
jam jariku baru ditemukan setealh di sembunyikan setan. Mereka segera berusaha
menyatukannya kembali. Untungnya hanya jari tengah yang terpotong. Potongan
mengukik seperti runcingan bambu. Sambungan di ikat dengan rambut Inggris kakak
ipar yamg agak gondrong.
Bapaknya Hasyim yang
mengajar di Kahyanga segera datang setelah di panggil penduduk terdekat. Aku
dibawahnya ke Puskesmas Usuku. Setan ternyata masih mengikuti kami. Petugas
Puskesmas jadi bodoh menanganiku. Jariku di suntik kram hingga memutuskan
aliran darah ke ujung jari yang terpotong.
Maksudnya agar aku tak
kesakitan waktu dijahit. Tapi justru itu sebab matinya jariku. Sebulan sampai
tiga bulan aku dalam kepedihan sambil berharap jariku hidup lagi dan ujungnya
bergerak. Tapi terbalik, dari hari ke hari ujung jariku makin menghitam. Hingga
hari itu baunya sebagai mayat mengayu nafasku, ku pisahkan jari yang terpotong
dari ruas jari. Jari tengah jadi sejajar dengan jari-jari manis. Ujung ruas
jari yang terpotong kubalut dengan kain putih lalu ku kubur sebagai tambal
papan perahu hidupku.
Pembuatan perahu
selesai bersamaan dengan makin membaiknya “Ngulu”(sebutan
jari yang buntung) jariku. Masih akan lama. Perahu itu butuh mesin.
itulah yang membuat ayah berhenti tidak ingin melanjutkan pembenahan perahu
yang menurutnya tidak akan mengarungi laut. Ku cari cara. Beberapa perahu untuk
terparkir di pantai kuperiksa. Ada satu perahu masih lengkap dengan mesinnya.
Kucari cari tahu nama pemiliknya dan untungnya pemiliknya bersedia menjual
mesinnya.
Ayah paling semangat
kuberitahu ada mesin macet yang dijual. Ayahku juara satu merawat mesin saat
jadi Basi di Kapal Sumber Alam 2. Siang malam ia membongkar dan memasang mesin
itu. Sampai ia pastika mesin itu tidak akan macet-macet lagi. Sedang aku
memberi warna pada perahu pertamaku.
Lembar 10
Ajang
Pembuktian Tertinggi
Pembuatan perahu selesai. Untuk
turun kelaut perahu harus di bekali dulu dengan sesajian yang tidak kumengerti.
Sampai orang sekampung mengerumuni kami. Meski tiga ekor ayamku lagi-lagi jadi
tumbal tapi berhasil memanggil orang untuk makan siang setelah perahu di dorong
ke laut.
Mengapung dengan seimbang saat
pertama perutnya memeluk laut. Dan mulailah orang sekampung bertanya-tanya.
“Mau dipakai untuk apa perahu ini”?
Ayah dan kakekku juga seolah baru
sadar dari keasyikannya membuat perahu itu. Malamnya sidangku dimulai.
“Saya mau ke Irian”
“Dengan perahu itu?”
“Iya”
“Kamu bisa dibalik ombak laut banda
dalam sekejab”
“Tapi saya harus ke Irian, Ayah”
Ayah terdiam memahami gejolak darah
mudaku. Terlebih lagi ia sadar kalau tak ada lagi harapan untuk bisa
melanjutkan sekolah karena keadaan yang pas-pasan.
“Siapa yang menemani kamu”
Hatiku legah, pertanyan itu adalah
izin darinya. Kujawab pelan.
“Taufik Wakale dan Safarudin kuake”
“Kapan rencana berangkat”
“Dua hari lagi”
“Keadaan mesin tidak bagus. saya
harus mengantar kalian”
Aku senang sekali, Ayah sang juara
merawat mesin akan ikut.
“Setelah di sana kamu bikin apa”
“Masuk hutan. Mencari kayu Gaharu”
“Itu tidak bisa Ayah temani”
“Perahu itu bagaimana” tanyaku lagi
“Di Irian kita
gunakan untuk memuat barang dari kapal yang tidak bisa merabat ke Pelabuhan”.
Berempat Siang itu kami memulai
pencarian jadi diri yang berbahaya. Ini ajang pembuktian tertinggi. Lautan
banda lautan terdalam di Indonesia dengan ombak paling ganasnya harus kami taklukan.
Taufik Wakale dan Safarudin Kuake
datang dengan bekal seadanya. Di Irian mereka akan mencoba tes masuk tentara.
Tak ada rencana untuk mendulang uang dengan cara-cara gila sepertiku.
Persiapan, pembekalan untuk sebulan
sudah siap. Bahan bakar hitungan satu bulan juga sudah siap. Satu bulan,
apa-apa yang kami persiapkan selalu untuk sebulan.
“Kita tidak bisa memastikan kapan
sampai di Irian”.
Ayah berkata jujur karena baru kali
ini ke Irian dengan perahu sebelah meter sekecil ini.
Kami berangkat, satu hari diperjalanan,
negeri pelangi segitiga baru hilang dari pandangan. Memasuki pusat laut Banda
arah perahu sudah tak kupahami. Ombak juga mulai beraksi ganas. Perahu kami di
buat naik gunung dan turun lembah ombak yang membuat dunia bergelombang
berhari-hari.
Hari ke lima, papan dekat mesin
yang kugores dengan paku sudah lima goresan. Harusnya sudah pagi. Jam kuno di
tangan Ayah menunjukkan pukul sembilan pagi. Jarang dan selama ini tak pernah
terdengar jam tangan yang di beli dari di Singapur itu rusak. Tapi tak ada Matahari,
gelap arah perahu tetap setiap mengarah sesuai perintah kompas.
Ayah menaikkan laju perahu.
“Di depan ada badai besar, kalau
kita melambat, kita bisa lama berada di pusaran badai. Kita coba percepat agar
dapat keluar dari badai”.
“Sekarang! Kenapa kita tidak keluar
sekarang saja”.
“Badai ini besar, kita mau keluar
ke arah mana. Matahari saja tidak nampak. Ditutup awan yang tebal.
Perahu melaju, saat di gunung ombak
setinggi empat meter, kadang perut perahu tak menyentuh laut, lama kami siapkan
diri menghadapi badai. Tekad kami sudah bulat. Tapi hanya ombak ini yang makin
mengganas. Tak ada hujan tapi gelap. Sejak SMP ku telah mendengar tentang
misteri segitiga bermuda. Hanya misteri itu yang kutakutkan walau ombak-ombak
perasaan juga makin tak karuan. Rasanya jiwaku ingin terbang dari raga. Tak ada
muntah karena perut tak punya waktu untuk itu.
Jangan-jangan kami telah memasuki
segitiga bermuda. Misteri yang disebabkan orang Amerika itu kalau benar kami
tidak akan pernah keluar dari kabut hitam ini. Taufik Wakale dan Safarudin
Kulati tetap setia dengan tugasnya. Memastikan tak ada air laut yang
tertampung. Kulihat badan mereka tenang, memang pantas untuk jadi tentara.
Beda denganku yang bersandar dekat Ayah,
sekali-sekali menggantikan tugasnya mengemudi.
Ada cahaya di depan, kecil, di
balik kilatan petir.
“Ayah apa itu?”
“Alhamdulillah itu pintu keluar.
Badai tak terjadi atau bisa saja berbentuk di belakang kita.”
Perlahan dunia nampak di ikuti
rintik hujan mempersilahkan kami menuju langit cerah. Tapi ombak tetap pada
sikapnya. Kami baru merasakan lapar yang sangat setelah dua hari tak makan,
makin terasa saat terik menusuk kulit.
Delapan hari, saat pagi itu, Ayah menunjuk
bayang hitam di kejauhan.
“Itu pulau Cendrawasih sudah
nampak”
“Masih lama lagi”
“Dua hari lagi kita sampai”
Sebelas hari jadinya kami baru
bersandar setelah memasuki sungai besar yang panjang.
Taufik Wakale dan Safarudin kulati
segera pamit, tak ingin tertinggal ikut tes masuk tentara. Aku dan Ayah
menerima jasa muatan barang dari kapal yang tidak bisa menepi.
Satu bulan lebih kami turuti siapa
saja yang meminta dimuatkan barangnya. Saat tanah Gaharu memanggilku, ku
sampaikan ke Ayah.
“Baik sekarang kita berpisah. Kapal
ini kita jual dulu Ayah akan naik kapal Pelni untuk kembali.”
Tak lama perahu terjual dan kamipun
berpisah. Ayah ke Pelabuhan Pelni sedang aku ke hutan kayu Gaharu.
Empat tahun lebih aku liar dalam
hutan di pulau Cendrawasih ini. Mencari kayu Gaharu tepatnya di Agas
Lembar 11
Kepompong
Cinta Bernapas
Sebulan di negeri pelangi segitiga,
negeri ini ramai oleh para Laskar yang pulang dari kampus-kampus sesungguhnya.
Motor di jalanan jadi ramai saat sore. Mereka menyapa negeri ini dengan konfoi
naik motor. Rutinitas itu sudah jadi kebiasaan mereka tiap pulang kampung.
Ingin di tunjukkannya diri pada dunia bahwa kamilah genarasi pilihan.
Sedang kami yang hanya berijasah
SMP dan SMA hanya mengintip dari jendela rumah sambil berharap ada yang singgah
karena teringat dengan teman SMAnya.
Sore itu kulihat dia. Hanya sore
itu. Gadis yang telah menghentakkan cintaku. Pikiran dan hatiku berperang lagi
saat kemunculannya. Hati menginginkan agar ada konfirmasi yang jelas tentang
naskah drama “kisah senyum-senyum” dengan satu dialog darinya “tidak” saat
kutanya apa tuan putri sakit? Tapi
pikiran mencoba mengalihkan.
“Dia terpelajar, sekolahnya lebih
tinggi di Ibu kota Sulawesi Selatan pusat Indonesia tengah. Sedang aku hanya
pemuda liar yang bau Gaharu”
Tapi hati lebih kuat, ia
menggerakkan tanganku menulis teks untuk mengirim SMS padanya.
‘Maaf
hanya mau nanya, apa benar dulu kamu juga punya perasaan padaku’.
Tak di balas, aku lupa menulis nama.
Kukirim lagi dengan tambahan nama di belakang memperjelasnya dengan kata : penulis
cerpen. Tak lama kemudian Hp yang baru ku pelajari untuk bisa di operasikan itu
berbunyi, SMSnya masuk.
‘Betul’
Aku melompat setinggi-tingginya,
hati kali ini menang. Pikiran mengakui kekalahannya dengan tak berkomentar sama
sekali.
Harus di sikapi: dialognya makin
banyak. Kata betul darinya atau tepatnya dari perasaannya telah merasukiku. Tak
terpikir olehku kalau kepompong cinta yang kujaga kini bernapas, akan kutunggu
jadi kupu-kupu. Saat ia terbang, akulah kumbang yang datang menemaninya.
Uang hasil Gaharu kuhitung. Semua
cukup untuk pesta dan sisanya bisa untuk Fondasi rumah. Keluarga sepakat
mengharapkanku tenang berkeluarga.
Rombongan tetua adat dari desaku
datang ke rumahnya malam itu. Aku tak ikut, hanya berdoa agar semuanya lancar. Tapi
tak seperti harapan. Sikapku ternyata membunuh bibit kupu-kupu yang ada dalam
kepompong cinta itu, ia menolakku. Orang tuanya lebih ingin lagi. “Istri
sekolah, suami bodoh! bagaimana caranya bisa bahagia anak kita.” itu maksud
penolakannya.
Aku tak malu, hanya berharap ada
hentakan-hentakan cinta yang lebih berkisah lagi walau memang menemukan cinta
itu sulit. Pikiranku saat itu.
Lembar 12
MENGENAL
USTADZ
Di
tanah Gaharu, kulihat agama itu murah, dengan Indomie satu bungkus penghuni
tenda-tenda itu mau berganti agama asal
bisa makan hari ini. Dan kulihat mereka kebanyakan berKTP Islam.
Saat rombongan Ustad datang ke desa
itu dan mengembalikan agama mereka bahkan melahirkannya kembali agar Islam tak
hanya KTP, aku bertekad ingin dekat dengan ustad.
Dan Ustad tak keberatan di ikuti
orang asing sepertiku. Awalnya penjelasan ustadz tentang kaya bahwa hampir
setiap orang beranggapan bahwa konglomerat atau orang kaya berarti punya banyak
uang, rumah mewah, kendaraan mewah, kapal pesiar, hotel berbintang, pesawat
terbang dan sebagainya. Bisa benar, bisa juga tidak. Kaya raya itu relatif.
Setiap orang punya takaran berbeda-beda.
Namun, hanya ada satu rumus
kekayaan yang berlaku umum dalam dunia
investasi dan bisnis. Anda akan disebut kaya atau berkecukupan, jikalau Anda
memiliki pendapatan tiga kali lebih besar dari pengeluaran.
Selanjutnya ustadz mendesainku jadi
begini: tak pernah ketinggalan shalat berjamaah, selalu bersedekah. Berani
membacakan khutbah jum’at saat yang ada hanya orang tua. Dan yang penting
ustadz mempersaudarakanku dengan banyak orang dalam jamah kita.
Lembar
14
Pahlawan Kata Hati
Dan kebingungan
menerpaku setelah memutuskan untuk mengambil tiket bebas tes dari pada bea
siswa BMU. Lampu keuagnganku menyala kuning. Kunikmati jeda waktu itu sebelum
lampu merah menyala dengan memasang sorot mata materialismeku saat yang lain
berjuang untuk dapat tercatat sebagai mahasiswa.
Depan aula
Auditorium Mokodomit ramai saat soal terakhir seleksi penerimaan mahasiswa baru
usai dijawab. Calon-calon mahasiswa itu menghambur
pulang dari ruang-ruang ujian. Di halaman gedung ini kulihat lagi wajah itu.
Wajah yang telah berdiam lama di hatiku. Bayangkan, sejak kelas empat es de
senyum ini selalu mekar saat saat bersamanya. Dan saat ini walau masa SMP dan SMA
berlalu tampanya, senyumku tak berubah bentuk.
Sekarang, saat
teduh wajahnya lenyapkan panasnya
terik Matahari, kuputuskan untuk mencari jawab atas tanya hatiku yang kabur. Dengan
uang lampu kuning di sakuku, kutahan taksi yang lewat di samping kami. Berani
juga saya. Argo taksi bisa saja meminuskan uangku dan kalau itu terjadi mukaku
akan kutaru dikantung yang telah kosong. Tapi apa mau dikata, sihir cinta benar-benar
membutakanku. Kupersilahkan ia masuk dan menyusul kududuk di sampingnya setelah
kubisikkan tempat tujuan kami pada sopir taksi.
“kita mau ke mana
Gep?”
Tanyanya saat
taksi mulai melaju
“Ke tempat para pahlawan”
“Oh ya, seru
dong. Minimal bisa membuang penggat di otak karena soal-soal tes tadi.”
“ Iya, seru dan
istimewa. Juga ada romantisnya nih.”
Sambil menghindari
senyumnya menata keluar dengan gundah di hati sedang menyiapkan amunisi sebelum
bertempur. Kuyakin ia juga menyikapiku lain karena tingkah dan senyum gerogiku
yang membingungkannya.
Laju taksi
memelan lalu memarkir di samping salah satu tenda di Kendari Beach. Kami keluar
lalu menuju kursi tenda itu setelah kuperiksa sisa ongkos taksi untuk
memaksikan keuanganku bisa mentraktirnya.
“Di sini tempat
pahlawan yang kumaksud”
“Tempat pahlawan
apaan ini? Apa dulu di sini tempat makamnya atau apa? Kok ndak ada tanda -tanda
untuk itu?”
“Es campurnya
dua bu.” Teriakku ke pemilik tenda mengalihkan tanyanya.
“ Di sini, saya
dengar telah banyak melahirkan banyak pahlawan walau kadang gugur dalam perangnya
“Perang apa, pahlawan
apa?”
“Sejak es de
kelas empat kamu menyemangatiku untuk sekolah. Pergantian hari-hari dari kelas
empat hingga tamat adalah rentetan waktu terindah bisa menatapmu. Apalagi tidak
hanya sekali kita meraih peringkat dengan nilai yang sama dan itu adalah
momen-momen yang membahagiakan.”
Gadis itu
terdiam menelaah ucapanku
“Hingga kita berpisah,
perasaanku padamu adalah kekayaan hatiku yang membuatku bangga pada dunia
karena nikmat cinta. Dan sekarang adalah saatnya, saat di mana aku harus jadi pahlawan
untuk kata hatiku yang berperang dalam batin.
Wajahnya tampak
memerah dalam bingung dengan sedikit menunduk.
“Aku suka padamu.”
Kata itu keluar
melegakan rasa yang dari tadi menimpaku. Dan ia terus diam.
“Bagaimana, apa
kita bisa seperti yang lain menjaga cinta dalam mendewasakan diri?”
Lama ia diam, lalu menggelengkan kepala
“Aku tidak bisa.
maaf sekali lagi maaf, Gep.”
Senyumku mekar
lebih plong dari senyum-senyum sebelumnya. Disusupi kebanggaan yang luar biasa
atas gelar baruku ‘pahlawan kata hati’ pengalaman yang luar biasa gumamku
sampai kami habiskan minuman yang di pesan lalu pulang ke kos-kosan. Ia terus
tenang dalam diamnya meski sesekali ssenyum saat kuajak tersenyum. Ia kuantar ulang
sampai ke kamarnya di ujung lorong Salangga, lorong yang kata orang adalah
akronim dari ‘salah langkah anda gawat’ inilah yang sekali lagi menyegarkan
hatiku atas penolakannya.
“Yah, betapa tidak kalau salah langkah aku
bisa gawat.”
Aku pulang ke lorong
Pelangi lagi. Di jambu-jambu telah menunggu kak Arman memintaku mencukur rambutnya.
“Agep! Anak Ganteng
Patipelong, sini cukur dulu.”
Kuambil gunting
yang di ulurkan padaku sambil bercanda tapi sungguhan meminta karena uangku
ludes
“Kalau makan
malamku terjamin, yah mari dengan senang
hati.”
Saat mencukur
mantan ketua umum Majelis Perwakilan Mahasiswa Unhalu yang belum juga wisuda
ini banyak menasehatiku untuk kuliah dengan baik dan merekomendasikanku untuk
melakoni dan berproses di KAMMI ‘Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia’.
LYR
Perkuliahan dimulai,
sayangnya semangat menuntut llmu dalam
dadaku itu dibalut jadi kendur oleh keuangan yang tipis. Belahan otakku di
timpa kata ‘kerja’ yang berarti waktu belajar harus aku sisihkan untuk mencari
uang.
Itu setelah Ayah
memastikanku aman di kompleks jambu-jambu, tempat bermukimnya mahasiswa Tomia dalam
gubuk-gubuk ilmiah tepat berada di depan kampus kami. Kutempati kamar yang
berukuran sangat kecil yang oleh tetangga menyebutnya oven “Tempat memanggang
kue” karena selain kecil, juga beratap pendek, mirip rumah Kurcaci. Ayah
berangkat ke Taliabo berharap dari sana beliau dapat mengirimkan sesuatu padaku.
Ruang yang ditimpa kata kerja di benakku
menjadi kenyataan. Salim teman SMA berhasil memasukkanku sebagai Resepsionis shiff malam di hotel tempat ia kerja sekaligus
tinggal. Tugasku menerima tamu dari jam sembilan malam dan menutup pintu jam
dua malam bahkan molor sampai semua tamu istrahat. Paginya, sebelum Subuh, kebersihan
semua peralatan dan semua sudut hotel adalah tugas yang harus terus kami
perhatikan setiap paginya.
Dari hotel kelas
melati bertaraf bintang karena servis pelayananya yang maksimal itulah biasanya
saya langsung berangkat ke kampus. Jam delapan pagi perkuliahan dimulai dan
rasa ngantuk yang menyerang karena kadang semalaman begadang adalah yang paling
memberatkan kepalaku bukannya materi kuliah dari dosen yang datang melunaskan
kewajibanya.
Dasar mata,
beginilah kalau tidak diajari dengan akhlak yang baik. Awal bekerja di hotel,
manejernya membuka sertifikat pahlawan kata hatiku, Tapi hanya sekilas dan tak
ada niat mencoba menulisnya. Dia adalah
anak terkakak pemilik hotel. Beberap tahun lebih tua dariku. Malam itu
meliarkan mataku yang tidak pernah diajari sopan santun menatap. Ia berjilbab
bermata jeli dengan senyum khas yang cantik,
Pahlawan kata hati, gelar itu bangga
kusandang meski di tengah tengahnya tercetak tebal DITOLAK. Dan untuk menejer
hotel yang cantik itu, tak ada niatku
untuk mendobol kata di tolak pada gelar kebanggaanku itu.
Hanya ini,
sepenggal bait dari Khalil Gibran dalam buku usang sayap-sayap patahnya, yang
menenangkanku tentang cinta.
jangan
kau kira cinta datang dari keakraban
dan
pendekatan yang tekun
cinta
adalah putera dari kecocokan jiwa
dan
jikalau itu tiada
cinta
takkan pernah tercipta,
dalam hitngan tahun bahkan millenia
Dan fakta dari
dunia pacaran yang tak pernah bertahan lama dari artis-arti yang kutonton
membuatku tersenyum pada kejombloanku. Takkan ada kata penolakan pada belahan
jiwa yang kita pinang dengan Basmallah. Menikah, langsung menikah. Tekadku.
Pada Allah SWT kecocokan jiwa itu kita memohon karena padanya jiwa-jiwa kita di
gengam.
seperti kata
aktor film yang meminta gadis yang baru ditatapnya untuk jadi isti, saat gadis
itu berkomentar bahwa
“Kamu belum
mengenal saya.”
Pemuda itu dengan gagah berkata
“Masih banyak
waktu untuk mengenalmu usai menikah.”
Kututup gelar pahlawan
kata hati itu dengan senyum
syukur atas nikmat cinta hingga waktunya
tiba kan kubangun cinta menjadi istana, tinggi menggapai surga.
Lembar
15
Pertemuan
Rahasia
Ini rutinis mingguan
yang jadi kebanggaanku selain gelar memalukan yang spesial bagiku itu. Tiap
malam Kamis, diam-diam dan sembunyi-sembunyi kulangkahkan kaki meninggalkan
keramaian diskusi gaduh anak jambu-jambu dan menyusup masuk kembali ke gubuk
‘Oven’ku saat semua terlelap.
Pertemuan
rahasia kami selalu berlangsung di tempat yang sangat rahasia. Di samping WC,
ruang kamar sekretariat mesjid yang berdinding papan di lorong Salangga juga. Beralaskan
gardus karena ruangan di depan kanan mesjid itu selalu basah oleh air dari WC. Setiap
yang lewat di jalan setapak dekat mesjid itu pasti tidak menyangka kalau ada
pertemuan perkumpulan rahasia yang sedang membahas agenda rahasia karena kecilnya
suara yang kami keluarkan.
Yang dibahas
dalam pertemuan itu, juga adalah hal-hal rahasia yang harus kujaga dengan
nyawaku sekaligus kualiri dalam darahku. Dan hal-hal seperti inilah yang
membuatku berbeda dengan mahasiswa lain seangkatanku.
Tiga kali, hanya
tiga kali pertmuan. Tapi darahku langsung dialiri DNA baru. Sebuah proses metamorfosis
yang membuatku jadi pecandu pada materi yang dibagi-bagikan pemimpin pertemuan
itu memompa hasratku.
Aku belum juga
sadar akan bahaya dari pertemuan yang mengubah pola pikirku itu.
“Pertemuan
seperti ini pada tahun-tahun 90-an hingga 98 adalah larangan keras dari
pemerintah. Banyak yang harus mendekam di penjara bertahun-tahun karena mengadakan pertemuan
seperti ini.”
Kisah A’a Jum
pemimpin pertumuan kami, membuatku bingung karena mulai terjerat. Anwar, April,
Risal , Martono, Fajar, Abodaswara dan
semua anggota pertemuan yang kemudian sama-sama menjadi pecandu itu juga
kulihat ikut bingung.
Pemuda super
sebutku, karena sinar wajah dan sorotan matanya yang menyesatkan kami dari
kekanak-kanakan itu, dari pertemuan ke pertemuan makin menjerumuskan. Beliau
senior kami di FKIP Unhalu, mahasiswa
akhir program studi Matematika yang belum mau berhenti jadi mahasiswa sebelum
berhasil menyesatkan mahasiswa lainnya. Setiap mahasiswa Keguruan pasti
mengenalnya karena beliau adalah satu-satunya mahasiswa yang dapat dengan
lancang bertemu dekan di ruangannya tanpa sepatu bahkan alas kaki sekalipun.
Persaudaraan
kami dalam pertemua rahasia itu terus berlanjut. Semua angotanya terus menjelma
menjadi buas dan memberi pengaruh pada mahasiswa lain.
Makin lama
pertemuan rahasia itu terbongkar jelas di depanku. Di negara ini jutaan pertemuan
seperti yang kujalani ini ada di setiap sudut-sudut kota, emperan pasar, dan anehnya
di mejid-mesjid juga ada, juga di bawah rindang pohon kampus-kampus besar
Indonesia.
Dan ini juga
rahasia yang tidak diketahui banyak orang adalah bahwa ternyata perkumulan
rahasia yang beranggotakan jutaan orang itu di pimpin langsung oleh tokoh
Gontor bernama Hidayat Nur Wahid yang sekarang telah menjadi ketua umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat negara ini dan panglima
strateginya adalah Anis Matta. Nama Anis Matta tidak asing karena melekat ada
buku-buku motifasi dan pergerakan yang kubaca. Karyanya yang paling kupuji
karena belum membaca karyanya yang lain
adalan ‘Mencari Pahlawan Indonesia’. Apalagi di buku itu tercantum nama Taufik
Ismail. Tokoh sastra Indonesia idolaku yang menjadi prolognya.
Saudaraku Anwar
adalah yang terganteng. Ia tenang dan kalau bebicara, kata- katanya adalah
emas. Diamnya juga emas, seperti emas Bomba yang mensejahterakan ribuan
pendulang. Puncak karirnya selama mahasiswa adalah memimpin Unit Kegiatan
Kerohanian Islam di Universitas kami. Hebat! Pecandu yang luar biasa dan memang
pantas. Bagiku ia adalah tongkat akhlak yang selalu memukulku saat tingkahku
terutama mata, liar memandang wajah-wajah cantik ciptaan tuhan.
April,
lengkapnya Afrilianto. Panggilan kesayangan bagi Umi Abinya adalah Anto. Bagiku
ia adalah guru leader pertamaku. Dari kepemimpinannya menakhodai
mushollah dalam lembaga Mahasiswa Pecinta Musholla Saelanul Ilmi (MPM-SI) aku
banyak belajar dari manajeman yang baik hingga ke hal negatifnya. Terlebih lagi
di bidang akademik, mahasiswa program studi matematika ini telah beberapa kali
menjuarai lomba penulisan ilmiah tingkat nasional dan itu yang membuatku geram
ingin berprestasi.
Risal adalah
ketua Kaderisasi Mahasiswa Pecinta Musholla se-Unhalu yang kusegani karena
kepiawaiannya dalam memotifasi mahasiswa untuk mengenali Islam lewat program
kaderisasi yang serius. Dalam akademik
ini catatan sejarah : ‘pernah meraih IP 4,0’. Hal inilah yang paling ia
banggakan sambil tersenyum tenang di hadapanku karena kutahu IP-nya di semester
lain adalah kumpulan angka dua koma titik-titik yang tak pernah naik ke angka
tiga, biar hanya tiga koma nol
sekalipun. Dan IP 4,0 itu adalah nilai PKL, satu-satunya matakuliah yang
ia program semester
ini.
Martono adalah
guru kesederhanaan yang selalu kudoakan jadi orang paling kaya seprovinsi yang
dermawan. sedang Fajar, Abodaswara juga saya adalah anggota perkumulan rahasia
yang masih terus mencoba untuk berprestasi. Hadirnya mereka dalam hidupku adalah
warna pelangi terindah yang meramaikan warna sepi petualanganku mencari ilmu.
Maka karakter
Islam pun mulai terbentuk dalam diri kami lewat pertemuan rahasia di bawah
payung politik yang mengalir dalam da’wah. Dari sini kulihat pelangi kehidupan
adalah akhlak yang terus memberi warna paripurna dalam diri. Kalau pelangi di
langit terbentuk karena pembiasan cahaya Matahari pada rintik-rintik hujan maka
kulihat ahklak terbentuk karena pembiasan cahaya iman pada amal shaleh.
Pelangi hidup
itu tertulis pada deretan ayat Al Quran dalam dua kata kembar yang senantiasa
disebut bergandengan; iman dan amall shaleh. Yang pertama tersimpan dalam
batin, yang kedua tersusun rapi di tampak luar kepribadian. Iman bergelora dalam jiwa
sedangkan amal sholeh mengelombang dalam
perilaku. Keduanya adalah pelangi kepribadian seseoarng yang menjelma akhlak.
Oleh ustad AnisMatta
memaparkan bahwa:
“ Iman adalah
kumpulan kebenaran yang dipahami dan diyakini secara mutlak; sesuatu yang
kemudian mengarahkan pemikiran membentuk kemauan dan meluruskan perilaku.
Adapun amal
shaleh adalah kumpulan tindakan dan sikap yang lahir dari kesadaran pemikiran
akan nilai kebenaran, kebaikan, dan
keindahan serta kemauan yang kuat lalu berubah menjadi tekad
Maka
Akhlak adalah
nilai dan pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa
lalu tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural dan
refleks.
Jadi
Jika nilai Islam
mencakup semua sektor kehidupan, maka perintah beramal shaleh pun mencakup
semua sektor kehidupan manusia itu.”
Lalu dari
bukunya membentuk karakter cara Islami, ustad Anis mengajak kita agar
mengalunkan nada liriknya atau berikan dan tentukan arah dan kecenderungan jiwa
secara benar dan natural misalnya takut pada Allah dan mengharap surgaNya. Jadi
tidak perlu takut mati, tidak takut tidak dapat rezki dan tidak perlu ambisius
kepada dunia, karena surga lebih baik dan lebih abadi.
Itu sangat
penting, lanjutan di belakang sampul bukunya: Karena saat ini kita hidup di
dalam dunia yang tidak jauh berbeda
dengan hutang belantara. Dimana bahasa global kita adalah kekuatan besi dan
baja, bahasa bisnis kita adalah persaingan, bahasa politik kita adalah
penipuan, bahasa sosial kita adalah pembunuhan dan bahasa jiwa kita adalah
kesepian dan keterasingan. Kita adalah masyarakat sipil yag berwatak militer.
Kita adalah masyarakat peradaban berbudaya primitif. Kita adalah
manusia-manusia sepi di tengah keramaian. Kita adalah manusia-manusia merana di
tengah ketimpangan.
Dan Ustad A’a
Jum selalu menutup pertemuan kamita dengan kalimat ‘ Tarbiyah bukan segala-galahnya
tapi dengan tarbiyah segala-galahnya dapat kita raih.
Lembar 16
Drama
Mencari Pepimpin
Drama mencari
pemimpin bukan pimpinan, karena pemimpin beda dengan pimpinan. Kusaksikan siang
itu sebagai drama aling spektakuler dan mengharukan.
“Pimpinan sidang,
hafalan minimal satu Juz sebagai syarat calon Qiadah kita kedepan harus dipertimbangkan
kembali karena........ya...karena ana sendiri belum menghafal sebanyak itu.”
Semua peserta
sidang pemilihan ketua umum baru Masiswa Pecinta Musholla Saelanul Ilmi FKIP
Unhalu tersenyum dalam keseriusan. Dari pagi hingga sore musyawarh itu
berlangsung. Tiba-tiba sunyi ba’da Isya saat pimpinan syuro membacakan formatur ketua terpilih.
Dengan senantiasa mengharapkan ridho dan petunjuk Allah
SWT, ....., setelah : Menimbang dst . .
.Mengingat : 1. dst . . . . Memperhatikan :
Saran dan usul yang berkembang pada Musyawarah maka kami Menetapkan : Ahuna Yunus
sebagai Umum MPM-SI Periode 2005-2006.
Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan
akan ditinjau kembali manakala terdapat
kekeliruan dalam penetapannya.
Maka pekik tangis
yang mengharukan seperti matinya anak tunggal dalam satu keluarga itupun
membingungkanku. Mengapa harus menangis begini? Bukankah pemimpin baru
berjenggot paling panjang dari semua laki-laki diruangan itu pasti bisa memimpin
dengan baik apalagi hanya untuk mengurus mushollah fakultas sekecil itu.
Ditambah lagi dengan anggota yang bisa disuruh-suruhnya sampai delapan puluhan.
Semua peserta
memeluknya dalam dekap tangis yang memilukan penuh derai air mata benaran.
Dipelukannya juga tidak cepat, paling cepatnya lima menit, bahkan ada yang
kupikir sudah tertidur dipelukannya. Dari sudut ruang, kucoba mencari jawab
atas drama yang kusaksikan ini. Tak ada penjelasan hingga giliranku memeluk
Yunus. Air mata di pipinya membasahi pippiku saat kiri kanan pipi kami
menempel. Jadinya aku seperti sangat terharu dengan air mata Yunus di pipiku.
Lama aku mencari
jawab atas tanyaku, meski hanya untuk mencari alasan untuk terharu saat itu,
tidak kudapat apalagi sampai menderaikan air mata. Untungnya air mata Yunus di
pipiku menyelamatkanku untuk tidak terlihat sebagai salah seorang pemain drama
yang tidak menghayati naskah.
Hampir setengah
usia mahasiswa ku baru kusadari bahwa ternyata warna-warna pelangi akhlak yang
berupa cinta kebenaran, kekuatan kehendak, himayah
atau ambisi, kesabaran, rasa kasih, naluri sosial, cinta manusia, kedermawahan,
dan kemurahan hati, semua bersinar disini. Di Mushollah kampus tempat hati
terpaut mengawali da’wah tapi sempurna menurutku.
Jika Rasulullah mengawali
dakwah yang inputnya adalah kondisi masyarakat yang jahiliyah, maka masyarakat
kampus Unhalu banyak miripnya. Jika output kenabian Muhammad SAW adalah
khilafah maka output kami di miniatur masyarakat dalam kamus ini juga adalah
khalifah yang alunannya kami ikuti dari buku panduan sirah nabawiyah tanpa
harus berteriak-teriakn capek.
Urutan mencari pemimin
itu setelah coba kupahami kira-kira begini:
- Memotifasi, fase ini adalah motifasi awal yang luar biasa. Gambaran surga dan neraka terus coba ditangka oleh akal. Maka bekerja dan beramal adalah program anak-anak musholllah yang terus kami tekuni seperti menjaga kebersihan musholla, memastikan kelengkapan jamaah dengan pelayanan yang maksimal, menyambung kekerabatan dengan mahasiswa lainnya, keluar untuk bakti sosial di desa-desa pinggiran dan banyak lagi hal lainya yang memompa hasrat motifasku melompat-lompat.
- Tarbiyah atau pendidikan, langkah ini banyak diborong A’a Jum dalam membentuk kami. Nilai SKS tertingginya ada pada pertentangan antara Al-haq dan Al-Bathil di matakuliah pergolakan mahasiswa dalam merebut sebuah lembaga atau main dukung mendukung di pemilihan dekan dan rektor baru.
3.Hijrah
yang berarti tak hanya sebatas di Mushollah. Institusi komando mulai ditegakkan
dan disinilah solidaritas barisan itu diuji. Akhuna La Ode Sumaili adalah
pionir sejarah untuk poin ini. Dan Dengan gagah berani ia menjadi panglima
perang kami menaklukkan kontatiBEM FKIP Unhalu saat itu.
4.
Pengokohan kekuasaan,
dimana kekokohan internal di fokuskan dan ancaman eksternal sementara direduksi
dengan dikskusi. Maka muncullah koalisi dengan mengutus akhuna Hamlin sebagai
wakil Gubernur BEM Unhalu.
5.
Inspirasi, yang mungkin
dengan ini ada orang di luar sana yang
lalu terhidayah karena obyektif menilai perjuangan kami.
Dan itulah kerja
da’wah untuk menuju khilafah yang kami mulai dari kampus sambil terus berjuang
untuk cepat terwujud di Indonesia ini. Yunus, adalah salah satu korban
eksperimen da’wah yang telah di dulang dalam tahapan-tahaan itu. Ia menangis
karena amanah dan tugas berat di punggungnya untuk menemukan khilafah dalam
diri dan anggotanya. Khilafah yang bukan untuk berdiri angkuh atau berteriak
nyaring di atas tahta dan mahkota, tetapi bekerja dan tersenyum ramah menjadi
teladan makhluk semesta sampai tiba saat di mana dunia bersinar dengan cahaya
keagungan seorang muslim karena pesona kebenaran Islam yang memancar dalam
dirinya.
Lembar 17
DOKTER
MULTILEVEL
Hotel, MLM, Organisasi dan skripsi
adalah klimaks saat gelar mahasiswa kusandang sekaligus lompatan-lompatan
kesuksesanku.
“Bisnis harus dijalankan dengan
fokus. Terus pompa semangat kalian agar tak berhenti karena tidak ada yang
namanya gagal saat usaha belum membuahkan hasil seperti yang kita inginkan.
Orang gagal adalah orang yang berhenti. Sikapi ketidakberuntunganmu sebagai
tangga yang akan mengantarkanmu pada kesuksesan. Makin banyak gagal berarti
makin besar harapan untuk sukses, coba terus sampai kegagalan itu gagal
menghampirimu. Thomas Edison penemu lamu pijar tak pernah berhenti saat ribuan
kali eksperimennya gagal. Kalau saja ia berhenti pada eksperimen keseribu maka
kita tidak akan pernah menikmati terangnya lampu saat ini.”
Melotot penuh semangat Upline Rasman
mencoba memompa semangat downlinenya yang terlihat mulai down.
“Kekayaan adalah hak anda karena
miskin itu dosa. Maka jangan berdiam dalam kemiskinan karena itu sama saja anda
berdiam dalam lumuran dosa”
Wah! Apa pula ini, kami yang
terlahir miskin berarti terlahir dalam lumuran dosa. Sudut pandang apa yang ia
pakai? Tanyaku dalam hati saat itu. Tapi perlahan DNA kekayaanku memekik.
“Yah! Itu betul”.
Maka akupun mulai belajar jadi
dokter. Dokter multilevel yang tak pernah punya nomor izin praktek tentunya.
Semua jenis penyakit kupelajari. Penyebab dan cara penyembuhannya. Sampai
penyakit yang tak kumengerti sebutannya pun aku jelaskan ke pasien. Produk jutaan
rupiah kudistribusi ke berbagai pelosok desa. Sampai penyakit yang nongol di
tempat yang tak pantas kulihat pun kuamati. Hak asasi manusia memang mengizinkan
sampai menyentuhnya. Tapi anak jerawatan seusiaku meski sudah di atas 17 tahun
belum pantas untuk kerja ini.
Kuliah kedokteran yang tidak
kuambil bebas tesnya di Universitas Jember saat tamat SMA seolah menjawab
mimpiku untuk menjadi dokter. Tapi sekali lagi rutinitas ini makin tak dapat
diterima otak kecilku. Kumpulan orang sakit yang pernah kudatangi memeningkan
pikiranku. Pasti dunia kedokteran punya terapi khusus untuk calon-calon dokter
sehingga punya pertahanan psikologi yang kebal saat menghadapi pasien. Dan
terapi jiwa itu yang tidak kupelajari sehingga mengokohkanku pada posisi member
down pada bisnis itu.
Hanya motifasi, bacaan kondisi
dunia dan tekad untuk kaya saja yang sempat menahanku sebelum akhirnya aku benar-benar kena Muntaber alias ‘mundur
tanpa berita’ dari bisnis itu. Makin tak terdenganr beritaku saat tim wirausaha
pertemuan rahasiaku dari pusat tidak merekomendasikan anggotanya untuk sibuk di
MLM. Bikin MLM sendiri, awali dengan hal-hal paling kecil di sekitar anda
katanya.
“Antum sekalian terlahir sempurna,
semua yang antum baca dan pelajari hanyalah petunjuk untuk menyadari
kesempunaan antum. Di beberapa ayat Al quran sebenarnya telah terpampang jelas
gambaran kondisi kita.
‘Dan
sungguh Kami telah muliakan cucu adam dan kami angkat mereka di daratan dan
lautan, dan kami telah memberikan rezki yang baik kepada mereka, dan kami telah
lebihkan mereka dari makhluk makhluk yang telah kami ciptakan dengan kelebihan
yang sempurna’
Surat Al Isra ayat 70, antum cari
lagi surat yang lainnya. Bayangkan akh Allah Berfirman bahwa telah memberikan
rezki yang baik kepada kita, bukannya akan. Berarti kita tinggal menemukannya
saja. Betapa indahnya hidup ini bagi orang-orang yang beriman”
Pidato satu jam itu benar-benar
mendewasakanku untuk tidak cenggeng lagi walau kiriman ayah tak pernah sampai
ke sakuku.
Dan ini juga keajaiban yang tak
kumengerti. Kenapa aku bisa bertahan sejauh ini, sepi dalam perantauan ilmu. Ku
tak pernah iri mendengar teman di kamar kos samping ‘Oven’ku di kirim jutaan rupiah
oleh orang tuannya. Karena kirimanku bukan jutaan, lebih dan tak dapat kuhitung.
Sekarang aku terus mencoba untuk melunasinya dalam lantunan syukurku pada Allah
SWT atas kirimannya yang melimpah padaku.
Lembar 18
Mendadak Artis
Mahasiswa yang menyandang gelar
artis terbilang banyak. Kujelaskan dulu
kenapa dibilang arti, mendadaknya belakangan. Artis adalah singkatan mereka
untuk kami yang ‘Ada Rumah Tidur Sembarang’. Bukan juga tidur di rumah, tapi
tepatnya di kos-kosan teman. Bukan juga tidur sembarangan di jalan atau di
teras-teras toko. Tapi di tempat dimana malam itu kami harus menyelesaikan
tugas yang esok pagi harinya sudah harus tuntas. Artis ini dari kalangan
aktifis pengurus BEM, pengurus lembaga da’wah kampus dan mahasiswa penunggu
laboratorium.
Tidur di sekretariat BEM kadang
tiap malam kalau kegiatan lmiah butuh
persiapan kelengkapan yang detail. Ruang sekretariat BEM kadang penuh sesak
karena banyaknya pengurus yang datang bermalam untuk menyelesaikan spanduk yang
menumpuk dan ka’ Yusuf penghafal butir-butir Ppancasila yang setia sampai mati
pada Pak Harto karena belum mau juga meninggalkan Program Studi kesayangannya
itu, kerepotan menyiapkan sarapan ala kadar pagi harinya.
Rombangan artis kadang harus tidur
di Mushollah kalau anak-anak LDK mengadakan malam Bina Iman dan Taqwa atau saat
organisasi Islam dalam masyarakat mengadakan Itikaf di Mesjid. Cerama dan
nasehat agama adalah mutiara yang memberikan kami bekal untuk membeli tiket
masuk surga nantinya.
Aku lebih artis lagi. kebosananku
di BEM memberanikanku untuk bergabung dalam partai nomor delapan bersimbol padi
diapit bulan sabit kembar saling membelakangi. Di situlah aku digelari arti
dengan nama yang sangat populer, populer sekali sampai-sampai kuterhipnotis
untuk memiliki pacangan secantik pasangan artis sebutanku itu. ‘Irwansyah’ itulah panggilanku di
hari-hari aku populer.
Gara-garanya ini nih aku digelari
arti: saat partai itu sedang perang dalam demokrasi pencerdasan rakyat lewat
pemilihan walikota dan wakil walikota Kendari. Dihadapan ratusan mata aku
tampil dalam pertunjukan drama sebabak menyemangati anggota partai itu sebelum
terjun berperang dengan senjata andalannya ‘Direct Selling’. Judulnya ‘Sales
Ketemu Sales’. Mengisahkan sebuah keluarga yang sangat cinta dengan figur
Asrun-Musadar. Dan lucunya kehadiran seorang tamu yang mencoba menjual figur
yang sudah jelas akan mereka pilih dikerjain habis-habisan oleh kepala keluarga.
Untuk mempercepat tamu tadi agar segera berpindah memasuki rumah yang belum
menentukan pilihan, maka dikerjainlah tamu itu habis-habisan sampai
mengancamnya ke polisi. Lalu adegan selesai dengan perginya tamu itu dengan
muka memelas. Aku sendiri adalah tokoh Ayah dalam pertunjukan yang jadi bagian
acara paling seru dan terus memekarkan senyum penonton. Arifudin BASTRA, Makbul
Bombana jadi bagian aktor dalam drama itu.
Dengan sedikit modal pengalamanku
di dunia sastra, saya sering diminta tampil mengisi acara-acara resmi. Yang
paling sering ku iyakan adalah jika diminta membacakan puisi karena
persiapannya tidak begitu lama sedang drama jarang kuiyakan. Pengalamanku tampil
dihadapan banyak penonton justru bukan karena membacakan puisi atau drama tapi
Nasyid.
Mesjid PERINDRAG tempatku sholat
mengakrabkanku dengan Andi Pamesanggi. Lewat dialah aku dilatih oleh kak Hasan
yang belum juga menikah itu untuk jadi suara dua salah satu personil nasyid An-Najah
yang kami bentuk. Pertama kali saya tampil di gedung KNPI dalam acara seminar
tentang Walimatul urs’ komunitas partai yang jadi keluarga besarku walau tetap
merasa seperti sekeping hati.
Sekeping
hati dibawah berlari
Jauh
melalui jalanan sepi
Jalan
kebenaran indah terbentang
Di
depan matamu para pejuang
Tapi....jalan
kebenaran tak akan selamanya sunyi
Huuu
Ada ujian yang datang melanda
Ada
perangkap menunggu mangsa
Akan
kuatkah kaki yang melangkah
Bila
di sapa duri yang menanti
Akan
kaburkan mata yang menatap
pada
debu yang pastiya hinggap
Ahaaaa hoo uoo
haaaa
Mengharap senang dalam berjuang bagai merindu
rembulan di tengah siang
jalannya
tak seindah sentuhan mata
Pangkalnya
jauh, ujungnya belum tiba.
Lagu-lagu nasyid yang kami lantunkan
itu membuatku kagum pada keindahan kata-kata. Apalagi saat ini dipadu dengan
kisah cinta ust. Poli yang memulai penyempurnaan Dinnya dengan menikah. Usai di
seminarnya kami melangkah untuk tampil di acara pernikahan sesungguhnya.
Selama
ini kumencari-cari
Teman yang
sejati
Buat menemani
perjuangan suci
Bersyukur kini
padamu Ilahi
Teman yang
dicari selama ini telah di temui
Dengannya disisi
perjuangan ini
Senang diharungi
Bertambah murni
kasih Ilahi
Kepadamu Alllah kupanjatkan
doa
Agar berkekalan
kaasih sayang kita
Kepadamu teman
kumohan sokongan
Pengorbanan dan
pengertian
Telah
kuungkapkan segala-galanya
‘Teman sejati’ jadi lagu yang membuatku
cemburu pada indahnya pernikahan.
Keindahan susunan kata setai bait
nasyid menyemangatiku untuk memahami dunia kata milik Bang Tarji, Rendra dan
Chairil Anwar. Perlahan, keberanianku mengawinkan kata-kata mewarnai duniaku
untuk fokus pada dunia puisi. Kesempatan untuk membawakan puisi di acara-acara
resmi selalu kuluangkan. Grub nasyid An-Najah kuhindari karena perkembanganku
dalam kecerdasan musikal yang payah
Di dunia puisi dan drama masing-masing
ada klimaks penampilan yang jadi penyemangat sendiri.
Pada drama, ribuan penonton
selapangan MTQ jadi berdebar menunggu tampilnya Irwansyah bersama pasangannya
Acha untuk membawakan lagu ‘my heart’ setelah MC mempersilahkan.
‘pernakah kau
merasa.....”
Mendengar bait lagu itu penonton makin
penasaran ingin melihat tampan si ganteng yang hanya memunculkan suaranya.
“haari paling
Indah” lalu muncul
“Huuuuuu....” suara gaduh penonton
mengacaukan bait lagu yang terdengar, mereka geram diikuti tawa yang memekik
melihatku tampil sebagai Irwansyah. Dan disitu hari sialnya aku di gelari
Irwansyah, ditambah dengan sapaan;
“ Mana Achannya”
“Masih membenahi Ovenku” jawabku sambil selalu menghindari wartawan yang
mengejarku ingin memasukkanku dalam ruang gosip.
Pada puisi, ada dua coretan yang
kutampilkan dengan memukau. Pertama, ini
menghipnotis peserta temu alumni Forum komunikasi Mahasiswa Pencinta Mushollah Unhalu
di Auditorium Mokodomppit:
Peradaban
Ilahi
Innallaha yab’atsu lii hadzihil ummati ‘ala rasi
kulli mi-ati sanati man yujaddidu la haa diena ha
sesungguhnya di awal setiap seratus tahun,
Allah mengirimkan kepada umat ini
orang yang akan memeperbaiiki agama mereka
sekarang
mari berkisah tentang kita
dalam
puis, ditemani Chairil Anwar
juga Sutarji
Kalsum Bahri
sebab
mereka mengukir peradaban dengan kata
mulai
dari tanah air mata, tragedi Winka dan Sihkha
sampai
walau penyair besar
adalah
anak kata legenda Bang Tarji
mulai
dari melawan dengan kata, cintaku jauh di pulau
ini kali
tak ada yang mencari cinta, derai-derai cemara,
tuhan kita begiti dekat,
sampai pada kumau tak seorang kan merayu
aku ingin hidup seribu tahun lagi
adalah peradaban kata Chairil Anwar
dengan puisi ingin diubahnya
wajah dunia
sedang hari ini
apa yang kalian saksikan ini
adalah puisi terindah berwujud pesona
yang bukan dengan pena ia
dilahirkan
ia lahir
dari anak kampung
yang
membuang diri demi ilmu
ia lahir
dari anak kampus yang tidur di sudut-sudut mesjid
ia lahir
dari hati yang rindu Rab-Nya
mereka
lahir dari puisi Hasan Albanna
yang
kini menjelma ratusan puisi
maka
akupun pergi menatap pada wajah puisi-puisi itu
di
mereka kudapati wajah tanpa topeng
wajah
seorang kakak yang tulus membimbing adiknya
wajah
seorang saudara yang apapun yang melekat pada tubuhnya ingin ia bagi
wajah seorang Abi yang ingin melihat
anaknya cepat dewasa
wajah seorang Umi yang terus menghibur
duka lara anaknya
wajah orang tua yang mempersatukan
anak-anaknya dengan darah.
darah dari cahaya Ilahi
walau wajahku
belum berbentuk sebait puisi
tapi namaku,
akan terus kuukir pada salah satu
batu bata
peradaban Ilahi.
Dan ini yang kedua, targetnya
menghipnotis Menteri pemuda dan Olah Raga, tapi yang kena adalah stafnya ketua
bidang pengembangan sumberdaya pemuda, DR. Budi Setiawan. Doktor dari jepang
yang datang ke Hotel Aden malam itu. Di depan ratusan hadirin temu tokoh pemuda
se-provinsi.
Pemuda Ruh Peradaban
Puisi adalah kata-kata yang hidup
Ia bisa menepuk pundakmu
Ia bisa berkisah
Juga bisa marah pada kita
Sekarang dunia berpuisi tentangp
emuda
Ia tidak sedang berkisah
Ia sedang menepuk pundak kita
Dengan ledakan legenda pemuda Adikuasa
Obama! Hanyalah satu dari leganda
pemuda
Rentetan zaman telah mengukir itu
Dunia hanya ingin kita tidak lupa
Pemuda adalah ruh kehidupan
Dalam raga hidup ia bisa mati
Bisa jadi masalah sekaligus
solusi
Bahkan bisa tampil sebagai
pahlawan
Pemuda adalah narasi kehidupan
Jangan buat puisi marah pada kita
Jangan buat bumi bosan kita huni
Cukuplah dunia menegur pemuda
Untuk bangkit berperan lebih
Pemuda ruh peradaban.
Pemuda adalah kita
Raga semangat dalam bumi pertiwi
Darah baru dalam urat nadi
peradaban bangsa
Debar sepanjang masa.
Lembar
19
Ditimppa Amanah
Tipe domain yang kusandang langsung
terbukti. Aku lupa persisnya penjelasan ustadz tentang tipe-tipe manusia beserta
karir yang cocok untuk tipenya. pada pelatihan tingkat dua Unit kegiatan
Kerohanian Islam Unhalu. Yang kuingat tipe D cocok untuk pemimin. Dan dotrin
itu menyeretku kesitu. Belum lagi usai seluruh rangkaian kegiatan handphoneku berdering.
“ Hallo Agep, kamu ke sini cepat,
pengajuan calon ketua umum FOSSMAT sudah dimulai “
Teriak Ono dari aula rapat FAPERTA tempat pemilihan berlangsung ke aula BPKB
Aundonohu tempat pelatihan TR II berlangsung.
Satu satunya peserta yang cepat
keluar dari ruangan adalah saya dan itu memalukan, persis seperti saat Ustad
meminta siapa yang grafinya lebih tinggi D. Tak ada yang mengacungkan tangan,
hanya aku satu-satunya peserta yang setelah diangket bertipe D sedang yang
lainya I, S dan aku lupa huruf apa yang satunya.
“Ayu, kamu harus tampil sebagai calon ketua”
“Tidak bisa, saya belum bisa”
“Baik! kalau begitu tolong maju saja semangati
adik-adik. Nanti bisa mengundurkan diri saat pemilihan”
Dan Ia pun menemaniku sebagai
pesaing calon ketua umum juga bersama Baharudin,
seniorku dari FISIP. Setelah uji kriteria calon, drama mencari pimpinan pun
dimulai. ini baru sekali terjadi. kami bertiga meminta untuk kompromi sendiri
sebelum pemilihan yang lama secara voting. Ayu dan Baharudin meminta agar
FOSSMAT tahun ini di pimpin olehku.
Dan pidato politik pertama pada
pelatikan pemimpin terpilih mulai kulantangkan.
“Mahasiswa
harus punya tiga kompetensi ini sebelum gelar Maha yang melekat pada
dirinya hilang saat ia terjun ke
dunia masyarakat.
Pertama yang menjadi hal mutlak
untuk dimiliki adalah pengetahuan. Dan Alhamdulillah kompetensi ini sudah
tergaransi pada diri kita semua saat
pertama kali tercatat sebagai mahasiswa. dan dengan niat untuk datang menuntut
ilmu. Tidak ada keraguan untuk tidak memiliki pengetahuan yang berbuah ilmu
bagi kita yang tekun belajar.
Kedua, skill atau keterampilan. dan
FOSSMAT Kendari terbentuk untuk itu, untuk menjamin kita agar memiliki skill
dan keterampilan lewat program-program kreatif di kerja-kerja organisasi ini
nantinya. Ilmu kita akan tergenang dalam teori mati jika tidak mengalir dalam
praktek-praktek lapangan yang menggasa skill dan keterampilan kita selama
kuliah.
Dan yang ketiga, yang meski kita
miliki adalah perilaku atau sikap. Ini adalah kompetensi yang merupakan kunci
kemajuan peradaban karena negara ini bukan miskin karena sumber daya alam yang
kurang atau alam yang kejam pada kita. tapi kita miskin karena watak, perilaku
dan kepribadian kita yang kurang atau tidak baik. kita tidak mematuhi
prisip-prinsip hidup seperti keyakinan, etika, kejujuran dan integritas,
bertanggungjawab, hormat pada aturan dan hukum masyarakat, hormat pada hak
orang dan warga lain, cinta pada pekerjaan, berusaha keras untuk menabung dan
investasi, mau bekerja keras dan selalu tepat waktu.
Mari! Di kebersamaan kita di
organisasi ini, kita belajar memenuhi kebutuhan pribadi kita dengan sikap-sikap
itu. Mulai dari hal-hal yang paling kecil sesama internal pengurus sampai
kompetensi ini mengakar lewat proses interaksi sosial yang coba kita bangun di masyarakat
asal kita.”
Saat ucapan selamat datang menjabat
tanganku, aku disadarkan beban yang menimppa pundakku. bukan oleh FOSSMAT tapi
oleh dua lembaga di masyarakat yang mana aku juga adalah pemimpinnya. pertama,
aku dipanggil pak camat karena memimpin DPC lembaga politik yang harus
memahamkan pentingnya politik pada masyarakat di satu kecamatan. gila, di usia
22 tahun sudah di panggil camat. yang kedua saat menanyakan keadaan BKPRMI
kecamatan Kadia kota Kendari, rekomendasi ketuanya malah dikasi ke aku hingga
lembaga itu akhirnya kendur karena belum juga kudapatkan ketua untuk
menggantikanku.
Benar-benar di timpa amanah, saat
semuanya berjalan, masa orientasi pengenalan kamus FKIP Unhalu juga harus
kuketuai. kegiatan tiga hari yang sarat dengan kekacauan itu harus pula menjadi
beban pikiranku saat menjadi Korlap PKL di SMA Kartika Kendari. alasan teman
teman menunjukku tak dapat kuhindari.
“Agep dari Wakatobi. Semua mahasiswa
di kampus ini paham benar karakter anak pulau. Kalau ia dipasang jadi ketua,
spekulasi kita bisa berjalan lancar.”
Spekulasi apa, aku tak paham. Tapi tentang
anak pulau memang benar-benar di segani. saat perang berdarah di kamus Unhalu
yang jadi berita nasional itu terjadi, Alex keluargaku sendiri itu yang jadi
pemimpin. Spekulasi itu terbukti ampuh. Dari semua BEM fakultas yang mengadakan
penggeblengan pemikiran mahasiswa baru, BEM FKIP yang paling lancar dan
aman. Hanya Firman, kakak dari Ambon
itu saja yang sempat membanting Megafon
saat saya tidak ada.
Dotrin ustad yang mencapku untuk jadi
pemmpin ku lekatkan permanen dalam dadaku “lihat saja nanti, aku akan jadi pemimpi
yang diteladani zaman” gumamku tanda sadar kalau semua manusia memang terlahir
sebagai pemimpin.
Dan bodohku lagi, aku tak sadar
atas dosa-dosaku sebagai pemimpin, karena saat semua itu kupikul aku tak
menangis sperti Yunus, April, Harun, Edi dan semua pemimpin musholla saat gelar
qiada mereka sandang.
Lembar
20
Jati diri nomor 8
Dari ratusan Mahasiswa Tomia yang mengiyakan rencana ini, tinggal delapan yang
tetap komitmen.
“Mengunjungi tempat-tempat
bersejarah dan belajar banyak tentang kearifan lokal masyarakat asli kita
adalah program utama FOSSMAT tahun ini dalam proposal yang berjudul Gebyar
Budaya ini. kepala dinas Kebudayaan dan Pariwisata sudah menjanjikan pendanaan
sebanyak lima juta untuk kegiatan ini.”
Paparku di tengah-tengah sikap pro
dan kontrak anggota FOSSMAT yang menghadiri rapat.
“Menggokohkan jati diri adalah
langkah awal kita untuk cerdas bersikap hingga ketataran dunia dengan memahami
dahulu dasar masalah dan keunggulan daerah dan negara kita”
lanjutku berharap tujuh anggota
semanagat hari ini juga sejalan dengan
ppemikiranku
“Ee.. lama sekali” ujar Yustin
“Tidak usah menunggu Yudin, tanpa
gadis-gadis itu ia takkan ikut.” Sambung Ayu
“Biar aku yang pergi panggil
sekalian memastikan adik-adik itu untuk dapat ikut. kalian jalan duluan.” Saran
Anca sambil tersenyum mendengar kata gadis-gadis yang di sebut Ayu.
Saya, Diki, Ifa, Yustin, Muhaeni dan
Ayu segera melangkahkan kaki berharap tiba di benteng tepat sesuai rencaana. dan hampir saja jumlah
delapan yang mau ikut jadi sisa enam karena meski sudah selasai melaksanakan
shalat Zuhur di mesjid Patua Anca dan Yudin belum juga muncul. Baru saat di kaki
bukit benteng patua mereka terlihat sempoyongan berjalan di tengah terik
matahari lalu segera lari bergabung dengan kami yang sedang menjarah kelapa
milik penduduk. Ayah Baharudin yang melihat kami menjarah kelapanya kusalami.
kulihat senyum bangga di bibirnya mengikhlaskan kelapanya dilahap habis oleh
kami, teman-teman anak laki-lakinya.
Dari atas benteng patua, tampak
pulau Kaledupa mendekat. semua anggota tim delapan tak mau terus terbebani
dengan bekal yang dibawa, sehingga lahapan perut yang berteriak itu mendominasi gambar kami. Anca adalah yang
tidak pernah masuk gambar karena ia yang
memegang kamera.
Tiupan angin laut membebaskan kami
dari siksa panas matahari sampai semua benteng ditaklukkan penuh ceria dalam
kekaguman atas keindahan alam yang Allah anugrahkan atas diri masyarakat dan
kulturnya.
Dan inilah jati diri nomor delapan
itu dengan memanfaatkan kekuatan dan kearifan lokal khas daerah:
Kearifan lokal
atau nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan suatu masyarakat
telah menjadi energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat
untuk hidup di atas nilai-nilai yang membawa kelangsungan hidup berkeadaban.
Kearifan seperti ini tumbuh dalam lubuk hati masyarakat sendiri, seperti itu
pulalah yang ada dalam tubuh masyarakat Tomia yang menjadi obyek penelitian
ini, nilai itu telah ada sejak awal
adanya penduduk di pulau ini hingga
sekarang.
Adapun nilai-nilai kearifan lokal
masyarakat Tomia yang dapat dipetik dari cerita rakyat La Patih Pelong hingga
sekarang dengan tinjauan semiotik etnografi dapat di kelompokkan dalam tiga
jenis yakni kearifan pribadi masyarakat Tomia, kearifan sosial masyarakat Tomia
dan kearifan lingkungan. Dan dari ketiga jenis kearifan lokal itu terjabar ke
dalam beberapa istilah lokal yang bercirikan kearifan lokal masyarakat Tomia
itu sendiri. Penjabarannya didefinisikan dalam tema-tema budaya luhur dalam
bahasa Tomia kemudian berupaya diartikan ke dalam bahasa Indonesia. Teknik ini
dilakukan mengingat adanya keunikan sendiri dalam bahasa Tomia yang sangat
sulit mencarikan kata yang sesuai untuk mengartikan satu kata ke dalam bahasa
Indonesia sehingga proses itu dianggap penting agar tidak menggurangi pemaknaan
nilai itu sendiri. Inipun sesuai dengan tuntunan ilmu etnografi yang
menginginkan pencatatannya sesuai dengan konteks aslinya dalam deskripsi
holistik. Dan mari kupaparkan secara ilmiah layaknya dihadapan dewan penguji
seminar hasil nilai kearifan lokal masyarakat Tomia dari cerita masyarakat
setempat tentang tiga benteng yang kami kunjungi dan masuknya agama Islam di
pulau ini.
1. Kearifan Pribadi Masyarakat Tomia Dalam Cerita
La Patih Pelong.
Nilai-nilai kearifan pribadi adalah nilai-nilai luhur yang dipegang
teguh oleh seseorang sebagai individu pribadi dalam suatu tata kehidupan
masyarakat dan telah menjadi energi potensial dari sistem pengetahuan
kolektifnya untuk hidup di atas nilai-nilai yang membawa kelangsungan hidup
berkeadaban dan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan berdasarkan mozaik
nalar kolektif sendiri.
Di dalam
masyarakat Tomia kearifan seperti itu yang ada secara populer dikenal dengan istilah Tara (Tabah, sabar), Turu
(Patuh, Taat) dan Toro (tenang, konsisten atau berpendirian tetap). Ketiga
nilai tersebut dalam cerita rakyat La Patih Pelong dapat dipahami secara mendalam dengan tinjauan semiotik
etnografi.
1.1 Tara (Tabah, sabar)
Secara
etimologi Tara berarti tahan, tapi dipakai dalam konteks interaksi sosial kata
Tara lebih tepat diartikan tabah atau
sabar. Tara adalah salah satu sikap yang
menunjukkan ketabahan kita dalam menempuh hidup demi mencapai tujuan dan
cita-cita yang kita impikan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan bahwa tabah adalah tahan hati dalam
menghadapi cobaan atau ujian kesukaran.
Dalam kehidupan di dunia ini setiap individu tidak pernah
bisa menghindar dari cobaan sehingga sikap tabah harus ada dalam diri setiap
insan. Sejak dahulu masyarakat Tomia telah menanamkan itu dalam diri seperti
halnya yang tercermin dalam penggalan cerita La Patih Pelong di bawah ini.
Po’oli
miatu nosempamo na ila Timbbara i pulo ana
kene aana iafano, no iro’e me’esano I pulo tappa mannusia ana appa
notto’oha.
Artinya :
Kemudian tinggallah La Timbara di pulau ini
bersama anak yang didapatnya. Anak yang di dapat itu diasuhnya seorang diri
hingga dewasa di pulau tampa penghuni ini.
Penggalan
cerita di atas secara simbolik menggambarkan ketabahan seseorang untuk bertahan
hidup di daerah baru apalagi dengan harus merawat bayi yang didapatnya sampai bayi itu dewasa seorang
diri. La Timbara sebagai tokoh dalam cerita itu adalah orang asing yang baru
menginjakkan kaki di pulau itu, ia harus cepat beradaptasi dengan daerah itu.
Dan dengan tabah ia terus menjalani hidup hingga mampu mempunyai keturunan yang
banyak.
Dalam
cerita La Patih Pelong tokoh La Timbara adalah nenek moyang Raja La Patih
Pelong yang berarti leluhur orang Tomia. Mendengar cerita itu mereka meyakini
bahwa leluhur mereka adalah orang-orang yang tabah apalagi ditambah dengan
penggalan cerita berikut,
Asa fakutuu te
pengawal nu patih pelu ana
ika’ane nosi’i tefangka anne’e no
bello-bello i olo, asa fengka nu salata
barasumba. Ka’i mollenge miatu
te fangka ana
ana no koo. Maka notofolla
atafa nobete. Te tampanga miana
nongaannemo kua te bet’a. sakua
nohenna’u sie ta
pagafe nu la pati
pelu ka’amea temotoanu’e
te daga moto bara ako te
iparaaso. Te pagafe nu pati
pelu ana no ell’e naga ana
kua te
tua. Te bara-bara nu saudagar ana pointe
nobawa’e ka sokko’a, po’oli miatu
noalae ka futa hu’u i safengka kaambua nu osuku. Te daga atu no sai te
pobanta’a ako tebuntuano merimba.
Artinya :
Suatu
ketika pengawal La Patih Pelo melihat sebuah kapal yang sedang berlayar di
karang sel atan daya pulau Tomia, tidak lama kemudian perahu itu kandas dan
pecah. Setelah di selidiki ternyata pemilik kapal itu adalah seorang saudagar
dan mereka memanggilnya dengan nama tuan. Barang-barang saudagar itu kemudian
dibawa ke Sokko’a. setelah itu
barang-barang saudagar tersebut dibawa ke daratan pulau Tomia yaitu di sebelah
Timur usuku. Saudagar tersebut membuat Pobalanta’a untuk tempat tinggal
sementara.
Cobaan yang didapat oleh saudagar yang
kemudian diketahui namanya adalah Ince Sulaiman sangatlah berat, kapal yang
selama ini mempermudah perjalanannya tiba-tiba karam dan tidak dapat digunakan
lagi. Ia dengan sabar kemudian harus
mencari cara agar barang dagangannya dapat diselamatkan sekaligus mencari
tempat sementara untuk ditinggali. Ince Sulaiman kemudian menjadi menantu Raja
La Patih Pelong setelah menikahi putrinya yang bernama Wa Singkujalima, dari
pernikahan itu mereka dikaruniai anak yang bernama Sibatara. Sibatara oleh
masyarakat selanjutnya menjadi tokoh panutan dalam sikap Tara atau kesabaran.
Ini dipahami dari sabarnya ia menjalankan perintah ayahnya yang sebenarnya
adalah perintah Allah SWT untuk menyebarkan dan menyempurnakan pemahaman
masyarakat tentang agama Islam sampai akhir hayatnya.
Kearifan lokal ini dalam kehidupan
masyarakat Tomia masih dapat kita saksikan sampai sekarang. Salah satunya
tercermin dari mereka yang tetap bertahan di daerah pegunungan yang menjadi tempat bermukimnya para leluhur
dulu seperti di desa Patua, Kahianga, Wakomba dan lain-lain padahal daerah ini
jauh dari pemenuhan kebutuhan hidup yang utama seperti air. Begitu juga dengan para pelayar yang tetap
menggunakan cara tradisional tapi dapat menaklukkan kerasnya ombak laut banda.
1.2 Turu ( patuh, taat)
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata
patuh berarti taat, menurut perintah, taat pada hukum, berdisiplin.
Masyarakat Tomia mengartikan Turu
sebagai sikap seseorang yang mau mendengar nasehat orang tua serta menjalankan
nasehat itu dengan penuh kesadaran dan keihklasan. Sikap seperti ini dapat kita
lihat dalam penggalan cerita berikut.
Mentogamo nanokede I Suo-suo te
mansuanato mai nonamisi’e kua marasaimo natubu’a kahalu demo bahuli na tampa
nuhekoboo’a. mina imaatu no saiemo na poafa-afa’a. ilalo nu poafa-afa’a atu no
patiedamo kua tetuhantomai anne’e na ako te kumede iTano Lagolle kene i Patua
saga’a. Inta akodia kai noposiansia na tuha no tedemo na mansuana te ila pelo
mia laamo no faliako ako dia no jari raja podibula i pulo ana kene ello La
Patih Pelo. Kene akodia no asi na jaga’a nu sanggila no banggunne na bente
asa-asa no pohamba-hamba isai’a nu bente itolu tampa, i Suo-suo no pajari asi’e
kene todo benteno, po’oli i Tano Lagolle mia no ga’anne kua te bente Rambi
randa kene bente patua i Patua.Te raja nu pulo Tomia no kede i bente itongga
appattoo’ha i Suo-Suo.
Artinya:
Setelah
lama hidup di Suo-suo para tetua adat mulai merasakan sulitnya kehidupan karena
makin sempitnya tanah garapan untuk berkebun, sedangkan rumpun keluarga makin
hari makin bertamba jumlahnya. Melihat kondisi itu maka diadakanlah pertemuan
musyawarah para tetua adat untuk mencari solusi dari permasalahn itu. Dari
musyawarah itu disepakatilah bahwa sebagian dari rumpun keluarga harus tinggal
dan membuka tanah garapan baru di Tano Lagolle dan di Patua.
Itu
berarti rumpun keluarga akan terpisah-pisah. Tapi untuk menjaga keutuhan rumpun
keluarga maka diangkatlah La Pelo yang baru pulang dari merantau untuk menjadi
raja pertama di Tomia dengan gelar patih dan biasa disebut La Patih Pelo. Dan
agar pertahanan dari serangan Sanggila makin bagus maka dibangunlah secara bergatong- royong tiga buah benteng di
tiga tempat bermukimnya rumpun keluarga yaitu di Suo-suo, Tano Lagolle dan di
Patua. Raja Tomia La Patih Pelo tinggal di benteng pertengahan dan merupakan
benteng paling besar di Suo-suo.
Dari cerita di atas tercermin sikap
akan taatnya masyarakat setempat dalam menerima apa yang
menjadi hasil musyawarah mufakat para tetua adat, tidak ada bantahan apalagi
pelanggaran yang berarti. Semua hal yang telah disepakati para tetua adat
djalankan dengan rapi oleh masyarakat setempat termaksud menerima kesepakatan
para tetua adat untuk mengangkat La
Patih Pelong sebagai raja. Begitu pula dengan pribadi La Patih Pelong, ia taat dan patuh menerima penunjukan dirinya sebagai pemimpin dengan
rasa penuh tanggung jawab.
Selain peristiwa dalam penggalan cerita
di atas, dalam cerita rakyat La patih Pelong
juga secara semiotik dapat ditinjau dari beberapa peristiwa seperti
pengawal La Patih Pelong yang taat pada perintah rajanya, Ince Sulaiman yang patuh saat diminta menggobati putri raja,
Sibatara yang patuh menjalankan perintah ayahnya dan peristiwa lainnya. Selain patuh dan taat pada keputusan bersama
dan perintah atasan atau pimpinan
masyarakat juga setelah mendapatkan dan menetapkan hati pada agama Islam mereka
menjadi penganut yang taat pada tuhannya. Hal ini dapat kita amati dari penggalan cerita di bawah ini.
Jari
mina ima’atu no filamo na i la Sibatara no ajjara’e na mannusia koruo tenei nu kura’ani appa no dahani te tumbu
isilami baaanne’e na kumede I pulo ana. No ajjara’e na kene te tumbu isilamu,
te sambahaeya’a, te basa’a nu kura’ani kene sabaragiu nukandeu’a I lalo nu
kura’ani sampe baanne’e na kene no tumbu kene kontaramo tumoto tumtettapu ako
te agama Isilamu kene no henangka’e na itudu kene I angka ilalo nu agamano
Artinya:
Sejak
saat itu Sibatara mengajarkan orang-orang di pulau ini tentang ajaran Islam,
mereka belajar untuk sembahyang, membaca dan mempelajari Alquran serta semua
hal-hal penting yang ada dalam Alquran sampai semua penduduk yang ada di pulau
ini hidup dengan
kepercayaan yang tetap yaitu agama Islam dan
menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan agamanya
Hidup dengan taat diyakini akan
mengantarkan kita pada kehidupan yang lebih baik. Di masyarakat Tomia hal ini
banyak terlihat saat pemerintah atau kepala desa menghimbau masyarakatnya untuk
bekerja bakti atau melakukan sesuatu, mereka pun melakukan itu dengan senang
hati.
1.3 Toro
(Tenang, Konsisten atau Berpendirian
Tetap)
Dari beragam ancaman dan gangguan, para
leluhur telah memantapkan diri untuk
tetap tenang dan berjalan menjalani hidup ini dengan segala apa yang
telah ia temukan. Hingga sekarang
pembelajaran ini masih dipegang oleh masyarakat Tomia, mereka tetap pada jalur
yang dipahami telah ditakdirkan untuknya. Toro
adalah kepasrahan hati untuk tetap pada jalur yang telah kita pilih
sendiri sebagai jalan terbaik untuk meraih apa yang kita cita-citakan. Sikap
ini dari awal telah ditunjukkan oleh La timbara seperti penggalan cerita
berikut.
Kai
mellai na no fila sumisi’i no bakka’e tekeneno ila Tope. Ahani kua noaha ila
Tope no parappara kua kai no dahanie na ila Timbara kene asumepe’e ala’a kene
no manggaku kua te pulau ana te annunno. No hikidongo te sepe la Tope, La
Timbara no soba pasaddara’e na keneno kua notto’oha na pulo ana ta mo’oli
mobage. Inta ila Tope kai no hada buntu no tanga kua ara ka’i kosumepe maka
kusumumbelekko.
La
Timbara pointe nogampa uka, no tanga buntu kua kai iko’o na rumato ppodibula ka
pulo ana, iyaku ana, ara uggampa mai topapo’olie kene kamoane’a. la Timbara
kene la Tope pointe
nopobatumbu hitu utu hitu mo’ina, nohelafe ako
te mate’a La Tope noraho’e te tobo nu sokanossafano i lima la Timbara.
Artinya:
Tidak
jauh ia berjalan mengamati pulau itu, ia di kagetkan oleh la Tope. Entah kenapa
la Tope berpura-pura tidak menggenal La timbara dan bersikeras mengusir la
Timbara dengan menggaku bahwa pulau ini adalah miliknya. Mendengar bentakan
mengusir dari la Tope, La Timbara mencoba menyadarkan sahabatnya dengan
mengatakan bahwa pulau ini besar dan kita bisa berbagi tapi la Tope tidak mau,
ia justru mengancam La Timbara agar lekas pergi, jika tidak pergi meniggalkan
pulau ini maka ia akan disembeli.
La
Timbara tidak bisa bersabar lagi menerima perlakuan temannya, ia justru
berbalik mengatakan bahwa dialah yang pertama kali mendarat di pulau ini. Ia
berbalik menantang La Tope untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara lelaki.
La Tope dan Latimbara akhirnya berkelahi selama tujuh hari tujuh malam,
pertempuran berhenti dengan meninggalnya La Tope terkena tusukan pisaunnyasendiri
di tangan La Timbara.
Dari cerita di atas tercermin sikap yang
tetap pada pendiriannya La Timbara untuk berada di pulau asing itu karena ia
sadar bahwa kedatangannya ke pulau itu bukan kehendaknya, sehingga tidak mudah
baginya untuk diusir apalagi oleh temannya sendiri. Ia tetap tenang dengan
mencoba menyadarkan temannya, namun karena tekanan yang tidak bisa lagi ia
kendalikan, ia kemudian memantapkan sikapnya untuk tidak meninggalkan pulau itu
meski nyawa taruhannya. Kemudian dalam kelanjutan cerita, ancaman itu datang
lagi dari para pembajak tapi dengan tenang dan berpikir tentang cara mengatasi
semua ancaman itu maka sekali lagi kelangsungan hidup dapat terjaga dengan
damai.
Sikap tenang, konsisten dan berpendirian tetap dapat kita amati dari
masyarakat Tomia saat itu terlebih lagi dari tokoh Sibatara seperti penggalan
cerita berikut.
Sakua
no dahania’e na ne’i nugambi ana, pointe no faa’e na inano ku te ngaasu Sibatara, te kura’ani ana ako teiajjara nu
mannusia kkoruo. Jari mina ima’atu no filamo na i la Sibatara no ajjara’e na
mannusia koruo tenei nu kura’ani appa no
dahani te tumbu isilami baaanne’e na kumede I pulo ana. No ajjara’e na kene te
tumbu isilamu, te sambahaeya’a, te basa’a nu kura’ani kene sabaragiu nukandeu’a
I lalo nu kura’ani sampe baanne’e na kene no tumbu kene kontaramo tumoto
tumtettapu ako te agama Isilamu kene no henangka’e na itudu kene I angka ilalo
nu agamano. Sibatara ana sampe meammoala’a appa no mate no pa’ajjara ala’a te
kene kkoruo i pulo Tomia ana.
Artinya:
Setelah mengetahui isi pesan itu, ia kemudian
menyampaikannya kepada ibunya bahwa namanya adalah Sibatara dan Al quran
ini untuk diajarkan ke manusia lain agar
mereka tahu bagaimana hidup yang Islami. Sejak saat itu Sibatara mengajarkan
orang-orang di pulau ini tentang ajaran Islam, mereka belajar untuk sembahyang,
membaca dan mempelajari Alquran serta semua hal-hal penting yang ada dalam
Alquran sampai semua penduduk yang ada di pulau ini hidup dengan kepercayaan
yang tetap yaitu agama Islam dan menjalankan semua perintah dan menjauh
larangan agama tersebut.
Dan
Sibatara sampai ia dikabarkan telah tiada tetap komitmen untuk mengajarkan
Islam kepada semua generasi di Pulau Tomia.
Sebuah contoh sikap toro (baca: loyal atau
setia) pada apa yang menjadi amanahnya dapat terlihat jelas dari sosok Sibatara, yang jika tampa itu maka
ia akan cepat bosan dan berhenti dalam mengajarkan agama Islam pada masyarakat.
Secara turun-temurun sikap itu terwariskan pada masyarakat Tomia karena hingga
sekarang pendirian mereka untuk memegang teguh agama Islam terbukti dengan
tidak adanya penduduk Tomia yang beragama di luar agama Islam.
Ketiga sikap arif di atas populer di
tengah-tengah kehidupan masyarakat disaat orang tua memberikan nasehat kepada
anaknya yang hendak merantau. Istilah tara, turu, toro pun telah menjadi satu paket istilah yang
mendotrin keharusan sikap generasi jika dalam menuntut ilmu atau dalam mencari
penghidupan yang layak ingin didapatkannya. Kemudian ini menjadi pemahaman
bersama masyarakat bahwa seseorang yang tidak berhasil dalam pencarian jati
dirinya itu tidak lain karena ia tidak tara, turu, toro (Tabah,Taat dan berpendirian tetap).
Dari semua hasil wawancara yang ditemui
peneliti semua sependapat akan hal ini, dan semua menyarankan agar ini
diarsipkan untuk menjadi warisan yang dapat diketahui dengan jelas oleh
generasi dan selanjutnya maka perlu pencatatan nilai-nilai kearifan tersebut
dalam bentuk yang lebih bagus dan lebih menarik lagi. Masih banyak sikap pribadi
yang dapat dijadikan dan diabadikan sebagai nilai luhur masyarakat Tomia namun
ketiga istilah itu yang tidak mendapat pertentangan di tengah-tengah
masyarakat.
Tara,
turu, toro seakan menjadi hal yang
wajib disampaikan pada generasi yang mulai ingin menjalani hidup mandiri
terutama bagi mereka yang hendak merantau untuk menuntut ilmu. Begitupun dalam
benak generasi yang serius menuntut ilmu petuah itu seakan harus selalu ada
dalam benak mereka sehingga tak jarang kita menemukan tulisan-tulisan yang
memuat nilai kearifan pribadi itu dalam papan perencanaan hidup mereka.
2.
Kearifan
Sosial Masyarakat Tomia Dalam Cerita La
Patih Pelong.
Nilai-nilai kearifan sosial adalah nilai-nilai
luhur yang dipegang teguh oleh masyarakat sebagai makhluk sosial dalam suatu tata kehidupan masyarakat yang
telah menjadi konvensi kolektif untuk hidup di atas nilai-nilai yang membawa
kelangsungan hidup berkeadaban. Nilai-nilai tersebut terus dikembangkan dan
dilestarikan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bersama dan sekaligus
menjadi senjata ampuh dalam memfilter budaya global di tengah arus interaksi
budaya yang dapat mempengaruhi cara pandang, sikap dan perilaku masyarakat.
Di dalam masyarakat Tomia jenis
kearifan seperti itu terdiri dari lima macam yang dikenal dengan istilah topoangga (saling menghargai,
saling menghormati), toposii’in-si’i (saling memperhatikan, silaturahmi),
poafa-afa (musyawarah), topoasa-asa poamba-hamba (gotong-royong, saling
membantu), dan topoadari (saling menasehati). Kelima nilai ini dalam cerita
rakyat La Patih Pelong dapat dipetik
dengan pendekatan semiotik etnografi.
2.1Topoangga (Saling Menghargai, Saling
Menghormati)
Sikap saling menghargai dan menghormati
adalah kebutuhan masyarakat demi jaminan kehidupan yang damai. Contoh kecil
sikap ini dapat diamati dari tanda-tanda peristiwa dalam penggalan cerita
berikut.
Asa fakutuu te
pengawal nu patih pelu ana
ika’ane nosi’i tefangka anne’e no
bello-bello i olo, asa fengka nu salata
barasumba. Ka’i mollenge miatu
te fangka ana no koo.
Maka notofolla atafa nobete. Te tampanga miana
nongaannemo kua te bet’a. sakua
nohenna’u sie ta
pagafe nu la pati
pelu ka’amea temotoanu’e
te daga moto bara ako te
iparaaso. Te pagafe nu pati pelu
ana no ell’e naga ana kua te tua. Te
bara-bara nu saudagar ana pointe
nobawa’e ka sokko’a, po’oli miatu
noalae ka futa hu’u i safengka kaambua nu osuku. Te daga atu no sai te pobanta’a
ako tebuntuano merimba.
Asa
ta’u pointe po’oli na kajadia mi’iso, te te ana nu La Patih pelo i fa Siriongga
kene Fa Singkujalima, no afa’e tepannaki samadana mia noppere’e nabajano kene
meanggala na mo’oli kumombi’e. Te raja La Patih pelo no hikidonggo kua anne’e
kene tua kumede i'asafengka kuambua nu osukuu mia no kadahani po’oli ku mombi
tepannaki sabbaragiu. Sakua no hikidonggo te atuna, no tudumo na ila Pati pelo
te pagafeno ako dia no ello’e na tua atuna ekka ka Kahianga. Sakua no afa te
parinta La Patih pelo te tua aga atu no hada
inta anne’e kene saratino. Tesaratino tabea amamillu’e na binnata bokku
i pulo ana babaanne’e , po’oli laamo kukumombi’e na aana nu raja atuna. Jari
nokottimu no faa’e na raja kua anne’e kene saratino ara ahumada ikommbi na
aanano, asakua no hikidongo te sarati atu ila Patih pelo no tudu’ene’e
natuhanomai kua saikkita te tondo ako te tampanga nuroppu’a nu binata bokku.
Pointe miatu no dala’e baanne’e na bokku pointe no pabinasa’e
Artinya:
Suatu
ketika pengawal La Patih Pelo melihat sebuah kapal yang sedang berlayar di
karang selatan daya pulau Tomia, tidak lama kemudian perahu itu kandas dan
pecah. Setelah di selidiki ternyata pemilik kapal itu adalah seorang saudagar
dan mereka memanggilnya dengan nama tuan. Barang-barang saudagar itu kemudian
dibawa ke Sokko’a. setelah itu
barang-barang saudagar tersebut dibawa ke daratan pulau Tomia yaitu di sebelah
Timur usuku. Saudagar tersebut membuat Pobalanta’a untuk tempat tinggal
sementara.
Satu
tahun kemudian anak La Patih Pelo benama Wa Singkujalima dan Wa Sirionga,
terkena penyakit cacar yang susah di obati. La Patih Pelo mendengar kabar bahwa
ada seorang tuan yang tinggal di sebelah timur usuku yang serba tahu dan mampu
menggobati berbagai macam penyakit dan mempunyai kesaktian tinggi. Maka La
Patih Pelo segera memanggil saudagar itu untuk datang ke Kahianga mengobati
kedua putrinya. Setelah mendengar perintah itu, maka saudagar tersebut setuju
untuk mengobati anak La Patih Pelo asalkan mau memenuhi persyaratan yang ia
minta yaitu agar penduduk memusnahkan semua binatang babi di Pulau ini.
Kemudian kembalilah orang yang diperintah La Patih Pelong itu dan melaporkan
persyaratan yang diminta oleh saudagar itu. Setelah mendengar syarat yang
diminta maka La Patih Pelong memerintahkan penduduk untuk membuat kandang
sebagai tempat penampungan babi. Lalu
dikumpulkanlah semua babi kedalam kandang tersebut kemudian dimusnahkan.
Sebagai tuan rumah,
La Patih Pelong tidak memaksakan kehendaknya. Ia justru menghargai orang asing
yang bisa dikatakan bahwa apa yang menjadi permintaannya adalah hal yang sulit
dikabulkan. Begitu pula dengan semua penduduk Tomia saat itu, ketika mendengar
perintah raja semua menghormatinya dengan segera melaksanakan apa yang
diarahkan oleh La Patih Pelong. Sikap ini sekarang telah menjadi keharusan
dalam kehidupan masyarakat bahwa yang muda harus menghormati yang tua. Sikap
itu ditunjukkan dengan selalu membungkukkan badan saat seseorang lewat di depan
orang yang sedang berbicara, tidak boleh
memotong pembicaraan orang lain dan sebagainya.
Begitu pula dalam
setiap acara masyarakat yang saya hadiri, terlihat kursi yang dipersiapkan
berbeda untuk para pemimpin dan tokoh masyarakat dengan yang dipersiapkan untuk
masyarakat biasa. Dalam hal perbedaan usia hal itu sangat nampak tapi agak
berbeda jika yang kita amati faktanya adalah pada perbedaan pengetahuan. Ini
teramati pada setiap pengisi acara atau yang dipersilahkan membawahkan ceramah,
mereka yang masih muda sepertinya tidak dipercaya untuk berbicara di hadapan
mereka.
Sikap topoangga ini
pula dapat terbaca jelas dari perlakuan masyarakat pada semua orang atau pihak
asing yang datang ke daerah mereka. Masyarakat setempat tidak mempermasalahkan
keberadaan pihak asing yang salah satunya adalah pendiri bisnis pariwisata di
Onemobaa, sikap saling menghargai itu bahkan ditunjukkannya saat pihak asing
meminta agar tidak dilakukan penangkapan ikan di zona-zona tertentu dan mereka
mematuhinya.
2.2 Toposii’in-si’i (Saling memperhatikan,
Silaturahmi)
Toposii’in-si’i adalah sikap saling menjaga antara sesama
atau saling memperhatikan yang biasanya dilakukan dengan silaturahmi. Dalam
cerita la Patih Pelong sikap ini dapat dilihat saat setiap ancaman mencoba
mengancam sesamanya, seperti dalam penggalan berikut.
Mina
imaatu no asimo natumbu nu mansuanato mai, temokobo’o noto hassele, te lumaha tekenta no hoto
i’afa. Te aanano mai no saiye na kolianossafano afana gasi. I yaammai no tumbu
posiinsi’i ara anne’e no mai nasanggila mina imellai no laga-laga akonemo ku te
“sanggila ooh te sanggila”. Jari noterahomo tumode okko i bente. Painte te
mansuanato mai no po’oli ala’a tumalo’e na sanggila kene kadahanino. Gara
saga’a te Feba atuna no henna’u hete’ette’e safano mempisi kadahani na
ihia’ana.
Artinya:
Sejak
saat itu kehidupan orang tua kita di pulau ini sudah bisa merasakan hidup damai
dan sejahtera, yang berkebun hasilnya banyak, yang menangkap ikan dapat
memperoleh hasil tangkapan yang banyak. Anak –anak membuat mainanya mereka
sendiri seperti gasing dan lain-lain. Mereka hidup dengan saling memperhatikan,
kalau dari kejauhan Sanggila sudah terlihat maka mereka berteriak “te sanggila
ooh ooh Te Sanggila” sehingga mereka masih sempat mengamankan diri di dalam
benteng. Dengan begitu orang tua kita selalu dapat mengalahkan penyerangan yang
dilakukan sanggila berkat kepandaian dan
kesaktian orang tua dulu. Salah satu bukti kecil dari kesaktian mereka adalah
gondokan bambu yang dapat turun menimba air sendiri di pinggir laut dari atas
gunung saking saktinya orang tua dulu.
Dalam penggalan di
atas terlihat betapa mereka saling menjaga dan memperhatikannya masyarakat
Tomia saat itu satu sama lain. Saat ancaman datang mengganggu semua akan tenang
jika sudah merasa aman, bukan hanya pribadinya yang aman tetapi jika semua
rumpun keluarga dalam masyarakat Tomia sudah dipastikan aman. Itu jika ancaman
itu menyangkut keselamatan nyawa seperti penggalan di atas dimana saat pembajak
datang menyerang mereka saling mengingatkan untuk mengamankan diri.
Sikap Saling
memperhatikan keselamatan hidup juga dapat kita petik dari keputusan tetua adat
untuk mencari alternatif tempat penggarapan tanah agar rumpun keluarga dapat
hidup berkecukupan. Silaturahmi juga terjaga dengan saling mengunjungi membantu
pembuatan benteng pada perkampungan yang mendirikan benteng saat itu.
Sikap seperti ini
sekarang kembali pada tugas pemerintah sebagai pelayan masyarakat, sehingga
jika pemerintah sudah memaksimalkan perhatiannya pada masyarakat maka secara
bersamaan masyarakat akan meningkatkan sikap perhatiannya antar sesama.
2.3
Poafa-afa (Musyawarah)
Poafa-afa adalah
istilah untuk pelaksanaan musyawarah yang dilakukan oleh masyarakat Tomia
dengan maksud mencapai keputusan
bersama sebagai
solusi atas permasalahan yang di hadapi. Di dalam cerita La Patih Pelong sikap yang telah menjadi panutan masyarakat
ini dapat tercermin dari penggalan berikut.
Mentogamo
nanokede I Suo-suo te mansuanato mai nonamisi’e kua marasaimo natubu’a kahalu
demo bahuli na tampa nuhekoboo’a. mina imaatu no saiemo na poafa-afa’a. ilalo
nu poafa-afa’a atu no patiedaemo kua tetuhantomai anne’e na ako te kumede I
Tano Lagolle kene i Patua saga’a. Inta akodia kai noposiansia na tuha, no
tedemo na mansuana ila Pelo mia laamo no
faliako ako dia no jari raja podibula i pulo ana kene ello La Patih Pelo. Kene
akodia no asi na jaga’a nu Sanggila no banggu te bente. asa-asa pohamba-hamba isai’a nu bente itolu tampa, i
Suo-suo no pajari asi’e kene todo benteno, po’oli i Tano Lagolle mia no ga’anne
kua te bente Rambi randa kene bente patua i Patua.Te raja nu pulo Tomia no kede
i bente itongga appattoo’ha i Suo-Suo.
Artinya:
Setelah
lama hidup di Suo-suo para tetua adat mulai merasakan sulitnya kehidupan karena
makin sempitnya tanah garapan untuk berkebun, sedangkan rumpun keluarga makin
hari makin bertamba jumlahnya. Melihat kondisi itu maka diadakanlah pertemuan
musyawarah para tetua adat untuk mencari solusi dari permasalahn itu. Dari
musyawarah itu disepakatilah bahwa sebagian dari rumpun keluarga harus tinggal
dan membuka tanah garapan baru di Tano Lagolle dan di Patua. Itu berarti rumpun
keluarga akan terpisah-pisah. Tapi untuk menjaga keutuhan rumpun keluarga maka
diangkatlah La Pelo yang baru pulang dari merantau untuk menjadi raja pertama
di Tomia dengan gelar patih dan biasa disebut La Patih Pelo. Dan agar
pertahanan dari serangan Sanggila makin bagus maka dibangunlah secara bergatong- royong tiga buah benteng di
tiga tempat bermukimnya rumpun keluarga yaitu di Suo-suo, Tano Lagolle dan di
Patua. Raja Tomia La Patih Pelo tinggal di benteng pertengahan dan merupakan
benteng paling besar di Suo-suo.
Paragraf dalam
penggalan cerita di atas memberikan warisan sikap bahwa dalam memutuskan suatu
perkara yang menyangkut kepentingan dan kebaikan bersama harus selalu
melibatkan semua masyarakat. Pada zaman
sekarang pelaksanaan musyawarah tetap dilaksanakan jika menyangkut hal-hal yang
mendesak dan dikhawatirkan akan terjadi permasalahan dikemudian hari jika tidak
ditempuh dengan jalur musyawarah.
2.4 Poasa-asa Pohamba-hamba (Gotong-royong, Saling
Membantu)
Gotong-royong
sebagai ciri khas masyarakat tradisional berangkat dari kesadaran saling
membutuhkan, ini dilakukan dengan prinsip saling menguntungkan. Sikap ini telah
ada dalam masyarakat untuk menyelesaikan pekerjaan secara bersama-sama sejak
zaman dahulu. Dari penggalan cerita berikut,
……Kene
akodia no asi na jaga’a nu sanggila no banggunne na bente asa-asa no
pohamba-hamba isai’a nu bente itolu tampa, i Suo-suo no pajari asi’e kene todo
benteno, po’oli i Tano Lagolle mia no ga’anne kua te bente Rambi randa kene
bente patua i Patua……
Artinya:
……Dan
agar pertahanan dari serangan Sanggila makin bagus maka dibangunlah secara bergatong- royong tiga buah benteng di
tiga tempat bermukimnya rumpun keluarga yaitu di Suo-suo, Tano Lagolle dan di
Patua……
Dapat dengan jelas
kita pahami bahwa terbentuknya benteng yang hingga saat ini tetap ada adalah
dikerjakan secara gotong royong. Sikap ini
hingga sekarang dapat diamati dari interaksi masyarakat seperti dalam
membersihkan gulma tanaman petani dan saat menanam para petani biasanya saling
membantu dalam mengerjakannya atau saat ada tetangga yang hendak menikahkan
anaknya maka sikap ini terlaksana dengan baik sampai-sampai ada pandangan di
masyarakat bahwa jika tidak datang membantu kegiatan tetangga lain maka saat ia
membuat acara atau kegiatan, ia takut jangan sampai tidak ada yang datang
membantunya.
2.5 Topoadari (Saling Menasehati)
Melengkapi
kedamaian hidup bermasyarakat, sikap saling menasehati dan mengingatkan telah
menjadi kebutuhan bersama. Datangnya Ince Sulaiman sebagai seorang penyebar
agama Islam ke Tomia telah memberi contoh itu dengan baik. La Patih Pelong
sebagai seorang raja tidak merasa telah dinasehati oleh orang asing lantaran
cara yang dilakukan tidak seperti sedang menasehati. Sebelum peristiwa itu pula
telah ada contoh itu pada diri La Timbara yang mencoba menasehati temannya yang
mungkin khilaf karena mengancamnya. Selanjutnya, tersebarnya agama Islam sampai
pada pemahaman yang benar adalah berkat sikap saling menasehati yang diajarkan
Sibatara kepada semua rumpun keluarga Tomia, seperti yang dapat kita tinjau
dari penggalan cerita berikut.
No
ajjara’e na kene te tumbu isilamu, te sambahaeya’a, te basa’a nu kura’ani kene
sabaragiu nukandeu’a I lalo nu kura’ani sampe baanne’e na kene no tumbu kene
kontaramo tumoto tumtettapu ako te agama Isilamu kene no henangka’e na itudu
kene I angka ilalo nu agamano
Artinya:
Sejak
saat itu Sibatara mengajarkan orang-orang di pulau ini tentang ajaran Islam,
mereka belajar untuk sembahyang, membaca dan mempelajari Alquran serta semua
hal-hal penting yang ada dalam Alquran sampai semua penduduk yang ada di pulau
ini hidup dengan kepercayaan yang tetap yaitu agama Islam dan menjalankan semua
perintah dan menjauh larangan agama tersebut.
Penanaman pemahaman
ajaran agama Islam sampai pemeluknya menjalankan semua perintah dan menjauhi
larangan tuhannya adalah proses yang panjang. Jika proses saling menasehati dan
saling mengingatkan ini tidak berjalan diantara mereka maka pencapaian itu akan
sulit didapatkan. Nilai ini meski sulit diidentifikasi namun tetap ada di
tengah-tengah masyarakat Tomia.
3
Kearifan Lingkungan Masyarakat
Tomia Dalam Cerita La Patih Pelong.
Kearifan lokal
masyarakat yang bermanfaat besar dalam menjaga kelestarian alam juga dapat kita
temui dalam cerita ini. Pemanfaatan lingkungan secara proporsional itu dapat
kita lihat dalam penggalan cerita berikut.
Mentogamo
nanokede I Suo-suo te mansuanato mai nonamisi’e kua marasaimo natubu’a kahalu
demo bahuli na tampa nuhekoboo’a. mina imaatu no saiemo na poafa-afa’a. ilalo
nu poafa-afa’a atu no patiedamo kua tetuhantomai anne’e na ako te kumede iTano
Lagolle kene i Patua saga’a.
Artinya:
Setelah
lama hidup di Suo-suo para tetua adat mulai merasakan sulitnya kehidupan karena
makin sempitnya tanah garapan untuk berkebun, sedangkan rumpun keluarga makin
hari makin bertamba jumlahnya. Melihat kondisi itu maka diadakanlah pertemuan
musyawarah para tetua adat untuk mencari solusi dari permasalahn itu. Dari
musyawarah itu disepakatilah bahwa sebagian dari rumpun keluarga harus tinggal
dan membuka tanah garapan baru di Tano Lagolle dan di Patua.
Mencari
tanah garapan baru demi kelangsungan hidup bertujuan agar tanah yang telah lama dimanfaatkan
dapat kembali subur. Dari pengamatan dan hasil wawancara yang sangat nampak
manfaatnya untuk menjaga ekosistem dan mencegah penebangan liar dengan adanya
cerita ini adalah bahwa hingga saat ini ketiga tempat yang merupakan benteng
itu adalah tempat yang paling terjaga pepohonannya. Masyarakat setempat tidak
berani menebang kayu di ketiga tempat itu, mereka meyakini bahwa tempat itu
angker dan ada penungggunya. Masyarakat setempat menyebutnya dengan
istilah Mosampaako atau anne’e kene
tungguno yang tidak lain bermakna larangan agar pepohonan itu tidak ditebang
sehingga dengan sendirinya sampai sekarang pepohonan itu terjaga kerindangan
dan kerimbahannya.
Untuk
menanamkan nilai-nilai itu dalam jati diri kami, lakon tokoh-tokohnya coba kami
perankan dalam drama La Patih Pelong yang telah disusun rapi oleh Bung Karno
dan teman-teman seperjuangan yang sering disebut-sebut Iky, saat pimpinan ketiga
negeri pelangi segitiga itu diasinkan ke gunung Kahyangan di pulau Tomia.
Perampungan data yang kumuat dalam
skripsiku itu, harus menyebar menjadi jati diri masyarakat yang terus
dijaga.
Lembar 21
Drama Sesungguhnya
“Drama sesungguhnya itu, ada pada saat kalian gladi
bersih di malam hari penampilan. Saat tidak ada yang menonton, saat kalian
menghayati tokoh dalam naskah drama seperti kemauan kalian. Saat tak ada pujian
ynag mengagumi kemampuan aktingmu. Karena tampilan saat disaksiakan banyak
orang adalah Chassingnya. di situ
kalian menjual, mengharap nilai dan pujian. Jadi jangan heran kalau kaemudian
say bertanya beraa kali kalian latihan”
Kata-kata
pak Irianto Ibrahim dosen sastraku itu menganggukkan kepalaku sambil berucap
“program ini berhasil”
Item pertunjukan drama tentang jati diri nomor 8
jadi poin yang menggemparkan rangkaian kegiatan Gebyar Budaya FOSSMAT Kendari.
Cerita La Patih Pelong berhasil disusun oleh tokoh Bung Karno yang sering
disebut Iky saat diasinkan ke gunung kahyangan pulau Tomia dalam bentuk drama.
Kegiatan ini terlaksana meski tak di jual di Tomia. Tugu Unhalu, Studio drama,
dan kalau jadi juga di Taman budaya adalah tempat-tempat dimana pertunjukan
drama sesungguhnya itu kami adakan.
Semua
anggota FOSMAT kebagian peran karena banyaknya tokoh dan pelakon dalam naskah
drama ini. Puncak pertunjukanaya di Jambu-jambu. Semua mahasiswa dua lorong;
Anawai dan Pelangi lagi, datang mengerumuni kami. Dipancing tetabuhan alat
musik tradisional milik pak Ali Hanafi, yang mengiringi adegan silat kampung.
Sampai bengkak tangan Samaludin, Dani, Muliono dan yang lainnya karena harus
mengulang mencocokan gerak dan musik juga waktu yang disiapkan untuk pertempuran
sengit dalam naskah drama berikut:
Naskah ini disusun berdasarkan kisah
yang ada di lingkungan Masyarakat Suku Tomia, dimana Mengisahkan tentang cikal
bakal suku Tomia dan asal mula ” Masuknya Agama Islam di daratan/pulau Tomia.
1.
La Timbara : (berjalan ke tengah pentas dengan loyo,
tersentak dan jatuh pingsan
beberapa saat. Kemudian perlahan sadarkan diri) aaaach.... dimana
sekarang saya? (menggerakkan badan sambil mengamati sekeliling) Udara pagi yang
cerah....ach ..... ternyata pulau ini sangat cocok dan pantas untuk
kesehatan....(tiba-tiba terdengar suara bayi yang menengis di selingi dengan
suara deburan ombak) TERLIHAT LA TIMBARA
MENCARI SUARA BAYI MENANGIS DISELINGI SUARA DEBURAN OMBAK DAN DENGAN GERAK
PANTOMIM MELAKUKAN CROSS-CROSS ACTING LALU TAMBAK LA TIMBATA MENIMANG BAYI
DALAM KIMA RAKSASA.
Aaach...... kasihan ...... bayi siapa ini ......? satu lagi tugas
kemanusiaan yang harus dilaksanankan.....ach, mungkin ada orang lain di pulau
ini..... sebaiknya bayi ini diamankan dulu ..... kemudian menemudian
menyelidiki pulau ini.....! TAMPAK SUASANA
PENTAS TANG TEMARAM DAN BERANSUR-ANSUR TERANG KEMBALI ....MASUK PENTAS SEORANG
PELAKON YANG TAMPAK ANGKER....SAMBIL TERBAHAK.
2.
La Tope : (Terbahak-bahak)
ha..ha..ha..ha..ha.....akulah yang berkuasa ....penguasa tunggal pulau ini ha..ha..ha...ha... , ha.. ha.. sesuai hukum
yang berlaku, siapa yang pertama menginjakkan kaki di daratan.....daialah yang berhak
ats pulau itu.. ha...ha...haa...tidak satupun manusia lain yang dapat merebut
pulai ini dariku...akan kupertahankan....bila perlu ..nyawa
taruhannya...ha..ha..ha...
3.
La Timbara : (memperhatikan dengan teliti) La Tope...!
La Tope...!!! Lupakah kau aku La Timbara ...La Timbara
4.
La Tope : (Dengan
angkuh) ha...ha,...ha...ha...siapa kau ....!!! tahukah kau, kalau pulau ini
adalah milikku..... kau memamggil namaku ....siapa dan dari mana asalmu
.......jangan menerka yang tidak-tidak..!!
5.
La Timbara : Sobat ....! Lupakah kau...sewaktu kita berperang
dulu...? biarpun kau tidak mengakui tapi aku tetap yakin kalau kau adalah La
Tope.
6.
La Tope : Cukup
......!!! jangan kau ulangi ocehanmu .....apa maksudmu berada di pulau ini
.....katakan ... sebelum habis
kesabaranku
7.
La Timbara :La Tope....!! tiada bermaksud aku menggelar
musuh....tapi kehendakmulah yang terjadi..yang jelas...aku berhak atas pulau
ini... sebab aku yang pertama datang ke Pulau ini.
8.
La Tope :
hey orang asing tahan …! Tahan kecerobohanmu…. Celakalah kau bila beradu
kesaktian denganku ....sebaiknya ....pikir yang pasti...menyesal tiada berguna.
9.
La Timbara : La Tope...! karena ambisi diri ... kau melupakan teman
seperjuangan ... pulau ini tidak ada yang berhak....ada yang punya....!! kita
hanya berhak memakai .....mengisi alam ini dengan perbuatan yang baik...sadarkah kau kalau negri kita cukup
jauh....dan disana kita tidak berpunya....sekarang kita mendapat sesuatu
...daratan ini..pulau ini.. lalu melupakan teman...sungguh hinalah kau...!!!
10.
La Tope : Percuma Ocehannmu itu...kau boleh
pilih , tunduk dikakiku atau tinggalkan pulau ini...!! kalau tidak nayawa
taruhannya....!
11.
La Timbara : baik kalau kau tidak bisa diajak dalam
kebaikan ....aku akan tetap bertahan di pulau ini... itulah sumpahku...!!! (Menggaris tanah)
12.
La Tope : Ha..ha...ha... ! pilihan yang beralasan, laki-laki pantang menarik
ucapan....bersiaplah.....!!!
PERKELAHIAN TAK DAPAT DIHINDARI, KECUALI SALING MENGGERAHKAN KEMAMPUAN
YANG ADA PADA DIRI MASING-MASING...SETELAH MELALUI TAHAPAN KESAKTIAN
.....TERNYATA LA TIMBARA DAPAT MENGALAHKAN LA TOPE.......
13.
La Timbara : Cukup ....!! segera lupakan pertikaian
ini...marilah kita hidup bersama dalam kerukunan..!!! tidak berguna menyimpan dendam
..(membelakangi) pulau ini cukup luas .... marilah berbagi dalam
wilayah....
TIBA-TIBA LA TOPE MEMBOKONG LA TIMBARA NAMUN DAPAT DIATASI...,
14.
La Tope : Ach... achk… hk …sobat…..achk…hk…, La tim...ba….ra.
(Jatuh)
15.
La Timbara : Sungguh malang nasibmu....andai keserakahan
tidak mengantui hidupmu....ach…(Mengangkat mayat la tope). LAMPU PERLAHAN REDUP
LALU GELAP, MUSIK GEMURUH
BERKEPANJANGAN KEMUDIAN BERALIH KE LINGKUNGAN YANG SEPI .... TAMPAK ORANG TUA
DAN SEORANG PEMUDA
16.
Pertapa tua :
(Beranjak) Setelah kejadian itu ...latimbara mengasuh bayi yang di dapatnya
itu..dan ternyata bayi tersebut,seorang
bayi permpuan…!
17.
Lapati pelo :
Bagaimana selanjutnya…!!?
18.
Pertapa tua :
Setelah dewasa…bayi tersebut ternyata perempuan, ia kemudian menikahinya lalu mereka dikaruniai anak laki-laki dan
perempuan …kemudian dikawinkannya,…begitulah seterusnya hingga pulau ini padat
dengan penduduk.
19.
Lapati pelo : Guru...!!! berarti pendududuk pulau ini,masih satu rumpun keluarga...
20.
Pertapa tua :Benar cucuku...! dan leluhur negri ini
berasal dari negeri Timur Kupang..Negeri yang cukup jauh...! suatu saat nanti
kau akan dapat mengetahui di mana negeri leluhurmu...
21.
Lapati Pelo : Guru...keadaan negeri saya sekarang
mengkawatirkan, Banyak pembajak yang akan datang manyerang.
22.
Pertapa Tua :Benar, mereka adalah sanggila dari Tobela
yang menculik dan membawa orang kenegerinya. Sekarang kembalilah di keramaian
negeri ini..pergunakanlah ilmu yang kau pelejari demi kebaikan dan kepentingan
pengabdian kepada tanah leluhur. Satu lagi pesan Guru, kamu harus mencari dan
mempelajari Agama Islam. yang akan menjadi pedoman hidup seluruh keluarga dan penduduk negerimu.......ekh...ekh...
(Batuk-batuk). Sekarang kembalilah.
23.
Lapati Pelo :Guru...! rasanya berat meningalkan guru
sendiri, biarlah kutemani dan Hidup bersama guru di sini...!
24.
Pertapa Tua :Tidak..pelo, tenagamu sangat di butuhkan di
lingkungan keluarga., Bangsa dan daerahmu.
25.
Lapati Pelo :Baik Guru... aku akan memperhatikan semua
pesan..dan nasehat guru (terlihat berat langkah La pati pelo meninggalkan
gurunya)
LAMPU KEMBALI REDUP DIIRINGI MUSIK SEDIH .....TAMPAK RUANGAN SESEORANG SEDANG BERES-BERES
26.
La Pondi : ( dengan gerak lucu) aaach...ach
(menggerakkan badan tapi salah) E.
Eee....sit iiiiit pengurus...ee pengatur rumah tangga bahasa kerennya.....(Tidak terdengar) Pembantu...yach,
beginilah ...yang penting aku senang ....biar jadi pembantu......senangnya
kalau... kalau tuan rumah pesta...uuuuuh pasti makanan enak-enak...tapi,
biasanya dibelakang...yach ...kerja dulu...nanti datang tamu pekerjaan belum
selesai...
TAMPAK LAPONDI
BEKERJA DENGA RIANGNYA DISERTAI TINGKAH YANG MENGGELIKAN PENONTON...BEBERAPA
SAAT KEMUDIAN.....MASUK WA LIMBA
27.
Wa Limba : (memperhatikan gerak la pondi dan kesal)
La pondi...la pondi apa yang sedang kau perbuat ..aduh setiap bekerja pasti
begitu, hay pondi, jangan sampai tingkahmu dilihat tuan! Kalau bekerja jangan
main-main.....
28.
La pondi : alaaaaah.... kamu terlalu cerewet. Suka
menggangu kesenangan orang lain.....(dengan lucu) bwess.....!!!!! yang penting
semuanya selesai ...(bersenandung) ha..ha...haaa.. jangan campuri urusanku...
ha..ha...ha... kalau kamu selesaikan tugasmu di ....dapur....
29.
Wa Limba : Eeeeee.... banyak bicaranya... sudah
jelek…pembantu…kotor …mau sombong …!
30.
La Pondi : (terkejut) apa jangan menghina ya,
awas.... ya, (dengan gerak silat yang lucu)
aduh....duh...eit..eiiit...caaat....hait....bras.......!!!!
31.
Wa Limba : berani kau, berani sama
aku...ha..!(mengambil posisi) he....it...hyaaaaatt........! (jatuh) aaach,
aduh.aaaaach ..(menangis lucu) huuuuuuuuuu!!!???
32.
La Pondi : (membujuk)
cup..cup..sayang..!?diam…aduch bagaimana ini .diam..ach, nanti
dilihat....cepat...(wa limba terus menangis) aduch... diam.. (pusing dengan
gerak lucu) diamlah.. ach, aduuh.. (berusaha membujuk) kenapa bisa jadi
begini.. aduch..
33.
Wa Limba : (merajuk) tidak mau... tidak...kenapa kau
keterlaluan...akan kulaporkan kau...(pura-pura) akan ku laporkan (berdiri )
pokoknya aku tidak terima tidak terima..(terjadi adegan l pondi menghalangi
langkah wa Limba) aku pergi (di tahan) TIBA-TIBA WASUKLAH WA TONDE
YANG MELIHAT ADEGAN KONYOL ITU ... LA PONDI TERKEJUT DAN TAKUT LALU
MENINGGALKAN PENTAS
34.
La Pondi : Maaf ikomiu..iyaku, hanya beristrahat
... dan sekarang iyaku mau kerja lagi...ikomiu....(hendak berlalu)
35.
Wa tonde :
sebentar Pondi.... Wa Limba......
(Malu-malu) kalian berdua dengarkan, hari ini tidak ada yang beristrahat
apalagi main-main, kita siapkan segala sesuatunya untuk menjemput putraku yang
akan kembali dari tempatnya menuntut ilmu, Wa limba kamu masak yang enak-enak. MUNCUL SANGIA KOMBA-KOMBA BERSAMA PUTRINYA
36.
Sg. Komba2 : (berjalan pelan sambil menuju arah la Pondi) dan kamu La pondi
tugasmu menyampaikan berita kepada seluruh rumpun keluarga....segera....
LAMPU PADAM ,
TAMPAK LA PONDI MASUK DAN BERDIRI DI UJUNG PENTAS SAMBIL MENGUMUMKAN
BERITA......DISERTAI GONG KECIL. TAMPAK PARA PELAKON
WARGA BERKIUMPUL DI HADAPAN LAPONDI
37.
La pondi :
(Melakukan Cross cross acting) Hooooooy…!! Pemberitahuan ….hooooooy…..
pengumuman kepada seluruh rumpun keluarga…dengaaaaaar!
Pemberitahuan….pengumuman….!!(Gong di talu) tepat purnama yang akan datang
.....akan diadakan pesta rakyat....pesta keluarga…..para tetua adat keluarga
akan bermusyawarah…..pengumuman ini dari tetua adat……diharapkan, seluruh rumpun
keluarga hadir…..! pengumuman selesai…!
LA PONDI DAN SEBAGIAN MASYARAKAT YANG HADIR BERLALU….BEBERAPA SAAT
KEMUDIAN LAMPU REDUP DAN BERALIH SUASANA DI SUATU RUANGAN PARA TETUA ADAT
MEMASUKI PENTAS DENGAN KARAKTERNYA MASING-MASING DI IKUTI PARA IBU-IBU ISTRI
PARA TETUA ADAT, KEMUDIAN MASUKLAH TUAN RUMAH…
SANGIA KOMBA-KOMBA MEMPERSILAHKAN
38.
Sg. Komba :
Tabea …..ikomiu, silahkan ….!! Sangia Wawo sebagai yang tertua ….kirannya tidak menolak memimpin pertemuan ini (yang hadir mengangguk)
39.
Sg. Wawo :
Baik…! Tidak bermaksud iyaku menebar kata yang berkias …… namun apalah arti
pertemuan diadakan jika tidak saling bergembira…!!!
40.
Kawali Jina : Benar….ikomiu , bukankah budaya kita cukup tinggi dan itupun
telah diperhatikan oleh para generasi muda kita …bagaimana…!!
41.
Sg Komba2 : (tersenyum gembira) tak salah yang dikatakan oleh ikomiu kawali
jina …(menoleh) Wa Limba Sampaikan kepada yang lain untuk mempersiapknan segala
sesuatunya…*(mengatur posisi)
42.
Wa Limba :
Iye Ikomiu (setelah Menjura berlalu)
TETABUHAN MENGALUN BERSAMAAN DENGAN GERAK PARA TETUA ADAT YANG MENGAMBIL
POSISI MENEPI DAN MASUKLAH PARA
PENARI…..SETELAH SELESAI MUSYAWARAH DILANJUTKAN…
43.
Sg. Komba2 : ( mempersilahkan para tetua adat) ternyata, para generasi muda
kita cukup membanggakan....ha....ha…haaa
nah kini saatnya kita membicarakan hal-hal penting…!!
44.
Sg Watukollo : (Menimpali) tabea iyaku sampaikan….!! Sejak awal kedatangan di
sini, iyaku bertanya dalam hati... gerangan apakah yang akan
dipermasalahkan...!!!
45.
sg kuri-kuri :
benar.. ikomiu, rumpun keluarga di utara sengaja datang untuk mempererat tali
persaudaraan .... diantara keluarga se asal... se keturunan...!! hal apakah yang akan dibicarakan..??
46.
sg sampaga tebahak...ha...ha...ha...rupanya tiada
berbeda di antara kita, kegembiraan talah kita lewati...syukuran telah kita
lakukan... adat telah di gelar....namun apa yang akan dibicarakan, tiada jelas
dalam renungan
47.
sg itimu : (menimpali) tabea ikomiu...!! selama
ini tiada aranl dan hambatan yang menimpa kerukunan tiba-tiba undangan
digelar...!!!
48.
sg wawo : (dengan suara berat) sangatlah
bermanfaat pertemuan ini...melepas kerinduan, mengajukan saran dan keadaaan
masing-masing
49.
sg komba2 : (menimpali) tabea ikomiu kami mendengar
dari putraku yang baru pulang dari menuntut ilmu bahwa daerah kita akan
diserang sanggila, bahkan telah ada beberapa nelayan yang ditangkap...itu yang
akan kita waspadai....selain itu kita juga akan mencoba membuka tanah garapan
baru
50.
sg watu kollo : tabea ikomiu...untuk menghadang sanggila
itu memeng harus kita pikirkan tapi apa gerangan tujuan dari rencana membuka
lahan baru....!!!!
51.
sg kuri-kuri : bagi iyaku.....kita angkat panglima perang
untuk melatih keluarga memimpin perang melawan sanggila. Untuk rencana yang
kedua keputusan yang terbaik itulah
kesepakatan
52.
sg wawo : baik...kalau begitu, bagaimana kalau
kita angkat la patipelong menjadi panglima dan kita bagi daerah ini menjadi dua
wilayah
53.
sg sampaga : mengejek...tunggu untuk keputusan yang
kedua saya tidak sepakat, memisahkan rumpun keluarga...sangatlah tidak
bermoral,...mengajukan saran dalam niat yang terselubung bukanlah jiwa yang
terpandang
54.
sg komba2 : sangia sampaga....apa maksudmu menuturkan
katayang tidak bermakna itu...??
55.
sg sampaga : ikomiu sangia.... bagaimanapun juga
iyaku.....tidak merestui rencana yang akan dilaksanakan apapun alasannya..
56.
kawali jina : tabea ikomiu sangia....!!, tahan emosi
adalah jiwa yang beradab...... apa arti adat digelar jika hanya akan terjadi
pertengkaran
57.
sg kuri-kuri : benar ikomiu sangia..! jiwa yang beradab adalah menerima keputusan dalam
mufakat,....!!!
58.
sg watu kollo : tabea sangia sampaga sangatlah hina
mementingkan diri sendiri dalam rumpun keluarga
59.
sg sampaga : hentikan segala hotbah kalian... iyaku
takkan surut dalam keputusan.... darah leluhur la timbara menebar tantangan
60.
sg komba2 : sangia sampaga, jalan musyawarah telah
terbentur iyaku pantang menggelar tikai dan adu kesaktian... tapi, suatu
penghinaan menolak tantangan...!!!
61.
sg sampaga : (murka) sangia komba-komba .... bersiaplah
... !!! heaaaaatttttch ... !!!! HAMPIR TERJADI ADU KESAKTIAN YANG FATAL TAPI
BEBERAPA SAAT KEMUDIAN ...!!!
62.
Sg wawo : tahan ... perilaku yang tidak terpuji
... puaskah ikomiu, jika darah keluarga menggenang di tanah leluhur ... !!!
suatu perbuatan yang sia-sia ....!!!
63.
sg sampaga : sangia wawo dan seluruh yang hadir, dengar
keputusan kalian ... iyaku tidak menyetujuinya (berlalu)
64.
kawali jina : (menenangkan) tabea ikomiu sangia wawo,
sebaiknya pertemuan ini harus bagaimana ... ??
65.
sg wawo : kita harus tekad kalau hari ini tidak
dicapi kata sepakat ... maka, hari-hari berikutnya pun demikian.
66.
sg itimu : keputusan ikomiulah yang akan kami
turut walaupun sebenarnya, suara sangia sampaga sangat di harapkan.
67.
sg watukollo : ya menurut hemat iyaku demikian adanya.... sangia sampaga memang sulit di ajak berembuk
68.
sg wawo : (dengan wibawa) baiklah... untuk semua
yang hadir.... keputusan tetua adat
negri... la patipelo kita angkat menjadi panglima dan sebagian rumpun keluarga
akan menetap di kahiyanga dan sebagian lagi di teno lagolle... bagai mana..???
69.
sg watukollo : langkah dan keputusan yang terbaik namun,
siapakah yang pantas akan menjadi pemimpin di kedua wilayah itu.....
70.
sg wawo : (diam dalam wibawa) menurut iyaku ...
orang yang pantas ... (tenang) untuk wilayah kahianga ... dipercayakan kepada
sangia komba-komba dan wilayah tano lagolle ... kawali jina .... jelas....
71.
sg itimu : sangatlah tepat, kemapuan mereka cukup
membanggakan
72.
sg kuri-kuri : benar ikomiu .... kita sudah setuju dan
kiranya keputusan ini kita hormati ....!!!
73.
sg wawo : nah,.... setelah rembuk ini selesai
akan dilanjutkan dengan upacara pengangkatan panglima dan pemimpin..... dan
ketahuilah..... inilah pimpinan yang pertama di angkat KEMUDIAN ADEGAN
DILANSUNGKAN DENGAN SELINGAN TARIAN .... PERTEMUAN SELESAI LAMPU PERLAHAN
REDUAP DAN GELAP
74.
salonaira gotha : (terbahak) ha....ha....ha..., ayo
jalan...jalan... (mencambuk) ha....ha... cepat...!!! somba.... cepat giring
mereka ke kapal.... hari ini hasil kita cukup lumayan.... ha...ha...ha...
75.
somba : benar kawan, maharaja Ternate ....
yang dipertuan negri timur akan gembira dengan hasil kita ini....
76.
barandini : dan.... kita akan dinaikkan pangkat
serta diberikan hadiah yang cukup lumayan... (disambut dengan tawa)
77.
wa pou ossa : (histeris) lepaskan.... lepaskan kami......
tolong lepaskan.... (namun di timpali dengan tawa) manusia biadab
(meronta-ronta)
78.
baran dini : teriaklah....kau sesukamu....
ha....ha....ha... setan pun tidak berani menghalangi kami TAMPAK
PARA SANGGILA YANG TIDAK BERPRIKEMANUSIAAN MELAKUKAN KEHENDAKNYA... MENYIKSA,
MEMAKSA, DAN MENGAMBIL APA SAJA, SETELAH KEBENGISAN TERLIHAT BEBERAPA SAAT
KEMUDIAN MUNCUL LA PATIPELONG DAN BEBERAPA PENGIKUTNYA
79.
La patipelong : hentikan...., kalian manusia biadab pergi
dari negriku.....,
80.
somba : (terbahak) ha...ha...ha... kawan
ternyata masih ada ayam yang indah bulunya yang akan menambah koleksi kita
81.
barandini : (tertawqa) benar kawan tuan kita akan
lebih gembira melihat hasil kita
82.
la patipelomg : lepaskan mereka...... (terjadi
perkelahian yang seru antara mereka, saling adu kesaktian, saling mengukur
kemampuan yang pada akhirnya membuat lapatipelong terpojok)
83.
barandini : ha...ha...ha... ternyata kamu tidak ada
apa-apanya sekarang kamu boleh memilih mau ikut.... atau nyawa yang
melayang.... TIBA-TIBA MUNCUL SESEORANG YANG BERPAKAIAN SORBAN
84.
Encik sualaeman : cukup .... jangan diteruskan, saya
sudah melihat kebiadaban kalian. Sekarang saatnya kalian dimusnahkan
85. salonaira gotha :
ha...ha...ha.... ternyata ada satu lagi yang menyerahkan diri TERJADI
PERKELAHIAN SERU ANTARA SANGGILA DAN ENCIK SULAIMAN YANG PADA AKHIRNYA MEMBUAT
BARANDINI DAN SOMBA TEWAS DAN SALONAIRA GOTA BERTOBAT
86.
salonaira gota : tuan ampun tuan... kami berjanji tidak
akan melakukannya lagi, kami tobat .... tuan ampunilah kami jangan saya dibunuh
(di ikuti konco-konco sanggiala yang lain dengan karakter yang memelas)
87.
encik sulaiman : tuan-tuan...!!! sadar dan tobat bukan
dalam ucapan... tapi tingkah yang beradab, cermin jiwa sebagi panutan ....!!!
semoga tuhan merestui niat tuan untuk bertobat nah, kembalilah .... binalah
hidup yang baru di negrimu
88.
sanggila : (dengan trgesa dan hendak pergi)...
terimakasih tuan.... tarimakasih
89.
encik sulaiman : nah, sekarang bawalah saudar-saudaramu ke
kahianga
90.
la patipelong : tabea siapa gerangan tuan....? dan dari aman
tuan berasal
91.
encik sulaiman : saya encik sulaiman peyebar agama islam
dari sumatra negeri saya... saya datang ke pulau ini tidak sengaja, kapal saya
karam di betea, dan sekarang tinggal di sokko’a.
92.
la patipelong : terkejut dan sangat senang) oh jadi tuan
adalah penyebar agama islam..? guru saya berpesan untuk mencari agama itu.
Bolehkah tuan ke tempatku...? karena saya inginsekali belajar agama islam.
Sekarang kita di antapulo, kahianga daerahku.
93.
encik sulaiman : maaf anak muda, saya tidak bisa ke
tempatmu, karena saya melihat banyak babi di negrimu, sedang agamaku melarang
memelihara babi.
94.
la patipelong : tapi saya ingin sekali belajar agama islam,
akan kulakukan apa saja untuk bisa belajar ajaranmu.
95.
encik sulaiman : baiklah saya akan ke tempatmu jika babi
yang ada di negrimu di musnahkan.
96.
la pati pelong : baiklah, tunggulah tuan di sini saya
akan menghadap ketua adat agar babi dibunuh (sambil berlalu)TAMPAK DI SUATU
RUANGAN PARA TETUAH ADAT SEDANG BERKUMPUL, MUNCUL LA PATIPELONG
97.
la patipelong : (menimpali) tabea ikomiu, iyaku datang
membawa berita yang sangat menggembirakan ... sanggila tidak perlu
dikhawatirkan lagi, mereka sudah bertobat dan tidak adalagi di negri kita
98.
sg komba2 : maksudmu...?
99.
la patipelong : saat bertempur saya kalah dan hampir dibunuh
sanggila, tapi tiba-tiba ada orang asing yang datang menyelamatkanku dan dia
jugalah yang mengusir sanggila dari negri kita
100.
sg komba2 : (berdiri) baguslah kalau begitu, kita tidak
perlu lagi mengkhawatirkan bahaya sanggila. Sekarang ada satu masalah lagi yang
membuat kami para tetuah adat berkumpul... ini tentang keadaan adikmu yang
tidak sembuh-sembuh juga dari penyakit lepranya..... meski sudah banyak tabib
yang mencoba menyembuhkannya.
101.
sg itimu : iya, hingga kini belum juga ada yang
berhasil mengobatinya, sekarang sayembara akan coba disebarkan dinegri sebrang.
102.
la patipelong : ikomiu sangia..... sayembara itu ada
baiknya tapi untuk sementara kita tunda dahulu iyaku akan adatang membawa orang
asing yang sakti itu tapi ada syaratnya,
103.
sg komba2 : mana orang asing itu..? apa syarat yang dia
minta...?
104.
la pati pelong : orang asing itu berpesan... ia akan
datang bila segala yang diharamkan oleh agama islam dihilangkan .... atau
dimusnahkan utamanya... babi-babi yang berkeliaran itu.....
105.
sg itimu : tabea sangia komba-komba, iyaku cukup
gembira dengan berita yang dibawa la pati pelong, tapi untuk permintaan yang
terakhir itu iyaku tidak setuju
106.
sg watu kollo : benar ikomiu sangia, hal ini harus
dipikirkan selayaknya... jangan sampai kesalahpahaman terjadi karena babi
merupakan kebutuhan utama anak negri ini
107.
sg komba2 : iyaku mengerti dan paham akan hal itu...
tapi adakah kemungkinan yang adapt kita lakukan bila penyakit lepra menular dan
membunuh semua penduduk negri ini...?
108.
sg itimu : tabea sangia...., jika hal itu yang
menjadi alasan tindakan ikomiu untuk dapat mendatangkan orang asing itu, iyaku
akan memerintahkan warga untuk memusnahkan babi
109.
sg watukollo : hal itu akan kitalakukan, tapi bagaimana jika
kitakumpulkan dulu semua babi di ampora, kita akan melihat dulu kemampuan orang
asing itu.
110.
la patipelong : tabea sangia, setuju atau tidak setuju hal
itu harus dilakukan.... saya juga telah berjanji untuk belajar agama islam
kepada guruku tempatku menuntut ilmu
111.
sg itimu : la patipelong... memaksakan kehendak
sangat tidak terpuji... sadarkah ikomiu dari aman ikomiu berasal dan apa yang
menjadi makananmu selama di daerah ini...? setelah mendengar agama itu ...
ikomiu memaksakan.... agar babi-babi itu dimusnahkan.... sangat tidak
beralasan....
112.
sg komba2 : tabea ikomiu, apa yang disarankan sangia
watukollo tadi ada baiknya, kita kumpulkan dulu semua babio di ampora... kalau
kemudian orang asing itu dapat menyembuhkan putriku, maka barulah kita
musnahkan babi itu. Bahkan kalau memang agama islam itu dapat menjadikan
kehidupan kita menjadi lebih baik saya akan menjadi pengikut agama itu
113.
la patipelong : tabea ikomiu.... ayah, sesuai petunjuk guruku
iyaku juga bermaksud untuk mengislamkan daerah kehianga ini.... karena islam
adalah penuntun umatnya dalam kehidupan ini
114.
sg itimu : tabea ikomiu sangia komba-komba,
berpanjang kata merugikan waktu.... bagaimana kalau kita kumpulkan babi
segera...? lalu panggila orang asing itu untuk kita saksikan bersama bukti yang
nyata...?
115.
sg watu kollo : pendapat yang cukup bijaksan... iyaku
berjanji,... adai agama itu bermanfaat... iyaku akan memeluk dan akan menjadi
pengikut agama tersebut
116.
sg komba2 : baiklah sekarang sebarkan berita ini
kepada seluruh anak negri... dan ikomiu la pati jemput orang asing
itu.LAMPU PADAM DAN KEMBALI TAMPAK
BEBARAPA PEMUKA ADAT SEDANG BERKUMPUL
117.
Sg komba2 : (setelah mengambil posisi) tabea ikomiu
para pemuka adat... hari ini, ikita akan bertemu dengan seseorang yang telah menyelamatkan kita dari
ancaman para sanggila... patutlah kiranya kita mengormatinya,
118.
sg sampaga : tsbe ikomiu iysku sengaja datang dari
tonnda, untuk menyaksikan kekuatan orang asing itu
119.
sg watukollo : iyaku melaporkan... seluruh babi yan ada di
daerah ini telah diungsikan di benteng ampora...
120.
sg komba2 : bagus...bagus...!!! hatiku semakin tidak
sabar MASUKLAH LAPONDI YANG MENGABARKAN KEDATANGAN LA PATIPELONG DAN ENCIK
SULAIMAN
121.
la pondi : tabea ikomiu sangia, lapatipelong
beserta orang asing itu telah datang,
122.
sg komba2 : persilahkan mereka masuk....!! DAN ...
MASUKLAH MEREKA, TAMPAK PARA PEMUKA ADAT TERPANA DENGAN KEHADIRAN MEREKA
123.
sg komba2 : (setelah mempersilahkan) selamat datang di
negri kami yang serba kekurangan ini... kenalkan... iyaku sangia komba-komba...
pemimpin daerah kahianga dan dihadapan tuan ada;lah para pemuka adat negeri
ini....kirnaya tuan kerasan di daerah kami...
124.
E sulaiman : maaf saya haturkan...!!! takdir ilahi yang
mempertemuka kita, beta encik sulaiman ujung sumatra negri beta... mengembara
dengan satu tujuan... menyebarkan agama allah.... agama islam
125.
sg komba2 : (tertawa) ha...ha...ha... tutur nan elok,
pribadi yang beradab... tuan...!!! sesuai rencana... iyaku telah sepakat...
dengan pemuka adat...jika tuan dapat menyembuhkan anak ikyaku waja walino iyaku
beserta seluruh anak negri akan mengikuti ajaran yang dibawa tuan....
126.
E sulaiman : tidak bermaksud beta memaksa kehendak yang
kuasa. Tidak bermaksud beta memaksakan ajaran agama... tapi, andai hal itu yang
menjadi syarat utama .... insya allah... beta akan mencobanya....
127.
sg watu kollo : tuan yang bijak...!!! satu syarat dengan
dua keuntungan... ketahuilah sangia komba-komba berjanji akan menjodohkan
anaknya dengan orang yang menyembuhkannya. Ha...ha...ha.....
128.
E sulaiman : maaf... beta tidak bermaksud mencari
keuntungan dalam menyiarkan agama
islam... niat yang suci adalah langkah pengembaraan
129.
sg sampaga : tuan yang berbudi... sudah menjadi tekad
dalam diri ... jangan lah menolak tawaran yang diberikan,
130.
E sulaiman : baiklah demi allah subhanahu wa ta’ala beta
akan memenuhi permintaan tuan, satu lagi syarat beta ajukan. Penyakit itu akan
dimusnahkan di depan masyarakat negeri ini beserta rakyat lain yang terkena
penyakit ini
131.
sg komba2 : baiklah, ikomiu sangia itimu, kumpulkan
seluruh anak negri di depan rumah ini, SANGIA ITIMU BERLALU YANG DIIKUTI LA
PONDI, KEMUDIAN DATANG MASYARAKAT DENGAN SUARA YANG RIUH BERKUMPUL DI DEPAN
PENTAS DAN SEKELILINGNYA
132.
e Sulaiman : maaf tuan segera hadirkan anak tuan
berbaring di depan saya, (wa tonde dan waja walino keluar dan waja walino
berbaring bersama dua warga yang mulai terserang penyakit lepra) beta akan
melakukan do’a sebentar...!!! TERLIHAT ENCIK
SULAIMAN DENGAN KHUSYUKNYA MEMBACAKAN DO’A DAN LAMPU DIMAIKAN BEBERAPA SAAT
KEMUDIAN PENGOBATAN DILAKUKAN... ENCIK
SULAIMAN MENGAJARKAN LAFAL DUA KALIMAT SYAHADAT YANG DIULANGI SAMPAI BENAR
PENGUCAPANNYA... LAMPU DIMAINKAN...DAN SETELAH PENGUCAPAN SEMPURNA ... DENGAN
SECARA TIBA-TIBA PENYAKIT YANG DIDERITA WAJAW
WALINO HILANG DAN TIDAK BERBEKAS... TERDENGAR SAMBUTAN YANG RIUH DARI ANAK
NEGRI, ... TERSIRAT DISETIAP WAJAH YANG MENYAKSIKAN .... SUATU KEPUASAN,
UTAMANYA WA TONDE )
133.
masy negri : (dengan riuhnya) hiduuuup...
hidup....encik....hidup encik sulaiman
134.
sg komba2 : (dengan puas) tenang....tenang... (suara
lantang) seluruh anak negri ... dengar... hari ini... kita telah saksikan....
keajaiban terjadi..... setujukah kalian.... kalau sejak hari ini ...kita
mengikuti... ajaran agama... yang dibawa
oleh encik sulaiman.....?? (terdengar tanggapan yang riuh)
135.
M negri : setujuuuu.... setuju..... setuju....
136.
sg komba2 : untuk itu tenanglah dahulu… marilah… kita
ikuti petunjuk yang dianjurkan...
137. E sulaiman : sekarang ikutilah ucapanku lailahaillallah (diikuti semua yang
hadir) muhammadarrasulullah (diikuti
semua yang hadir) sekarang kita lengkapi dengan pernyatan kesaksian, ikutilah
ucapanku, asyhaduallah ilahaillallah
(diikuti semua yang hadir) wa asyhaduanna
muhammadarrasulullah (diikuti semua yang hadir) dalam suasana khusyu terdengar suara
seseorang megumandangkan azan, diikuti lampu yang mulai redup. SEJAK SAAT ITU
SEMUA PENDUDUK NEGRI TOMIA MEMELUK AGAMA ISLAM DAN AKAN LAHIR KEMUDIAN SEORANG
ANAK YANG BERNAMA SI BATARA YANG AKAN MENGAJARKAN ISLAM KEPADA SEMUA GENERASI
TOMIA MESKI TUGAS MEMAHAMKAN AGAMA ISLAM SAMPAI KINI BELUM BERKHIR HINGGA SEMUA
GENERASI TOMIA MEMAHAMI AGAMA INI DENGAN BENAR, PEMENTASAN BERAKHIR DENGAN
SEMUA PELAKON TAMPIL KEMBALI SATU PERSATU LALU DIPERKENALKAN OLEH PROLOKTOR
Aku mau
bilang kalau rencana kita berhasil kawan! Meski tak ada yang mendengarkan kita
untuk memberi sedikit bantuan pendanaan. Agar drama itu dapat kita tampilkan di
hadapan adik-adik, teman-teman yang
kuliah di makassar, Jawa dan di kamus mana saja mereka menggeluti ilmu dan
terlebih lagi di hadapan orang tua kita. Aku pasti tak dapat menahan air mata
saat tepuk tangan kagum dari mereka membahana karena tampilan kita yang
memukau.
Ingin
sekali saya menunjukkan jati diri nomor 8 dari kampung kita tercinta. Tapi
sekali lagi tak ada yang berpihak pada kita. Juga bupati ikan yang menjabat dua
periode itu. Beliau tak melirik sama sekali. Pada hal malam itu kami kemalaman
di garasi mobilnya. Menunggu dan hanya menunggu, ditemani satpam tolol yang
berusaha mengusir kami. Jelek sekali pikiranku
saat itu, padahal otak intelektual
tercerdaasku juga sedang kunyalakan untuk menghadapi bupati kelas Internasional
yang telah melalang buana ke seluruh sudut dunia demi kesejahteraan rakyatnya.
Sudah tanggung tekadku, banyak hal
yang akan saya sampaikan. Juga termaksud janjinya untuk membuatkan asrama
mahasiswa di hadapanku sendiri saat kampanye. Ku ingat betul kata-katanya, di
hadapan puluhan orang saat kutanyakan apa komitmennya untuk mahasiswa jika terpilih.
Dan dengan senyum khasnya ia seperti mengelus-elus kepalaku, mungkin maksudnya
begini: “Tenang saja, kamu tidak akan terlantar lagi di negeri orang”. Tapi di sini,
di pantat mobil mewahnya kurasakan itu sebagai jitakan di kepalaku ‘bodoh
sekali pertanyaanmu, tak semudah itu asrama diminta-minta’.
Kami
mencoba terus bertahan. Satpam juga mulai kelihatan bosan menunggu kami. Tapi akhirnya kami bubar karena tak baik, Ayu sekretaris FOSSMAT kami keluyuran sampai jauh malam walau izinnya
untuk ketemu bupati, kuminta Anca mengantarnya pulang. Dan kami bertiga pun
akhirnya pulang dengan tangan hampa bermimpi untuk ketemu Bupati saja tidak
bisa, lebih susah dari bertemu tuhan.
Lembar 22
Lembar 22
Selamat Datang Harapan
Seluruh program
kegiatan dalam gebtar budaya coba kami jalankan kecuali drama yang memang butuh
banyak dana dan saat tiba di kampung persiapan untuk itu tidak ada. Sudah di
kampung dan lomba olah raga tradisional baru akan di mulai panggilan
perkumpulan rahasiaku bergetar dari Hpku. Kami ketua perkumpulan tingkat
kecamatan diminta menghadiri dan memeriahkan Mukernas di Makassar.
Dari Tomia aku langsung
terbang ke Makassar setelah menumpang perahu ke Kendari. Tak ingin aku kena hukuman
dan di cap sebagai penghianat perkumpulan. Di bandara petugasnya melakukan
pelanggaran padaku, Aku tak lewat pintu sensor dan langsung berlari masuk
pesawat karena tinggal aku yang ditunggu. Saat masuk, sapaan Walikota Kendari
mengagetkanku karena jeketku yang kebanjiran loga PKS. Kujawab tenang sebagai
aktor yang membuat penonton ramai saat kampanyenya.
Hotel Clarion nomor
delapan jadi tempat istrahatku berdekatan dengan kamar Hidayat Nur Wahid mantan
pemimpin rahasia kami yang kini menjabat ketau MPR RI. Dari Mukernas pantun ini
yang kudengar dari presiden partai Ir.H.Tifatul Sembiring:
Cantik
selendang putri melayu
Menata
bunga di atas sampan
Kalau
ingin Indonesia maju
Pilih
saja Nomor delapan.
Arahan ketua Tim Pemenangan
Pemilu Nasional, Anis Matta ini yang memukau peserta dan detailnya kurekam
betul begini:
“Kita tidak boleh lelah. sampai hari ini. Bahkan sampai
kapanpun untuk terus mengulang cara kita membaca perjalanan panjang perjuangan
dakwah ini. Cara kita memahami setiap sudut satuan capaian akan sangat
mempengaruhi persepsi kita tentang keseluruhan perjalanan perjuangan kita tidak
semata bagaimana capaian itu dihasilkan tapi juga bagaiamana capaian itu
dilanjutkan. tidak semata bagaimana kemudahan didapat tapi juga bagaimana
gangguan dan rintangan datang menghambat itu pula yang mengantarkan kita
pada sebuah sikap bagiamana dikatakan
oleh Harun al Rasyid ‘saya tidak bangga dengan keberhasilan yang tidak saya
rencanakan sebagaimana saya tidak akan menyesal atas segala kegagalan yang terjadi
diujung usaha maksimal. Yang paling
sempurna tentu saja keberhasilan yang diberikan Allah setelah kerja kerja
maksimal. Dengan cara menelaah yang benar
tahapan demi tahapan yang utuh dalam perjalanan kita. Maka kita akan
selalu mendapatkan penjelasan baru yang terus menyegarkan tentang bagaiamana
realitas dibangun dan apa yang harus kita lakukan untuk menciptakan realitas baru
berkelanjutan.
1.
Tafsir
keimanan atas sebelum kemenangan
Setiap kali
realitas internal kita berubah realitas eksternal disekeliling kita juga
berubah , pernah ada suatu saat dimana 20 % itu mungkin. itu mimpi itu utopia
kita mungkin tidak mengatakannya tapi cara kita bekerja tidak menunjukkan bahwa
kita memang yakin untuk mencapainya tapi hari ini semua berubah, keyakinan kita
berubah bersama berubahnya angka-nagka tentang PKS dalam survey-survei politik.
jauh sebelum angka-angka itu berubah sesunggguhnya telah terjadi perubahan-perubahan
besar dalam diri kita dan pikiran kita. perasasaan kita berubah, kindakan kita juga
berubah, alam batin kita juga berubah. kesadaran yang mendalam akan adaanya gep
uanfg jauh anatara target 29% dengan realitas kita dalam survey- yang waktu itu
berada dalam posisi 5 % - mendorong kita merumusskan strategi yang jelas untuk
mencancapai target tersebut.
Pada saat yang sama kita terus membangun motifasi
bersaam yang kuat untuk mencapai target tersebut. motivasi bukan soal kata-kata.
Motivasi adalah soal keyakinan. Dari keyakinan yang kuat, akan lahir pikiran
yang besar. Sarana dan sumber daya selalu tunduk pad aide dan pikiran-pikiran.
Sebagaimana sebaliknya, ide yang besar dan pemikiran yang kuat, akan
menciptakan sarana-sarananya, dengan caranya sendiri. Karena itu, dalam pepatah
Arab dikatakan, Barang siapa bersungguh-sungguh, maka ia aka berhasil.
Perubahan yang berkelindan dengan kesadaran itu,
mengantarkan kepada tiga situasi batin yang sangat mempengaruhi pertumbuhan pemahaman
dan cara kita bekerja. Pertama, kita mulai semakin mengerti apa sebenarnya
masalah-masalah kita dan mengerti bagaimana menyusun langkah-langkah kita.
karena itu, dengan caranya yang unik, Allah mensyaratkan perubahan harus
dimulai dari kita sendiri, dan permulaan itu adalah bagaimana kita mengerti
masalah dan mengarti bagaimana menyusun langkah. “Sesungguhnya Allah tidak
mengubah suatu kaum, hingga kaum itu mengubah diri mereka sendiri.”
Kedua, yang terus berubah dalam diri kita adalah
semakin menguatnya kehendak dan kemauan kita. Bahwa setiap kali kemauan kuat
kita diberi taufik Allah untuk menjadi kenyataan, semakin pula kemauan itu
terus menguat menjadi kehendak. Karena itulah, Islam memiliki caranya sendiri
untuk membimbing kita, bahkan bila pun kerja-kerja kita tidak mendapatkan
pengakuan yang semestinya dari orang lain, itu tidak boleh mengganggu semangat
dan kekuatan kehendak. Sebab, Allah telah menjamin pengakuan dari-Nya. Dengan
cara-Nya sendiri. Bahwa Allah Yang Maha Melihat, menegaskan, Ia pasti akan
melihat karya-karya itu.
“Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah
dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu.”
Ketiga, bahwa di dalam diri kita juga terus menguat
spirit untuk terus bekerja dan bekerja. Dan bahkan dalam berkelanjutan kerja
itulah proses menjadi baik, mendapat ampunan, dan diperbaiki oleh Allah akan
kita dapatkan. Bila kita terus bekerja, mungkin akan selalu ada yang salah.
Tapi dengan terus bekerja itulah Allah berjanji akan memperbaiki kesalahan kita.
“Dan orang-orang beriman kepada Allah dan
mengerjakan amal-amal yang shalih, serta beriman pula kepada apa yang
diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang haq dari Tuhan mereka, Allah
menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka, dan memperbaiki keadaan mereka. “(QS.
Muhammad : 2).
Sejarah umat Islam sangat kaya dengan pelajaran
penting tentang sebagaimana kehancuran sebuah bangsa, sebuah umat, memiliki
sebab-sebabnya.
Sebagaimana para individu memiliki ajal, begitu juga
sebuah umat, memiliki umurnya sendiri. Allah SWT berfirman,
“Dan setiap jiwa yang bernyawa pasti akan
merasakan mati” Dalam firman-Nya yang lain, “Dan bagi setiap umat ada ajalnya.”
Karena itu, sebelum jauh-jauh berbicara tentang
bagiaman sebuah partai harus menang, yang harus kita lakukan adalah menanyakan
tentang bagaimana sebuah partai bisa hidup. Umur partai ditentukan oleh umur
misinya, selama misi itu hidup, maka selama itu partai itu hidup. Hal-hal yang
membuat partai bisa hidup adalah:
-
Adanya misi kemanusiaan
yang luhur dalam kerja-kerja politik partai itu. Misi itulah yang akan memberi
sentuhan-sentuhan kemanusiaan pada kerja-kerja politik.
-
Misi itu juga akan
menerbitkan manfaat langsung, dalam bentuk spritual maupun material. Kehadiran
partai yang punya misi akan memberi manfaat secara politik, sosial, maupun
ekonomi.
Tetapi
untuk bisa menjalankan misi itu, kita harus menjadi partai politik yang punya
kemampuan untuk memimpin, Leading, dengan menjalankan politik kemanusian di
tengah politik kepentingan. Setelah berbicara tentang bagaimana sebuah partai
politik bisa hidup, maka kita harus berbicara tentang bagiamana partai politik
itu bisa memimpin. Untuk menjadi partai yang mampu memimpin (leading) kita
harus memiliki tiga hal. Dan, tiga hal ini yang harus terus kita ulang-ulang.
-
Pertama, narasi yang
besar. Kita hanya akan memimpin apabila kita membawa gagasan besar yang dapat
merangkul dan mewadahi seluruh harapan dan energi masyarakat. Gagasan itulah
yang memberi kanal yang dapat menyalurkan energi yang ada pada masyarakat dan
mengubahnya menjadi harapan bersama yang mencerahkan.
-
Kedua, kapasitas.
Gagasan besar itu hanya akan menjadi realitas kalau ada kapasitas yang memadai,
pada skala individu maupun struktur yang dapat mengeksekusi gagasan itu.
-
Ketiga, sumber daya.
Dalam segala bentuknya, seperti informasi, pengetahuan, sarana finansial, dan
lain-lain adalah sarana yang diperlukan untuk mengeksekusi gagasan tersebut.
Jadi,
makin besar narasi, kapasitas, dan sumber daya kita, makin besar kemampuan kita
mengeksekusi. Itu modal yang besar. Sesudah itu yang kita tunggu tinggal
momentum. Kalau kita punya tiga hal di atas, maka peluang itu hanyalah masalah
waktu. Kita akan mendapat kemenangan dan memimpin kalau kita mempunyai
kemampuan mengelola ide-ide, memiliki kapasitas untuk mengeksekusi ide-ide itu,
dan memilki sarana untuk merealisasi ide-ide itu.
Itu
sebabnya, di Bali, kenapa salah satu isu yang kita angkat adalah keterbukaan,
karena di Bali kita bicara narasi. Sekarang, di sini kita bicara tentang
kepemimpinan kaum muda, karena kita bicara tentang kapasitas. Nanti, ketika
kita bicara tentang managing globalization, kita akan bicara tentang sumber
daya.
Ada
fakta mendasar yang harus kita sadari, bahwa kepemimpinan dan kekuasaan adalah
dua hal yang sangat berbeda. Fakta itu melahirkan kaidah-kaidah penting:
-
Bahwa tidak karena
engkau berkuasa, maka secara otomatis engkau akan memimpin.
-
Bahwa kadang engkau
bisa memimpin meski tidak berkuasa.
-
Bahwa untuk bisa
memimpin, tidak serta merta engkau harus berkuasa.
-
Bahwa boleh jadi,
sebuah kekuasaan hanyalah awal dari sebuah keruntuhan.
Jadi,
persepsi kita tentang memimpin dan berkuasa, akan sangat mempengaruhi cara kita
bekerja dan cara kita meletakkan kekuasaan dalam daftar tema-tema besar
pekerjaan kita.
Cita-cita
besar selalu punya caranya sendiri untuk direalisasi, tapi juga punya
hambatan-hambatannya sendiri yang harus disiasati. Hambatan akan selalu ada.
Masalahnya kemudian apakah hambatan itu relevan atau tidak. Masalahnya apakah
kita bisa menciptakan cara-cara untuk melampaui hambatan itu dengan baik.
Hambatan
paling mendasar yang harus kita sadari adalah hambatan persepsi dalam bentuk
betuk sindrom-sidrom. Setidaknya ada empat macam sindrom yang harus kita
waspadai yang akan banyak menjadi hambatan serius bagi tercapainya kemenangan.
-
Pertama. Sindrom
ketakutan bila menang sindrom ini lebih khusus terkait dengan ketakutan akan
apa yang muncul dari kemenangan berupa fitnah dunia
-
Kedua, sindrom
inferiority complex. Perasaan minder dan rendah, merasa tidak mampu. Padahal
kerja-kerja kempemimpinan, yang salah satunnya mencakup kerja-kerja politik,
adalah jenis kerja-kerja yang dibangun di jalur eksperimen. Dan bahwa Islam lah
yang pertama kali mengenalkan metodologi dan tradisi eksperimen. Sementara
tradisi Yunani membangun filsafatnya atas dasar metafisika. Jadi eksperimen
merupakan anak kandung peradaban Islam. Karena itu kerja-kerja dakwah dan
politik harus merupakan kerja-kerja yang punya tradisi eksperimen yang kuat.
Itu tidak bisa dilalui dengan sindrom rendah diri.
-
Ketiga, sindrom
pemisahan antara tarbiyah dan politik. Sindrom ini bisa memicu keresahan,
menciptakan kesan dan perasaan, seakan-akan tarbiyah adalah kerja-kerja bersih,
sementara politik adalah kerja-kerja kotor. Melahirkan perasaan bahwa
seakan-akan tarbiyah adalah kerja-kerja mulia, sementara politik aalah
kerja-kerja hina. Perasaan bahwa orang-orang tarbiyah adalah orang-orang yang
suci, dan orang-orang politik adalah orang-orang-orang yang berlumur keburukan.
Pemisahan seperti itu sungguh sangat membahayakan. Karena itulah dalam
situasi-situasi seperti ini, saya sering teringat dengan syair yang dibacakan
Abdullah bin Mubarok kepada fudhail bin Iyadh:
Wahai
ahli ibadah di dua tempat suci
Jika
kalian menyaksikan kami
Niscaya
akan tahu bahwa kalian bermain-main dengan ibadah itu
Bila
leher-leher kalian basah berlumur air mata
Maka
leher-leher kami dengan darah-darah kami berlumuran
-
Keempat, sindrom
kesucian dalam berpolitik. Di sisi lain, perasaan suci juga bisa muncul dalam
diri kita, sehingga menimbulkan sikap-sikap yang kurang produktif bagi
perjalanan perjuangan kita. Seperti enggan bergaul dengan berbagai pihak.
Karena kita menganggap kita suci, kita menganggap orang lain kotor. Sehingga
kita pun tidak bisa memberdayakan. Padahal dalam hadits Rasulullah dikatakan,
“Sesungguhnya Allah akan menonolong agama ini
bahkan dengan orang yang suka bermaksiat.”
Persepsi
yang harus kita bangun tentang mereka yang biasa berbuat maksiat adalah,
pertama mereka obyek dakwah, kedua mereka adalah sumber daya. Suara orang kafir
itu sumber daya, sebagaiaman suara orang Muslim yang ahli maksiat, adalah juga
sumber daya. Jangan sampai, karena kita merasa suci, kita tidak bergaul dengan
orang lain. Sehingga kita tidak bisa memberdayakan. Menurut survey, salah satu
faktor kemenangan kita di jawa Barat itu karena dukungan orang-orang Cina dan
tentara.
Pada
dasarnya kita sudah melampaui hampir semua tahapan krusial, yang bisa
menghambat rencana dan tahapan-tahapan yang kita canangkan untuk menang.
Gagasan tentang new look new images menjelang tahapan take off preparation. Isu
tentang pluralitas, yang harus kita gaungkan, semuanya cukup memberi efek
positif bagi persepsi orang lain tentang PKS.
Pada
saat kita memasuki tahapan big wave, seiring terus menguatnya persepsi positif
orang tentang PKS, kita harus mengetahui betul realitas-realitas baru dalam
politik Indonesia. Di antara realitas yang sangat penting itu adalah :
-
Realitas demografi,
bahwa tren pertumbuhan masyarakat berusia muda antara 17 tahun hingga 45 tahun
populasinya mencapai 65 %.
-
Perbandingan kaum
urban-rural. Menurut data dari BPS, perbandingan ini akan mengalami titik balik
pada tahun 2010 di mana perbandingannya menjadi sekitar 54% urban dan 46 rural.
-
Distribusiu informasi
yang semakin merata karena peran media.
-
Tidak ada lagi
asimetris informasi. Karena konektifitas, maka disparitas antara desa dan kota
dalam soal informasi tidak relevan.
Realitas
baru berpolitikan di Indonesia tersebut, akan menyonkong terjadinya proses
transformasi besar-besaran dalam tradisi perpolitikan itu sendiri. Setikdaknya
ada empat macam transformasi yang akan terjadi:
-
Pertama, Transformasi
dari politik aliran menuju politik kemanusian. Orang nanti tidak melihat
ideologi itu sebagai soal benar salah, tapi bagaimana ideologi itu membangun
kemanusian. Dulu orang berbicara nasionalisme, karena nasionalisme adalah
padanan dari anti kolonialisme. Karena nasionalisme adalah alat untuk
imperialisme.
-
Kedua, Transformasi
dari politik konten. Karena itu iklan-iklan politik sekarang mengalami inflasi.
Kata-kata dalam iklan itu menjadi sangat artifisial, karena yang ingin dilihat
orang adalah artikulasi yang bersifat live, nyata.
-
Ketiga, Transformasi
dari tokoh kharismatik kepada tokoh kinerja. Akan ada transformasi bahwa
masyarakat semakin mengutamakan tokoh yang berbasis kinerja dari pada tokoh
yang berbasis kharisme. Dan, ini merupakan salah satu perspektif penting dalam
komunitas urban. Karena itu di sini ikatan-ikatan primordial seperti suku bisa
jadi tidak relevan.
-
Keempat, Transformasi
dari orientsi kekuasaan kepada orientas kepepemimpinan. Bahwa politik tidak
bisa lagi dipersepsi sebagai sarana untuk mengejar ambisi kekuasaan. Itu tidak
akan mendapat tempat di masyarakat, seiring dengan realitas-realitas baru.
Berdasarkan
realitas tadi saya percaya bahwa partai yang akan memenangankan pemilu
mendatang bukan lagi partai yang canggih dengan operasi politiknya, tetapi
partai yang hadir dengan gagasan yang inovatif dan solutif, fresh idea, yang dapat membangun kembali rasa
cinta dan bangga setiap warga negara kepada bangsa dan tanah air.
Ide-ide
yang inovatif dan solutif itu adalah
ide-ide tentang the next Indonesia. Siapa yang bisa memiliki ide-ide tentang
Indonesia masa depan, dialah yang akan memimpin Indonesia.
Sebelum
masuk strategi selanjutnya untuk menang, kita perlu menjawab pertanyaan
fundamental. Itu adalah “mengapa kita harus menang.” Jawaban dari pertanyaan
fundamental itu, secara umum dapat disarikan ke dalam prinsip-prinsip berikut:
1.
Bahwa kehadiran kita
sebagai pemimpin adalah matlabun jamahriiyun liiqadzi asya’b. Adalah tuntutan
publik untuk menyelamatkan masyarakat ini bisa kita sebut dengan tuntutan
sosial.
2.
Bahwa upaya-upaya
penyelematan masyarakat itu merupakan kewajiban agama, tuntutan syariat
Islam. Ini bisa dikatakan sebagai
tuntututan moral.
3.
Bahwa ada keniscayaan
sejarah terkait dengan pergantian generasi. Ini bisa kita sebut dengan tuntutan
sejarah. Bahwa sebuah generasi pasti akan digantikan oleh generasi berikutnya.
Sesudah
itu semua, kita berbicara tentang bagaimana cara kita menang pada sisa tahapan
selanjutnya. Setidaknya ada lima tema penting yang harus terus ada dalam
kesadaran kita. Lima kesadaran itu menjadi semacam tonggak-tonggak yang bisa
dijadikan pusaran bagi segala cara, upaya, untuk menuju kemenangan pada sisa
tahapan berikutnya. Lima kesadaran itu adalah:
1.
Setelah image
keterbukaan, pruralitas, kita perlu menukik lebih dalam kepada kesadaran
publik, bahwa PKS adalah ruh baru kebangkitan Indonesia. PKS adalah ruh baru
dan tulang punggung kebangkitan bangsa Indonesia.
2.
Mempertahankan posisi
PKS sebagai news maker, opinion leader dan trend setter. Karena itu, dalam
konteks ini kita perlu mengartikulasikan secara lebih luas dan mendalam tentang
the next Indonesia, dan the road map to the next Indonesia, step by step.
3.
Memperkuat wibawa
intitusi partai. Melalui pengokohan struktur, soliditas dan leaderhsip, serta
kekuatan jaringan yang menjangkau setiap jengkel tanah di Republik ini.
4.
Menebar pesona pribadi.
Maksudnya, keberadaan kita sebagai kader, sebagai dai harus dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat dalam berbagai kerja-kerja politik dan dakwah kita.
5.
Menguatkan penerimaan
dan dukungan internasional.
Pada
akhirnya, segala cita-cita punya kadarnya untuk kita geluti prosesnya secara
maksimal, tahap demi tahap. Tapi ia juga punya kadarnya untuk kita serahkan
kepada Allah dengan penuh penghargaan dan doa yang jua maksimal. Sejarah Islam
juga mengajarkan, betapa Rasulullah dan para pejuang pendahulu kita yang
shalih, telah membuktikan, ketika umat Islam mengawali cita-cita dengan
keyakinan iman, niat yang tulus, kerja yang tak kenal lelah, maka sesudah itu
biasanya Allah sendiri yang mengambil alih sisa pekerjaan itu semua. Dan,
memberi mereka kemenangan yang nyata, nasran aziza, dengan cara Allah sendiri.
Maka
saya sangat yakin, bila kita memiliki keyakinan yang kuat, ketulusan niat,
kebersamaan yang kokoh, dan kerja keras tanpa kenal lelah, nanti Allah juga
akan mengambil alih sisa-sisa pekerjaan yang masih besar, lalu memberi kita
kemenangan-Nya sendiri, bahkan sering melampaui batas-batas imajinasi kita,
tanpa pernah kita mengerti.
Jangan
pernah merasa kita akan bisa menyelesaikan pekerjaan ini sendiri. Tugas kita
adalah menegaskan tekad dan memulai perjalanan. Setelah itu Allah akan
membimbing kita hingga akhir perjalanan. Insya Allah.”
Tiga hari di Makassar, kampus Unhas dan
UMI juga sempat kudatangi dan sekaligus silaturahmi dengan teman-teman sekampus
yang mencari secercah ilmu di kampus itu. Kemudian aku segera pulang karena
seluruh rangkaian kegiatan Gebyar Budaya belum selesai.
Lembar 23
Mengepung Cinta
Sukma nama gadis itu, tak pernah
kulihat sejak ia menginjakan kaki dari Universitas Muslim Indonesia Makasar saat
berlibur di kampung halaman. Kumengenalnya saat dibangku SMA itupun hanya saya
yang mengenal dia. Dianya tidak mengenal saya karena berbeda kelas 2 tingkat.
Hanya tak butuh satu jam saya telah bisa cintai dia dihatiku. sejauh ini
tatapan mataku masih tidak sopan juga. Kulihat dia terakhir saat terbangku ke
Makassar mengikuti pertemuan besar perkumpulan rahasia, dan saat jelajahi dua
kampus Makassar Unhas dan UMI sekejap
kumenatapnya dan dari situ malailah esprimen berani yang membuat semua
orang tak percaya kalau ini benar-bernar terjadi.
Baru sehari ia melepaskan rindu
dengan keluarganya. Aku sudah siapkan pasukan untuk mengepung cinta. Ayah,
Paman dan semua simpul keluarga kaget mendengar rencanaku, anehnya tak ada yang
melarangku. Pak haji hingga Iman Mesjid sudah kumintai kesiapan mereka untuk
datang melamar. Hanya satu pertanyaan ini. yang membuatku pusing mencari
jawaban :
“Bagaimana dengannya sudah sejauh
hubungan kalian ada kalian”
Ada lagi yang menambahkan:
“Semua orang tua pasti bahagia
anaknya dilamar tetapi orang tua juga tak ingin memaksa anaknya untuk menikahi
orang yang tidak di cintainya”
Jujur, sebenarnya ini esperimenku
untuk teori alur perayaan cinta yang kupahami dari catatan Salim Affilah dalam
bukunya nikmatnya pacaran setelah pernikahan.
Begini katanya:
“Saya lalu teringat pada beberapa undangan Falimah
di atas meja yang mencamtumkan ayat Allah Surat Arrum ayat 21 “dan di antara tanda-tanda kekuasaanya ialah
ia menciptakan untuk kalian dari angfus
(jiwa-jiwa kalian) yang sendiri, azwaaf
(pasangan hidup), supaya kalian ber-sakinah kepepadanya, dan sendiri, azwaaj (pasangan hidup), supaya kalian
ber-sakinah kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian mawaddah
dan rahmah. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
Saya pikir, inilah yang kita punya. Inilah mahaj
yang seharusya kita jadikan plot (alur)
dalam merayakan cinta. Sedihnya, kebanyakan mereka yang mencantumkan dengan
tinta emas di atas undangan mewah tak
menghayati maknanya. Ringkasnya, ada beberapa kata kunci yang saya
tangkap dari ayat ini.
1.
Min anfusikan. Dari jiwa-jiwa kalian.
Artinya, hal pertama yang dibicarakan Al Quran tentang pernikahan dua manusia
adalah kesejiwaan. Ruh itu, kata Nabi seperti tentara. Jika kode sama, sandinya
nyambung, meskipun belum saling melihat mereka pasti bersepakat. Jika tidak, ya
tembak dulu, urusan belakangan. Kodenya saja suah nggak nyambung sih. Nah, apa
sih kode dan sandi untuk ruh? Komitmen kepada Allah dan agamanya. Itu saja.
Itulah kesejiwaan. Dave dan Elizabeth menunjukkan pada kita bahwa sekedar
komitmen untuk membina ruamahtangga bahagia saja bisa sedemikian kuat. Apalagi
komitmen yang lebih besar seperti kesamamaan visi untuk memperjuangkan agama
Allah?
2.
Azwaajan. Pasangan hidup. Tak
berlama-lama, sesudah kesesuaian jiwa. Al Quran segera mengatakan bahwa mereka
menjadi suami isteri. Saya tergelitik dengan
pesan Dave yang mengisyarakatkan kuatnya komitmen mengalahkan
kekanak-kanakan jiwa. “Orang selalu berpikir”, kata Dave, “Bahwa kita harus
mencari pasangan yang tepat, maka hubungan akan berhasil, Aku ingin katakana,
berhentilah mencari orang yang tepat, dan jadikan orang disamping anda yang
memang hebat itu menjadi orang yang tepat!” Dave mengajari kita menjadi hebat
itu menjadi orang yang tepat!” Dave mengajari kita menjadi manusia yang lebih
tinggi, manusia yang ‘menjadikan’, bukan sekedar ‘mencari’. Dan Dave benar. Ada
dua hal di dunia ini. Menikahi orang yang dicintai atau mencintai orrang yang
dinikahi. Yang pertama hanyalah kemungkinan, Sedangkan yang kedua adalah
kewajiban.
3.
Litaskunuu ilaihaa. Supaya kalian
tenteram, tenang, padanya. Unik sekali. kata hubung yang dipakai adalah huruf
lam (li) yang kesejiwaan, maka otomatis seorang suami akan merasakan
ketentraman pada suaminya. lhoh, kok banyak rumahtangga tidak sakinah? Mungkina
karena tidak dimulai dari kesejiwaan sehingg untuk sekedar tenteram saja ikhtiyarnya
harus luar biasa keras. Apa sih sakinah itu? sederhananya, sakinah inilah yang
menyebabkan pernikahan disebut separuh agama seseorang. denganya seoarang insan
bisa mengoptimalkan potensinya untuk menjadi ‘Abdullah (hamba Allah), dan
khalifah (pengelola nikmat-nikmatNya untuk kemaslahatan alam semesta). Tenteram
karena gejolak syahwat telah menemukan saluran yang halal dan thayyib, tenang
karena ada sahabat lekat yang siap mendukung perjuangan.
4.
Wa ja’ala bainakum mawaddatan. kemudian
ada yang harus diproses, diupayakan, yakni mawaddah, apa itu mawaddah? Wah,
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris memang kekurangan kosakara untuk cinta.
Hanya cinta dan love. Padahal bahasa Arab punya empat belas. Nah, saya
membandingkan pemaknaan Ibnul Qayyim Al Juziyah terhadap mawaddah dalam buku
Raudhatul Muhibbin denga salah satu jenis cinta yang disebut Erich Fromm dalam
The Art of Loving sebagai cinta yang erotis-romantis, Nah, ternyata bisa
diselenggarakan Jadi mawaddah adalah cinta erotis-romantis. Bentuknya bisa ekspresi
yang paling bathin sampai paling zhahir, dari yang sifatnya emosional hingga
seksual. Inilah mawaddah.
5.
Wa (ja’ala bainakum) rahmatan. Yang
harus diusahakan bukan Cuma mawaddah tapi juga rahmah. Ini juga cinta lho,
bukan sekedar kasih saying. Cinta yang bagaimana? Cinta yang seperti lagu,
kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap
kembali, bagai sang surya menyinari dunia. He he, jadi ingat waktu TK. Inilah
cinta yang memberi bukan meminta, berkorban bukan menuntut, berinisiatif, bukan
menunggu, dan bersedia, bukan berharap-harap. Erich Fromm menyebutnya cinta
keibuan.
Nah,
sekilas inilah alur perayaan cinta yang dituntunkan Al Qur’an, Jika kita
mendesain perayaan cinta dengan plot ini, tanpa bermaksud lancing pada Allah
saya berani menjamin bahwa dalam pernikahan kita bisa menemukan Bahagianya
Merayakan Cinta, buku saya yang keempat itu.
Nah,
kok banyak pernikahan yang error? Biasanya karena poltnya kacau. Pernikahan
tidak mulai dengan kesejiwaan tapi justru denga mawaddah. Sebelum menikah
mereka sudah menikmati cinta yang erotis-romantis. Entah apa namanya. Pacaran.
TTM. HTS. Semuanya adalah mawaddah. Tanpa sakinah, apalagi rahmah.
Perhatian,
kado, bunga, coklat, kedekatan, khalwat, bersangkutan, pandangan. Itu semua mawaddah.
Bahkan sms berisi nasehat “Bertaqwalah pada Allah”, missed call tahajjud, hadiah
buku dan kaset nasyid berjudul Jagalah Hati, dan seterusnya, itu juga mawaddah.
Bentuknya saja yang berbeda. Yang satu bunga dan coklat valentine. Yang lain
buku dan kaset da’wah. Tetapi sensasi yang dirasakan oleh pemberi dan penerima
sebenarnya sama: mawaddah. Demi Allah, silakan pasang ECG (Electro Cardiograph)
di jantungnya dan EEg (Electro Encephalograph) di otaknya. Sinyal yang
dihasilkan persis. Artinya sensasi yang dirasakan sama.
Nah,
hati-hati dengan mawaddah. Biasanya meski engkau wahai aktivis da’wah, memulai
dengan kesejiwaan, coba-coba mencicipi membuat segalanya berantakan. Celakalah
mereka yang menikmatinya mawaddah sebelum waktunya!
katakan,
Aamiin..!”
Tembak dulu, urusan belakangan dan kami
memang keluarga jentel, Ayah paling semangat dan Pamanku malah menjamin
keluarga tak akan malu kalau aku di tolak. Kakak Ipar profokator yang
mengharapkanku punya pasangan orang sepulau. Kakak paling tak mau aku menyebut
gadis diluar pulau dan eksperimen inilah jawaban jodohku.
Tapi
sialnya pertahanan dan keyakinannku seperti nasehat ustad Salim Afilah itu
kendur. Pak Bunganae tetangganya malam itu kudatangi dan sama seperti yang lain
ia terus menembakku dengan pertanyaan yang membuatku pusing mencari jawaban
ditambah dengan:
“Dia
itu emas di desa ini”.
Wah!
Emas, berapa karat ya.
Dan pelanggaran itu pun terjadi aku
menghubunginya. Alur cintaku jadi berantakan.
Ada dua sikap saat bertemu cinta
Yang pertama adalah jatuh cinta
Yang kedua adalah bangun cinta
Padamu aku memilih yang kedua
Dan besok aku akan datang melamar.
Sampai
tertidur aku di kamar depan pak Bunganae
menunggu jawab darinya. Dan saat bunyi sms darinya membangunkanku ,virus
aneh menggerogotiku ditambah dengan nada sms yang bunyinya seolah menyuruhku
jangan membaca sms itu. Dan itu berhasil membuatku mematung lama. Baru setelah
kuucapkan Basmallah dan kubasu mukaku dengan keringat di tanganku ku klik
tombol Read
‘Nanti’
Hanya
satu kata, hemat sekali
ia
memakai pulsa. Tapi ajaib, kata itu telah melejitkan kedewasaanku tentang
cinta. Sambil terus menjaga agar tak ada mawaddah, karena nanti aku akan datang
lagi.
Semua orang yang tahu kalau aku tak
jadi maju terlihat tersenyum sambil menebak bahwa aku ditolak. Anehnya aku juga
malah bangga dengan ketidakjelasanku. Kata nanti dari gadis yamg tidak
mengenalku itu tak dapat kujadikan pegangan. Tapi benar-benar kuakui bahwa kata
nanti adalah jawaban atas keadaanku yang belum wisuda.
Dan nanti, mesti gadis itu ditakdirkan
tuhan tak ada kesejiwaan denganku. Eksperimenku akan kucoba terus sampai
kutemukan bahagianya merayakan cinta.
Lembar
24
Janjiku
“Tulis
pengalaman adik-adik dalam sebuah cerpen. Buat cerpen itu semenarik mungkin
karena insya Allah saya akan meminta pak Ahit yang menangani kolom sastra di
Kendari Pos untuk menerbitkan cerpen terbaik dari kalian”.
Siswaku
benar-benar termotivasi dengan janjiku. Nur Rahmah adik cantik itu menyetor
lebih cepat dalam bentuk ketikan computer yang belum di sunting berikut.
MENAKJUBKANNYA HIDUP
Hari ini aku mengalami yang
menakjubkan dan itu malah membuat aku flu,aku tau kalian pasti bartanya-tanya
apa itu?Baiklah akan aku ceritakan.
Pagi itu aku,kak Isna,kak Anca,kak
Ammi,dan kak Iwan akan pergi jalan.Saat dalam perjalanan akau melihat tempat
bermain yang menarik perhatianku namanya Snow World.Aku tidak tau kenapa
seperti ada sesuatu yang menarikku untuk pergi kesana,kulirik kakak-kakakku
sepertinya sama denganku seperti tersihir untuk pergi ke tempat itu,”sebenarnya
tempat apakah itu?”tanyaku dalam hati.
Akhirny aku dan kakak-kakku
memutuskan untuk pergi ke tempat itu.Kami membeki tiket lalu antri bersama
orang-orang yang aku perhatikan juga penasaran sepertiku.Kami diberikan sebuah
jeket yang aku rasa cukup tebal dan sapasang sarung tangan tapi ada juga orang
yang kau perthatikan dari gayanya mungkin anak kuliahan yang tidak amu memakai
jeket dan sarung tangan tadi,dia bertanya untuk apa sebenarnya jaket dan sarung
tangan itu?Sebenarnya aku juga penasaran buat apa benda itu tapi aku tidak
ingin bertanya karma aku sudah sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya ada
didalam taman bermain itu.
Saat aku memasuki pintu pertama dari
taman bermain itu aku belum merasakan apa-apa tapi hatiku sudah penasaran
dengan apa sebenarnya ada dalam taman bermain tersebut.
Saat tiba giliranku untuk masuk pada
pintu kedua karena memang ada dua pintu masuk dari taman bermain tersebut aju
melangkahkan kakiku denga gugup dan saat aku masuk ke dalam ruangan itu aku
merasakan sesuatu yang menakjubkan dan ruangan itu membuatku menggigil.Tahukah
kalian kenapa aku begitu takjub?Karna di dalam ruangan itu penuh dengan es dan
salju.Kuperhatikan sekitarku dengan seksama dan dapat kurasakan keindahan
tempat itu.Banyak sekali patung-patung yang terbuat dari es yang membuatku
terpana kecantikannya.
Kulangkahkan lagi kakiku untuk
berjalan menyusuri tempat itu. Udara dingin segera menyerang tulang-tulangku
bayangkan!! Suhu udara dalam ruangan tersebut -18 derajat tapi aku tidak akan
menyerah pada dingin karena ada sesuatu yang aku rasa seperti sihir menarikku
untuk tetap masuk dan menyusuri tempat itu.Sekilas kulihat kakak-kakakku dan
juga orang-orang yang tadi masuk bersamaku sepertinya mereka juga sama
dengannya merasa takjub pada pemandangan yang ada di depan mata
mereka.Tapi,tunggu ada yang kurang “tapi apakah yang kurang itu?”tanyaku dalam
hati.”Ah aku atau”kataku dalam hati,orang yant tidak mau memakai jaket dan
masuk bersamaku pergi kemana?”tanyaku dala hati.lama kelamaan aku menjadi cemas
juga “apakah terjadi sesuatu padanya karma tidak tahan denga dinginnya tempat
ini karena tadi dia tidak memakai jaket dan sarung tangan,tapi tunggu aku
samar-samar mendengar suara memanggil-manggil “hei..Hei..Tunggu aku”kata orang
yang yang memanggil-manggil itu, segera aku mencari asal suara itu dan tahukah
kalian suara siapakah itu?Ternyata itu suara orang yang sedari tadi aku
khawatirkan,uuh betapa leganya aku dia tidak apa-apa.Setelah ditanya kenapa dia
menghilang ternyata untuk ambil jaket dan sarung tangan karma dia tidak bisa
menahan dinginnya ruangan tersebut.”Dasar bikin orang lain cemas aja”kataku
dalam hati.
Ditengah
perjalanan ada luncuran yang menghubungkan denga salju yang ada
dibawahnya.Tanpa ditunggu-tunggu lagi aku segera meluncur kebawah dengan
menggunakan luncuran tapi tapi lucunya saat kami meluncur kami smua saling
bertabrakan mungkin karma luncuruannya yang tidak terlalu bagus tapi walaupun
begitu kami kami tetap senang dan aku malah menggangp itu lucu. Sesampainya dan
juga pemandangnnya sangat berbeda dar tepat sebelumnya.Aku hanya terdiam
memandangi sekitarku putih yang sangat halus sehingga akupun tidak tega
menginjak butiran-butiran putih-putih yang sangat halus sehingga akupun tidak tega untuk
menginjaknya, aku hanya bisa berkata dalam hati “inikah salju?”.Karna asik
menikmati pemandangan aku terkaget saat ada yang tida-tiba menarikku tanganku.
aku fikir siapa yang iseng membuat aku kaget dan
refleks aku teriak “ hei,kamu kurang kerjaan ya?Pakai acara ngerjain aku segala
lagi”setelah mengatakan itu aku baru sadar ternyata yang menarik tanganku tadi
adalah kak Ammi yang mau mengajakku untuk foto bersama pengunjung lain karna
tadi aku berteriak kontan semua pengunjung melihat ke arahku dan tersenyum
melihat tingkahku tadi hal itu membuat aku malu banget dan tanpa aku sadari
mukaku sudah berubah menjadi merah seperti buat tomat yang masak dengan
baiknya.Akupun segera meminta maaf kepada kak Ammi soal tadi,betapa leganya aku
saat orang-orang yang tadi memperhatikan aku sudah kembali menggeluti
pekerjaannya masing-masing.Karena sudah tidak tahan dengan dinginnya tempat
tersebut kamipun memutuskan untuk segera keluar dari tempat tersebut.
Bagusnya tempat bermain ini adalah selama kita tidak
meninggalkan areal bermain kita masih kita masih tetap bisa masuk ke dalam
ruangan tadi.Karna masih penasaran akhirnya aku memutuskan masuk lagi ke tempat
itu tapi kali ini sendirian.Pertamanya sih aku takut tapi aku beranikan diri
untuk masuk dan untungnya didalam dengan orang yang masuk bersamaku tadi lalu
diapun langsung menyapaku.
“Hai…”sapanya
padaku
“Hai…Kamu
orang yang tadi masuk ke sinikan?”tanyaku padanya
“ya
itu aku, klu boleh tau nama kamu siapa”tanyanya
“Namaku
Nur Rahmah tapi kamu bisa panggil aku Rahmah, kalau nama kamu siapa?”aku balik
bertanya padanya
“Namaku
Rizal,btw kamu kuliah dimana?”tanyanya padaku
“Hmm…Aku
masih sekolah”jawabku karma aku memang masih SMP tapi kok aku dibilang sudah
kuliah berarti aku muka tua dong?Hu…Hu…Hu…Sedihnya aku.
“Oh
masih sekolah ya?sekolah dimana?lagi liburan ya?Sorry ya pertanyaanku banyak
banget”katanya padaku
“Tidak
apa-apa kok,iya aku lagi liburan dan aku sekolahnya di Kendari”segatu aja sih
jawabku
“Dari
Kendari ya,kalau begitu salam kenal teman baru”katanya padaku
Aku
hanya senyum-senyum aja sama dia,”nih orang cepat akrab ya sama baru”kataku
dalam hati.
Saking asiknya cerita aku tidak sadar ternyata kami
sudah sampai di depan luncuruan tadi.Kami pun lalu turun bersama-sama ke
bawah.Sesampainya dibawah hawa dingin mulai menyerang lagi tapi aku masih
menyempatkan diri untuk bermain ayunan yang ada disana.Setelah puas bermain
akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari tempat itu dan tentu saja sebelum aku
keluar aku pamitan dulu dengan Rizal karma sepertinya dia masih betah didalam
tempat tersebut.
Saat aku keluar ternyata kakak-kakakku sudah menunggu
dan langsung bertanya
“Kenapa
lama sekali?”tanyanya padaku
“maaf
soalnya tadi betah didalam hmmm…Lapar nih makan yuk”ajakku
“Ayo
aku juga sudah lapar nih,kalau begitu cepat beres-beres lalu kita pergi
makan”kata kak Ammi
Akhirnya
kami semua memutuskan untuk segera pergi makan malam karena perut kami semua
sudah mulai keroncongan dan berteriak minta diisi perutku aja teriak “tolong
cepat isi kami,kami sangat kelaparan”.Setelah makan malam kami langsung
pulang,sesampainya dirumah aku segera pergi kekamar dan merebahkan badanku
diatas kasur yang empuk. ”Ah…….Lelahnya”kataku dalam hati tapi walaupun aku
sangat lelah aku sangat senang karna hari ini aku sudah mengalami banyak
kejadian menakjubkan mulai dari lihat yang namanya Salju walaupun itu hanya
kejadian menakjubkan mulai dari lihat yang namanya Salju walaupun itu hanya
buatan tapi tetap ajakan salju dan aku juga bisa bertemu teman baru.Mataku
mulai terasa berat akupun memutuskan untuk segera tidur,tidak lupa sebelum
tidur aku berdoa mengucapkan banyak terima kasih kepada Allah SWT karma dialah
aku bisa mengalami banyak kejadian seperti tadi lalu kupejamkan mataku akhirnya
akupun tertidur dan jatuh dalam dunia mimpi yang indah tentang pengalaman hari
ini.Semoga besok dan kapanpun akan selalu ada kejadian menakjubkan seperti hari
ini.
Adik Nur Af’idah Anas menulis serius pengalamannya
ini.
Anak
TK Super
Teng….teng…teng…!
Bel pulang TK Pembina Kendari berbunyi. Saatnya mahluk-mahluk kecil keluar ruangan.
Dengan wajah polos dan langkah kecil, mereka keluar dengan gemuruh mencari
penjemput masing-masing. Itu jam menunjukkan pukul 11.00 WITA. Semua
teman-temanku sudah pulang meninggalkan sekolah. Aku pun bingung mengapa
jemputanku tidak ada ? Salah seorang guruku pun menemani aku menunggu
jemputanku.
“Mengapa
jemputanku tidak kunjung datang?”tanyaku dalam hati. Guru yang tadi menemaniku
pun sudah pulang meninggalkanku sendiri karena ada urusan. Akhirnya aku pun
memutuskan untuk berjalan mengelilingi wilayah sekitar sekolahku itu. Tiba-tiba
aku meliha seorang anak perempuan yang mungkin sebaya denganku saat itu yang
sedang bermain sendirian. Kuajak dia berkenalan dan ternyata namanya Putri. Itu
merupakan nama yang bagus. Kami pun bermain bersama hingga tidak terasa waktu
sudah menunjukkan pukul 12.30 WITA.
Kembali
aku bertanya dalam hati, “mengapa penjemputku tidak kunjung datang?”Aku pun
memutuskan untuk pulang sendiri dengan berjalan kaki dari sekolah sampai ke
rumahku. Entah aku kerasukan setan apa saat itu, sehingga dapat berpikiran
seperti itu. Aku masih seorang bocah TK, apakah sanggup dan berani berjalan
dari daerah Wua-wua hingga Kampus Baru?.
Dengan
gagah berani aku melangkah meninggalkan rumah Putri. Aku berjalan ditengah
keramaian kota, dibawah terik matahari, dan melewati pinggir-pinggir toko.
Tanpa rasa takut aku berjalan menelusuri jalan yang panjang. Saat itu aku
merasa menjadi anak TK super.dan syukurlah aku selamat, hingga aku bertemu
penjemputku di persimpangan jalan menuju kompleks rumahku. Dalam hati aku
bergumam, “mengapa penjemputku harus datang keika aku hampir menyelesaikan
perjalanku superku?”
Setibanya
dirumah, terlihat ibuku cemas. Maka langsung aku peluk ibuku. Penjemputku pun
menceritakan apa yang terjadi padaku. Maka ibuku langsung menasehatiku namun
seraya mengomel padaku. Aku pun merasa senang karena tiba dirumah dengan
selamat dan bias menjadi anak TK yang super. Terima kasih Ya Allah.
Alhamdulillah.
Dan
sang juara satu umum di MTs tempatku honor itu menulis dengan gambaran yang
seolah kita ikut melihat langsung apa
yang dialami adik Nur Fadhilah ini.
Adik
yang Dinanti-nanti
Ba’da
Ashar, kepanikan melanda rumahku. Kakakku akan melahirkan. Aku tersentak,
kaget, dan takut. Semua menjadi panik. Tak tahu harus berbuat apa. Ditambah
lagi, hujan deras yang tak kunjung henti. Akhirnya, ibuku dengan suara
gemetarnya, meminjam mobil dari teman dekatnya. Sungguh dia adalah ibu dari
teman kecilku.
Mereka
akhirnya memboyong kakakku ke dalam mobil kulihyat, wajah pucat kakakku
mengiringi langkahnya ke dalam mobil. Aku ingin ikut, tapi keadaan tidak
memungkinkan.
Setelah
berganti pakaian, dengan taksi, aku ke rumah sakit bersama kakakku yang lain.
Suaminya mengikuti kami dari belakang. Wajahku pucat. Dengan gemetar, aku
menelepon tanteku, untuk memberi tahu
apa yang terjadi sekarang. Mendengar suaranya, aku tahu, dia sama sepertiku.
Tiba
di rumah sakit, dengan langkah cepat, kami bertiga menaiki tangga rumah sakit.
Terlihat ibu dan suami kakakku duduk dengan wajah tenang di kursi tunggu. Aku langsung
mencari kakakku. Perasaanku lega, melihat kakakku masih berjalan-jalan
menyusuri lorong-lorong rumah sakit.
Aku
terduduk diam di samping ibuku, sambil menyaksikan anak-anak kecil bermain di
tangga-tangga rumah sakit.
Waktu
sudah menunjukkan pukul 06.00 WITA. Adzan Maghrib sudah berbuny, ketika aku
memasuki ruangan VIP yang telah dipesan oleh ibuku. Kekaguman mulai
mengelilingiku ketika kakiku melangkah masuk ke ruangan itu. Sungguh bagus,
batinku.
Seprei
putih menghiasi tempat tidur rumah sakit yang begitu sakit empuk. Bunga tertata
di atas meja. Itulah sekilas yang bisa kulihat saat itu.
Dengan
cepat, aku mengambil air wudhu. Baru kali ini rasanya, aku sholat dengan
suasana yang begitu hening. Tidak asa satu suarapun yang mengganggu. Setelah
sholat, aku mengangkat kedua tanganku dan berdoa kepada Allah, agar memudahkan
proses kelahiran adikku nanti.
Selesai
berdoa, terdengar suara bayi menangis yang begitu menggema di telingaku. Aku
tahu, itu suara adikku. Adik yang selama ini ku nanti-nanti. Dengan segera, aku
melipat mukena dan memakai jilbabku. Dengan setengah berlari, aku menyusuri
lorong-lorong rumah sakit menuju ruang persalinan. Ternyata benar, itu suara
adikku.
Alhamdulillah,
adikku lahir dengan selamat. Wajahnya begitu putih bersinar. Dengan wajah haru,
aku memainkan tangan adikku yang masih berlumuran darah. Dia menangis
sekencang-kencangnya sambil menggemgam kedua tangannya, sungguh memekakkan
telinga.
Lalu
aku berpaling ke belakang, melihat kakakku yang terbaring lesu. Tapi ia sehat.
Terlihat jelas di matanya, pancaran kebahagian yang tiada tara. Siapa yang
tidak senang melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik, dengan selamat? Itu
adalah cita-cita setiap ibu di dunia ini.
Setelah
darah yang melekat di tubuh bayi dibersihkan oleh suster, kami semua
diperbolehkan kembali ke kamar. Kakakku di dudukkan di atas kursi roda oleh
suster. Iapun diperbolehkan menggendong bayinya. Suster pula yang mengantarnya
sampai ke kamar kami.
“Saatnya
makan malam!!!”, kataku. Nafsuku untuk makan malam makin meluap, ketika melihat
sekantung ayam KFC terletak di atas meja. Apalagi perutku sudah minta diisi.
Akhirnya kami semua makan malam. Seperti tidak pernah makan berhari-hari. Itu
adalah acara makan malam yang tidak punya etika sama sekali.
Ba’da
Isya, kami dikurangi oleh para tamu. Semuanya terlihat gembira melihat adik
bayi yang tertidur pulas. Aku yakin, mereka tak akan datang dengan tangan
kosong. Firasatku benar, mereka semua membawa kado super besar untuk adik bayi.
Akupun mencoba mereka. “Kira-kira... apa ya isi kado itu?”. Pikirku.
Akhirnya,
menjelang pukul 09.00 malam, para tamu sudah pulang, itulah yang
kutunggu-tunggu. Aku capek mendengar ocehan mereka. Bikin ribut saja, batinku.
Harus
kuakui, aku tidak mampu lagi menahan mataku yang sudah ingin tertutup. Aku
sangat capek hari ini. Dengan malas, kaungkat badanku menuju tempat tidur.
Sungguh empuk. Menyaingi empuknya Spring
Bed rumahku. Aku akan tidur nyenyak malam ini dan semoga bisa bermimpi
indah tentang adik bayi.
Dan inilah janjiku, pelajaran yang
sangat penting bahwa jangan pernah lupakan janji pada siswa karena mereka akan
terus menagih. Di sekolah ini bebanku sama dengan pegawai negara, menangani
tujuh kelas termaksud lima kelas yang siap ujian itu.
Dua
kelasnya kelas tujuh. Di sini, gambaran
guru paling sabar harus ditunjukkan saat menghadapi anak-anak yang
paling bandel.
Lembar
25
Opini Kelas Dunia
TENTANG
SURGA NYATA DI WAKATOBI, SURGA ITU
PETUNJUK
Tulisan
ini dibuat sebagai bentuk apresiasi kepada bupati wakatobi yang terus
menorehkan prestasi dalam berjuang demi kemajuan daerah yang dipimpinnya.
Ditangannya, sekarang Wakatobi dalam ruang public terus mewacana. Saat ini
semua mengakui perkembangan yang cukup membanggakan dari kabupaten baru itu,
bahkan dalam kepemimpinannya kemajuan itu
bukan hanya dapat dirasakan oleh
kabupaten itu sendiri tapi juga propinsi Sulawesi Tenggara jadi terkenal
dan punya eksistensi ditataran Nasional bahkan Internasional karena Keindahan Taman Laut Wakatobi.
Terlebih lagi saat bintang kehormatan penghargaan Satyalancana Pembangunan dari
presiden RI dianugrahkan untuknya pada 17 Agustus 2008 lalu seakan melengkapi
keberhasilannya. Namun tidaklah setiap buah kesuksesan itu dikatakan sempurna
jika tidak ada hambatan-hambatan dalam proses meraihnya. Seperti itu jugalah
proses perkembangan Wakatobi saat ini, paling tidak ada beberapa hal yang
mempengaruhi perkembangannya antara lain: satu, medan dan kondisi alam
kabupaten yang terdiri dari pulau-pulau menyulitkan jalur pelayanan birokrasi
kepada masyarakat. Kedua, adanya ketidakseragaman pemahaman public tentang arah
pembangunan yang menjadi visi pemimpin saat ini. Ketiga, adanya unsur birokrasi
pemerintah baik legislatif maupun dalam
tubuh eksekutif itu sendiri yang sulit menyeimbangi kinerja dan manufer yang dilakukan
oleh bupati.
Bagi
saya sebagai pribadi maupun sebagai pengurus Forum Studi Dan Silaturahim
Mahasiswa Tomia yang mencoba mengkaji perkembangan tanah kelahirannya, dari
gambaran yang diamati selama ini berani menarik benang merah bahwa permasalahnya
berpangkal pada kurangnya kesadaran dan keyakinan bersama akan terwujudnya
potret kehidupan masyarakat Wakatobi seperti dalam benak pemimpin yang tertuang dalam visi misinya. Dalam
dialog budaya salah satu item kegiatan akbar gebyar budaya yang diselenggarakan
oleh FOSSMAT Kendari 29 juli 2008 lalu, kepada kepala dinas pariwisata dan
kebudayaan peserta menyatakan kesangsiannya akan tercapainya visi misi
pemerintah saat ini, bahkan masih ada peserta yang mempermasalahkan kata
‘Surga’ dalam penggalan “Surga Nyata
Bawah Laut” yang sering digaungkan pemerintah.
Surga
dalam pemahaman kita adalah sesuatu yang fatamorgana, keberadaannya diyakini
hanya ada di akhirat setelah episode dunia ini usai. Lalu kenapa kata itu
dipolemikkan hanya karena dipakai dalam mengganti ‘keindahan taman laut’,
jika itu terus ada maka yang akan kita
capai hanyalah kemunduran. Tapi seiring waktu dengan sendirinya polemik itu
tenggelam oleh perkembangan pembangunan yang ada saat ini. Permasalahan yang
ada kemudian adalah lemahnya keyakinan dari semua pihak yang menjadi subyek
pendorong lajunya pembangunan. Sejala itu dapat terlihat baik dari unsur
masyarakat yang kurang semangat dalam merespon setiap program pemerintah yang
diserukan, dari pihak mahasiswa yang kurang menyiapkan diri untuk bermoral baik
dan bermental intelektual dan kurang kreatif dalam bidang kajian keilmuanya
untuk proaktif mengangkat nama baik daerahnya serta dari unsur pemerintah
sendiri yang terkesan membuat jarak dan level kehidupan didalam masyarakatnya
sendiri.
Untuk
menumbuhkan keyakinan itu, banyak hal yang secara nyata dapat kita saksikan
perlahan-lahan mengarah pada terwujudnya surga nyata itu sendiri. Dalam
pemahaman saya surga itu petunjuk, ia lahir dari wujud petunjuk. Jadi surga nyata di dunia itu adalah
petunjuk, hal itu pulalah yang selalu diminta oleh kaum muslim dalam surat
pembukaan Alquran yakni Al fatihah agar kita diberi petunjuk bukan diberi
surge. Di Wakatobi setidaknya ada dua petunjuk yang dengan petunjuk itu telah
mengantarkan kemajuan daerah ini hingga saat ini dan pada masa yang akan datang.
Pertama, bahwa
Wakatobi memiliki keindahan terumbu karang nomor satu di dunia. Inilah yang
menjadi inspirasi besar sebagai kekayaan yang harus ditindaklanjuti dengan
cerdas. Memaksimalkan kekayaan itu untuk kemaslahatan hidup masyarakat adalah
salah satu jalan menggapai surga yang nyata.
Kedua,
Bahwa Wakatobi memiliki kekayaan budaya yang masih terjaga dengan baik utamanya
dalam disiplin tradisi lisan. Ini juga
sebuah petunjuk awal saat Wakatobi ditetapkan sebagai tuan rumah pelaksanaan
Seminar Internasional VI dan festifal tradisi lisan setelah mengungguli
beberapa propinsi yang menginginkan menjadi tuan rumah pelaksanaan seminar
tersebut, out put seminar itu diharapkan dapat
merekomendasikan lahirnya Badan Ketahanan Budaya. Jika ini sukses
dilaksanakan pada tanggal 1 hingga 3 Desember 2008 nanti maka satu lagi
petunjuk yang tidak boleh kita sisa-siakan. sebagai mahasiswa kita harus
memaksimalkan kretifitas kita untuk mensukseskan agenda besar itu dimana pun
kita berada.
Saya berharap semua pihak yang ada di
Wakatobi dan dimanapun putra daerah ini bermukim, mulai saat ini dapat
melakukan upaya-upaya pencerahan kepada masyarakat untuk membangun keyakinan
bersama bahwa kehidupan sejahtera dan maju dalam berbagai bidang dapat kita
raih jika kita memanggil potret hidup yang kita yakini itu dimulai dari dalam
benak kita semua. Dan mari pula dikesempatan bulan penuh berkah ini kita saling
mendoakan, dan terutama kita doakan pemimpin kita. Jangan sampai dalam doa-doa
kita selama ini kita sibuk mendoakan pribadi kita tanpa mau mendoakan pemimpin
dan pemerintah kita, walallhu a’lam bishawaf.
Peluang
Menata Peradaban Emas Wakatobi
Momen
pelaksanaan seminar internasional tradisi lisan ke VI yang di pusatkan di
Wakatobi pada tanggal 1-3 Desember nanti adalah peluang emas yang 100
tahun kedepan peluang ini belum tentu
terulang lagi baik di propinsi Sulawesi Tenggara apalagi di kabupaten Wakatobi
sendiri. Persiapan yang matang demi suksesnya kegiatan tersebut tentu sangat dibutuhkan baik dari panitia
pusat di Jakarta yang sudah terbentuk maupun dari propinsi terlebih lagi
panitia di kabupaten Wakatobi. Bahkan tidak ada salahnya jika pemda maksimalkan
alternatif anggaran biaya jika yang ada dalam alokasi belum mencukupi dengan
sumbangan pegawai negeri setempat misalnya seperti pelasanaan MTQ di propinsi
kemarin, itu semua demi maksimalnya kegiatan. Tapi yang terpenting adalah
sumbangsi masyarakat setempat untuk menyiapkan budaya pementasan dengan sungguh-sungguh
tampa dikacaukan oleh pemikiran tentang apa yang mereka akan dapatkan dari
pemerintah karena ini adalah kegiatan masyarakat yang difasilitasi pemda,
berpikirlah tentang kehidupan generasi yang lebih baik kedepan dengan adanya
kegiatan ini.
Mari
sekilas kita menyimak dan memberi perhatian yang mendalam tentang kegiatan ini.
Dilatarbelakangi oleh salah satu kekayaan kultural masyarakat Indonesia sebagaimana sering
diungkapkan orang, adalah apa yang biasa disebut Intangible Cultural Heritage
(ICH). Salah satu perwujudan ICH yang penting adalah tradisi lisan. Sebagai
produk kultural, tradisi lisan menyangkut hidup dan kehidupan komunitas
pemiliknya, yang disampaikan melalui tuturan dan sebagainya ada yang kemudian
diabadikan dalam naskah.
Sebagai
produk kultural pula, tradisi bukanlah sesuatu yang statis tanpa perubahan dan
perkembangan. tradisi selalu mengalami transformasi seiring dengan dinamika
sosial masyarakat itu sendiri, baik transformasi isi, bentuk maupun keduanya
dan diganti dengan tradisi yang baru yang dirasakan oleh masyarakatnya lebih
cocok dengan situasi, kondisi dan minat yang berlaku.
Seminar
ke VI ini mengetengahkan tema “Tradisi Lisan Sebagai kekuatan kultural
Membangun Peradaban”. Tema ini merupakan
kelanjutan dari tema-tema yang telah diketengahkan dalam seminar-seminar
sebelumnya yang mana setiap kegiatan ini diadakan selalu bersamaan dengan
kegiatan Festifal Tradisi Lisan yang juga relevan dengan seminar. Di Wakatobi
pelaksanan kegiatan ini juga dirangkaikan dengan pameran dan bazar di tepi
pantai, peluncuran buku, dan yang tidak kalah menariknya adalah peserta dan
siapa saja yang berkenan menghadiri festifal dapat bersama-sama melakukan studi
wisata dan kunjungan ke pulau Hoga dan Tomia.
Dipilihnya
Wakatobi sebagai tuan rumah bukan sesuatu yang tiba-tiba dan mudah. Meski
terbilang bernasib mujur semua ini tidak lepas dari peran ketua umum Asosiasi
Tradisi Lisan Sulawesi Tenggara bapak Dr. La Niampe, M.Hum. yang telah
memberikan paparan awal secara ilmiah tentang memungkinkannya Wakatobi menjadi tuan rumah penyelenggara, singkatnya
kegiatan ini dibawah oleh beliau ke Wakatobi.
Sebagai
generasi muda Wakatobi, bagaimana kami memandang moment ini jauh kedepan menuju
kearah tercapainya kehidupan masyarakat Wakatobi yang lebih baik, adalah bahan
yang menarik didiskusikan diselah-selah perkuliahan dalam forum kami, Forum
Studi dan Silaturahmi Mahasiswa Tomia (FOSSMAT) Kendari. Kalimat yang menjadi
judul tulisan ini kemudian menjadi topik yang memang menyadarkan kami bahwa
moment ini adalah peluang menata peradaban emas Wakatobi.
Berangkat
dari pengamatan tentang gerak pembangunan yang dilakukan pemerintah di Wakatobi
saat ini lewat semua wacana di media dan melihat kenyataan langsung dilapangan,
banyak hal memang yang menjadi pertanyaan mahasiswa tentang kemana sebenarnya
pemerintahan ini membawa masyarakatnya melangkah. Tapi pertanyaan itu juga saya
anggap sebagai keterbatasan kami memahami sesuatu yang dilakukan oleh orang tua
kami sehingga yang ada kemudian hanyalah keyakinan bahwa pemerintah telah
melakukan langkah yang benar. Dan jangan pula kita menutup mata dengan prestasi
yang telah ditoreh oleh pemda hingga saat ini yang salah satunya adalah bintang kehormatan penghargaan Satyalancana
Pembangunan dari presiden RI dianugrahkan untuk kabupaten Wakatobi pada 17 Agustus 2008.
Langkah
awal untuk membangun image memang menjadi sebuah keharusan untuk daerah yang
diupayakan menjadi daerah kunjungan wisata. Dengan harapan mewujudkan surga
nyata bawah laut di pusat segi tiga karang dunia, mengekspos keindahan terumbuh
karang dan semua kekayaan yang di miliki lautan Wakatobi memang menjadi
pekerjaan urgen untuk cepat
dirampungkan. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah promosi keliling dunia
dengan menghadiri seminar-seminar internasional, mendatangkan artis putri
Indonesia dan wartawan yang semuanya itu
tidak cuma-cuma sementara rakyat terus menunggu investor yang akan masuk, kapan
akan berakhir? Tapi sekali lagi ini adalah pernyataan dan sekaligus pertanyaan
bodoh mahasiswa yang kurang memahami bahwa semua kesuksesan butuh
langkah-langah untuk mencapainya.
Dan
jawaban untuk tahapan langkah berikutnya telah ada di depan mata dengan adanya
seminar tradisi lisan yang akan diselenggarakan tanggal 1-3 Desember 2008
nanti, harapannya kegiatan ini dapat menjadi langkah awal agar pemerintah juga
mengekspos kekayaan di darat selain
mempromosikan keindahan bawah laut yang selama ini dilakukan. Potensi tradisi
lisan Wakatobi sebagai kekuatan kultural adalah salah satu kekayaan
masyarakat yang dengan ini mereka dapat membangun peradaban yang lebih
baik.
Apa
yang dimiliki masyarakat Wakatobi hari ini dengan tradisinya adalah kekuatan
hakiki yang harus dipertahankan dan dikembangkan secara alami seperti apa
adanya dengan memberi perhatian pada komunitasnya yang biasanya telah masuk
dalam kelompok minoritas dan termarginalkan karena berbagai sebab, baik
internal maupun eksternal. Diharapkan kegiatan ATL ini dapat memberi sumbangan
pemikiran dan temuan baru kepada pemda dalam membuat kebijakan-kebijakan yang
tentunya kebijakan itu semua demi merancang peradaban yang lebih baik, jadi
moment ini adalah benar-benar peluang menata peradaban emas Wakatobi. Sehingga
kita semua berharap agar tidak ada kendala yang berarti dalam
penyelanggaraannya nanti. Wakatobi
jangan berharap jadi Bali kedua, berharaplah agar Bali belajar dari Wakatobi.
Walallhu a’lam bishawaf.
Penulis
: Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Ketua Umum FOSSMAT Kendari, Pengurus Forum Lingkar Pena SULTRA
DUA TEKAD
Ketua
Forum Lingkar Pena Sulawesi Tenggara di
culik untuk bisa mengikuti seminar internasional ini, walau kutahu
resikonya besar kalau ketahuan ikhwan lain apalagi ustadz bahwa ada akhwat yang
kubawah menyeberangi lautan.
Kalau
saat itu aku sudah jadi Wakil Bupati atau paling tidak petinggi pemerintahan
mahasiswa asal Wakatobi dan seluruh kampus Indonesia ini akan kutarik ke daerah
untuk mengikuti seminar ini.
Saat
hati-hati sekali 50 mahasiswa yang ikut di anak tirikan sebagai peserta tak di
undang. Siapa lagi yang akan memikirkan daerah ini apakah peserta dari kota
lain dan tamu-tamu luar negeri itu. Dongkolku dalam ronta yang diam.
Aku
sendiri adalah panitia tidak jelas yang paling sibuk. Pak Sukamat, Bu Sari, dan
Ketua ATL sendiri Bu Titi tidak pernah sungkang memintaku melalukan ini itu.
Pak Slamet adalah yang sering memarahiku saat terlihat duduk nyaman sebagai
peserta. Mereka akrab denganku karena sudah dua kali kutemani perjalanan
Kendari Wanci dari awal survei tempat seminar ini. Sedangkan panitia daerah
tidak menginginkan kehadiranku. Tapi karena itulah aku makin iklas bekerja.
Prof.
Usman Rianse memulai kunjungan pertamanya setelah dilantik ke Kabupaten di
Negeri pelangi Segitiga ini. Makalah yang di bawakannya memukau peserta.
Berwibawa ia dipanelkan dengan Prof. Charles Jeurgens. Aku beberapa kali
menepuk tepuk tangan menganggumi otak-otak cerdas itu walau kemudian mereka
berdualah yang membuatku tidak tidur malam ini.
Usai
Isya seksi mereka berakhir dan Prof. Charles panik ingin mengejar pesawat besok
pagi karena agendanya di kota lain menunggu. Pak Sutamat menanyakan padaku
kesiapan regiensi yang akan ditumpanginya. Berputar-putar aku memastikan itu
kepada panitia. Dan akhirnya belum juga peningku saat Prof. Charles meminta
ditemani kepelabuhan tempat Sped berlabu, aku tak sempat melihat wajah orang
yang mendorongku untuk di duduk disamping Prof. Itu dalam mobil meluncur
kepelabuhan.
“Can
you speek english?” tanya Profesor Itu
“Letter Sir.” jawabku
“Oh
letter.” membenarkan bunyi ucapanku.
“From”
tanyaku sok lancar.
“Holland”
jawabnya cerdas.
Selanjutnya
aku tak tahu pertanyaan apa lagi yang menamparku hanya ‘yes dan yes’ jawabku.
Tapi tidak juga terlalu parah karena usai itu panitia daerah yang tidak mengenalku
berterima kasih banyak karena telah melancarkan tugasnya saat uang honor
pemateri yang ia tidak harus dibahasakan bagaimana kubantu menyampaikannya.
Prof.
Charles menjabat erat tanganku sambil berucap
“see
you in Leiden” setelah bercakap lama tentang rencana studiku. Kemudian kami
berpisah.
Pulang
dari mengantar Prof. Charles giliran panelisnya Prof. Usman Rianse yang
merepotkanku. Karena beliau, aku harus berbaring di kursi mobil istirahat hanya
dua jam setelah usai rapat ATL pukul 12 malam karena pukul 2 malam nanti
rombongan Rektor harus kembali ke Kendari lewat pasar wajo.
Waktu
berangkatnya sudah molor dua jam dan permasalahan selanjutnya adalah pengemudi
speed tidak ada yang temani dan aku lagi yang jadi penyumbat kegagalan itu. Ku
temani Ali sopir sped itu untuk mengantar Rektor ke Pasar Wajo. Saat melaju
orang tua kami kepala Biro Bapak La Otjo Oti sangat menyemangatiku untuk lanjut
studi apalagi Rektor sudah tahu kalau aku adalah salah satu wisudawan terbaik
tahun ini.
Pukul
9 pagi aku kembali bergabung sebagai peserta sekaligus panitia seminar tampa
seorang pun tahu kalau pagi tadi aku sempat mengikan kaki di Pasar Wajo.
Klimaksnya
bukan saat peserta menuju Pulau Hoga tapi bagiku adalah di saat dari tanganku
ini bingkisan buku yang di serahkan ATL pusat. Ke Pemda pada penutupan acara
itu berpindah ke tangan Bupatinya Ikan yang menjabat dua periode itu.
Sorot
mata ribuan penonton tak melunturkan kepercayaan diriku. Sekilas kutatap mereka
sebelum turun dari pentas sambil berpuisi.
Aku.....
Kalau sampai waktuku
Ku mau kalian sejahtera
Lembar 28
Nurlaela
Lembar 29
Tulislah
Lagi
‘Lanjutkan tulisan kalian’
Lalu
Profesor Muda mengirim sms itu ke Handpone
Iky dan Agep usai membaca Nurlaela dan dua tekad Agep dalam leptopnya.
‘Sebentar mlm jngn lupa ba’da Isya di jam yg
sama’
Terkirim dan handponenya kembali diletakkan.
“Abi mau ke rumah kakek? ikut ya.”
“Eh kenapa tidak salam dulu sebelum
masuk ke ruang kerja Abi.”
“Oh. iya Afwan.”
“Terus kenapa cepat pulang”
“Guru les bahasa Arabku memintaku cepat
pulang karena beliau masih punya urusan mendadak.”
“Kalau begitu suruh Aisya mandi dan
segera siap-siap.”
“Ummi dan Farah juga ikut Yah?”
“Iya”
Anak tertua Profesor muda itu segera
meleset ke kamar adiknya.
LYR
“Abi kenapa tidak pake mobil itu saja.”
“Itu kecuali untuk ke kantor.”
“Tapi Aisya suka naik mobil itu.”
Mereka lengkap satu keluarga bahagia di depan
pintu besar rumah berlantai dua.
“Silahkan” Sapa sopir mempersilahkan
keluarga itu masuk mobil.
Halaman luas rumah besar itu dua kali
ukuran lapangan geungnya memanjang kebelakang, di tengah-tengahnya ada tugu
mesjid. Pintu pagar dijaga satpam yang langsung membukakan mobil mereka, meluncur
ke tengah-tengah ramainya kendaraan sore hari itu. Kediaman profesor muda
tampak anggun berpagar besar segitiga tapi tepatnya berbentuk huruf A.
“Giliran siapa yang memimpin Almatsurat
sore ini.”
“Ahmat lupa ya, sore ini giliran antum”.
“Oh ya pak baik”. Dan sopir
keluarga itupun membaca Almatsurat sambil
mengemudi di ikut yang lainnya. Semua bersuara melantunkan doa sore hari kecuali
Farah yang masih kecil. Belum sampai ketujuan bacaan Almatsurat sudah selesai.
“Alhamdulillah, Sampai juga. Itu tante
Rahmi. Wah jilbabnya cantik ya” seru Mujahid sambil mempersilahkan Aisyah
menatap keluar. Mobil yang meluncur dari bukit mempercepat mereka tiba di
tujuan.
“Tidak usah antar saya”
Seru profesor pada sopirnya dan dibalas
dengan agggukan
“Umi tidak usah tunggu Abi kalau
pertemuannya sudah selesai langsung pulang. Kami bermalam di Huma malam ini.”
“Iya”
jawab istrinya sambil berjalan masuk ke rumah orang tuannya. Setelah
bersalaman denagan mertua dan mencium Farah, profesor muda segera ke pantai.
Dan menghidupkan pesawat pribadinya yang disimpan dalam ruang berlantai Air laut. Kemudian keluar dan terbang ke arah Bali
setelah lepas landas.
Mendarat mulus dan parkir di sisi kanan
gubuk nelayannya. Matahari kalah cepat karena saat profesor keluar dari
pesawatnya, ia baru setengah membenamkan dirinya di tepi laut sambil
mengeluarkan cahaya kuning mewarnai samudera.
Beberapa mil speed iky tampak melaju
kencang menggaris laut. Tak butuh waktu lama sudah diap-siap bersandar di
pantat pesawat.
“Assalamu alaikum”
“Waalikum salam” Jawab Profesor
“Antum bawa semua perlengkapan yang
dibutuhkan”
“Ya Ustadz, dapatnya sulit. Sampai harus
impor dari Swiss.”
“Yang penting dapatkan! Mari kubantu
angkat”
Profesor muda dan Iky mengeluarkan peti
plastik warna merah dari speedboat lalu dimasuk ke dalam Huma.
“Ayo kota magrib dulu”
Lembar
30
Negeri
Pelangi Segitiga
Lembar
31
Rahasia
mimpi
Lembar
32
Baca
dan tulislah lagi
Lembar
33
Rahasia
segitiga bermuda
Prof.
Dr. Dr. H.M Nurhalin Shahib, seorang ahli Biokimia dan Biologi Molekuler dalam
bukunya Mengenal Allah dengan
Mencerdaskan Otak Kanan menjelaskan: Tingkat kemampuan berpikir logis dan
tingkat kemapuan “berperasaan” bervariasi antara individu (dan) Manusia yang dapat mencapai keseimbangan antara keduanya akan
berhasil hidup di dunia dan akhirat.”
Oleh
sebab itu, jika kita bisa membuat otak kita “belajar” untuk mau bekerja sama
antara kedua sisinya secara lebih koheren dan holistik maka kenyataan hidup
kita alami memang akan berbeda. Untuk mencapai itu kita diajarkan untuk
menyeimbangkan diri, mau lebih berinteraksi satu sama lain, dan memfungsikan
otak kir dan otak kanan sebagai satu ke-SATU-an.
Inilah
yang sesungguhnya kita lakukan secara sistematis dengan teknologi yang Quantum
Ikhlasâbrainwave
dan beartwavemanagement. Untuk memudahkan anda mengaplikasinya, CD Digital
Prayerâ
dipersiapkan khusus untuk kebutuhan ini.
Otak 3-in-1
Selain
otak kiri dan otak kanan yang sudah cukup populer selama ini, sebenarnya sudah
lebih dari 50 tahun Paul MacLean, Direktur Laboratorium Evolusi dan Tingkah
Laku Otak, National Institute of Mental Health di Amerika, mencoba menjelaskan
tentang otak 3-in-1. menurut Paul,
manusia dikaruniai otak komplet yang mencakup tiga jenis evolusi yaitu otak
reptil, otak mamalia tua, dan otak mamalia baru (neokorteks). Inilah integrasi
hardware tercanggih yang bisa berpikir sangat rumit namun sekaligus memiliki
potensi “Kekakcauan” yang tinggi akibat berkumpulnya tiga jenis otak di kepala
kita.
Untuk
Reptil membuat kita bisa memiliki rutinitas dan membentuk kebiasaan, tetapi
juga bisa sangat menyulitkan karena kebiasaan, tetapi juga bisa sangat
menyulitkan karena kebiasaan buruk kita yang bersifat kaku dan sulit diubah ini
pun tertanam di sini. Kemudian Otak Mamalia Tua membuat manusia bisa merasakan
kelembutan dan sifat ingin merawat memelihara seperti sifat makhluk mamalia
lainnya. Namun otak ini juga yang menyebabkan keinginan kita untuk melakukan
agresi perlawanan untuk membela diri dan mendominasi. Rasa takut pun terekam di
sini. Otak Mamalia Tua ini sering disebut juga sistem limbik. Yang terakhir
adalah Otak Mamalia Baru atau neokorteks tempat berlangsungnya analisa, logika,
kreativitas, dan intuisi yang seharusnya kita gunakan untuk mengarahkan ke
cenderung kedua otak lainnya.
Perjuangan
kita adalah untuk menggunakan ketiga otak ini dengan sengaja. Untuk memutuskan
menjadi manusia yang baik dan berguna sekaligus mengatasi sifat-sifat
kebinatangan yang diwariskan oleh kedua otak terdahulu. Inilah perjuangan
terbesar kita. Jihad kita sebagai kalifah di dunia.
Perang terbesar adalah melawan
diri sendiri
Muhammad SAW
Beta
(14-100 Hz). Dalam frekuesni ini seorang sedang dalam kondisi terjaga atau
sadar penuh dan didominasi oleh logika.
Saat seorang berada di gelombang ini, otak (kiri) sedang aktif digunakan untuk
berpikir, konsentrasi, dan sebagainya, sehingga gelombangnya meninggi.
Gelombang tinggi ini merangsang otak mengeluarkan hormon kortisol dan
norefinefrin yang menyebabkan cemas, khawatir, marah, dan stres. Akibat
buruknya, beberapa gangguan penyakit mudah datang kalau kita terlalu aktif di
gelombang ini.
Alfa
(8-13,9 Hz). Inilah tombol iklas yang kira cari. Orang yang sedang rileks,
melamun, atau berkhayal gelombang otaknya berada dalam frekuensi ini. Kondisi
ini merupakan pintu masuk atau akses ke perasaan bawah sadar, sehingga otak
akan bekerja lebih optimal. Tanpa gelombang otak ini, jangan bermimpi bisa
masuk ke perasaan bawah sadar. Anak-anakk balita gelombang otaknya selalu dalam
keadaan Alfa. Itu sebabnya mereka mampu menyerap informasi secara cepat. Dalam
kondisi ini, otak memproduksi hormon serotonin dan endorfin yang menyebabkan
seseorang merasakan rasa nyaman, tenang, bahagia. Hormon ini membuat imunitas
tubuh meningkat, pembuluh darah terbuka lebar, detak jantung menjadi stabil,
dan kapasitas indar kita meningkat. Tombol ikhlas inilah yang bakal memudahkan
Anda menciptakan rasa ikhlas di hati dan membuka akses menuju realita kuantum.
Theta
(4-7,9 Hz). Pancaran frekuensi ini menunjukkan seorang dalam kondisi mimpi.
Dalam kondisi ini pikiran menjadi sangat kreatif dan impiratif. Seseorang yang
berada dalam gelombang ini berada dalam kondisi khusyuk, relaks yang dalam,
ikhlas, pikiran sangat hening, indra keenam atau intuisi muncul. Itu semua
terjadi karena otak mengeluarkan hormon melatonin, catecholamine, dan AVP
(arginine-vasopressin). Di gelombang ini akses ke realitas kuantum akan terasa
semakin nyata.
Delta
(0,1 – 3,9 Hz). Frekuensi terendah ini memancar saat seseorang tertidur pulas
tanpa mimpi, tidak sadar, tak bisa merasakan badan, tidak berpikir. Di
gelombang ini otak mengeluarkan HGH (Human Hormone/hormon pertumbuhan) yang
bisa membuat orang awet muda. Bila seorang tidur dalam keadaan Delta yang
stabil, kualitas tidurnya sangat tinggi. Meski hanya beberapa menit tertidur,
ia akan membangun dengan tubuh tetap merasa segar.
Mudah Mengingat Tuhan
Kesuksesan
Anda untuk melakukan perubahan sangat ditentukan oleh kualitas frekuensi
gelombang otak Alfa Anda. Semakin pandai Anda masuk ke Alfa semakin mudah pula
hidup Anda. Kemudahan dalam urusan bisnis dan karier, penerapan proses belajar,
penyembuhan diri sendiri, hubungan yang baik dengan semua orang, termasuk
mengamalkan perintah agama untuk meraih ketenangan.
“...(yaitu)orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”.
QS. Ar Ra’d : 28
Saya
masih ingat betapa inginnya saya dulu menjadi orang beriman untuk mengingat
Allah supaya hati menjadi tenteram. Saking ingninnya zikir meraih ketentraman
itu saya “berusaha keras” untuk selalu berzikir mengingat Allah. Dan apa yang
terjadi? Bukannya ketentraman yang saya dapat, malah justru saya stres
karenanya. Mengapa? Karena dulu saya tidak tahu, semakin saya berusaha untuk
tenang, gelombang otak saya malah terjebak masuk ke frekuensi Beta yang membuat
saya semakin tegang. Sekarang dengan otak yang sudah direkondisi untuk mudah
masuk ke frekuensi Alfa, kegiatan berdzikir dan berdoa menjadi jauh lebih mudah
dan efektil hasilnya.
Frekuensi Hati Bawah Sadar
Untuk berubah diperlukan
pergeseran gelombang otak dari perjuangan pikiran sadar menjadi tuntutan bawah
sadar. Pikiran anda yang selalu keraslah yang membuat Anda terus terjebak dalam
masalah yang ingin Anda selesaikan.
Paul T. Scheele, M.A. Fouder,
Learning Strategies Inc.
Pikiran
sadar diasosiasikan dengan gelombang Beta, bawah sadar ada di frekuensi Alfa.
Oleh karena itu, skill berikutnya
yang perlu di kuasai adalah keterampilan memasuki bawah sadar untuk men-delete program pikiran atau kebiasaan
negatif dan memberdayakan kekuatannya dengan meng-install ulang berbagai program pikiran baru lebih pas dan compatible dengan kebutuhan yang ingin
dicapai.
Bawah
sadar yang kemampuannya sebesar 88% dari seluruh kemampuan pikiran kita ini
hanya bisa kita akses lewat gelombang Alfa. Sayangnya, kita tidak terampil
untuk menyelam ke sana karena memang tidak terbiasa. Betapa tidak, setiap hari
kita hanya bergerak di dalam gelombang Beta (bangun tidur langsung berpikir
tentang rencana kerja hari ini, kemudian bekerja dan menjalankan aktivitas
seharian) dan Delta (pulang kerja merasa lelah, mengantuk, dan akhirnya
tertidur) tanpa melalui Alfa dan Theta.
QUANTUM IKLAS
Oleh
karena itu, dalam buku ini Anda akan dilatih untuk mengenali dan merasakan
keempat gelombang otak tersebut, sehingga kita bisa mengakses kekuatan bawah
sadar, yaitu kekuatan hati kita. Karena gelombang Alfa inilah yang akan membuka
pintu ke bawah sadar (hati) kita. Dan saat terbuka itulah kita bisa memasukkan
program-program kita, yaitu niat dan doa-doa kita. Inilah mekanisme keikhlasan
yang terjadi.
Tingkat optimum untuk otak
berpikir adalah 10 Hz (Alfa). Yang merupakan frekuensi optimum untuk melatih
kecerdasan semua indra manusia dan pintu masuk ke (hati) bawah-sadar. Hanya 10%
yang sanggup berpikir di frekuensi ini secara alami, selebihnya perlu dilatih
untuk itu.
Jose Silva, Founder Silva Mind
Method
Tombol
Otak Iklas: Alphamatic Brainware
Dalam
berbagai tuntutan kita akan selalu diinginkan akan pentingnya memiliki
kemampuan fokus konsentrasi mendalam atau khusyuk dalam berdoa. Oleh karena
ketika kita berdoa dengan khusyuk maka doa itu akan lebih mungkin terkabul.
Lalu apa dan bagaimanakah sebenarnya khusuk itu?
Khusyuk
adalah kondisi di mana kita mengalami rasa relaks yang dalam dan fokus penuh
konsentrasi ke dalam diri (deep relased
focus concentration). Penelitian tentang otak menunjukkan, dalam kondisi tersebut
otak berfungsi lebih seimbang sehingga terjadi harmonisasi di kedua sisinya.
Sekarang,
mari kita lihat, berada di gelombang otak mana kondisi kekhusyukan itu. Saat
otak terlalu lateral (satu sisi terlalu dominan), gelombang otaknya ada di
Beta. Kondisi ini bercirikan:fokus kesadaran keluar dan terpecah. Kondisi ini
diperlukan untuk berpikir dan bekerja namun menimbulkan rasa tidak nyaman dan
stress jika dilakukan berlebihan.
Ketika
otak memulai proses sinkronisasinya (melalui aplikasi proses ritual yang tepat)
kedua sisi otak akan menampakkan kecenderugannya untuk lebih bekerja sama dan
mulai berpindah menuju ke kondisi gelombanb otak Alfa. Pada kondisi ini kita
akan merasakan beberapa kondisi subjektif seperti “melayang”, tenggelam”,
“fokus-mendalam” atau berbagai kondisi berciri khusyuk lainnya. Kondisi
“seperti mengantuk” bercampur dengan “keterjagaan yang kuat” juga menimbulkan
apa yang disebut sebagai kondisi super
learning.
Jika
kondisi ini dilanjutkan sinkronisasinya maka kita akan memasuki gelombang otak
Theta atau kondisi “mimpi”. Jika seseorang cukup terlatih dan mampu terjaga
dalam kondisi ini dan ini dimungkinkan lewat aplikasi teknologi Digital Prayer,
maka ia bisa memasuki kondisi khusyuk yang lebih dalam lagi di mana kedua sisi
otaknya dalam kondisi kerja sama yang luar biasa optimal. Kreativitas dan problemsolving sejati juga terjadi di
sini ketika otak dengan otomatis mnemukan sintesa jawaban atas kbutuhan,
masalah (dualisme) yang dialami pada gelombang otak Beta.
Saat
kondisi sinkronisasi yang bercirikan very
deep relaxation ini terus dilanjutkan lebih dalam lagi, maka otak akan
memasuki gelombang Delta yang biasa diasosiasikan dengan kondisi tidur lelap,
di mana kedua sisi otak sudah tidak lagi menampakkan ciri-ciri lateralisasinya
dan mau bekerja sama dengan tingkat koherensi yang tinggi. Jika seseorang bisa
terjaga dalam kondisi ini maka ia akan melampau dualisme kehidupan untuk
merasakan kondisi khusyuk (deep relaxed
focus-concentration) yang luar biasa dengan karakteristik pengalaman rasa
persamaan, evenness, perasaan
menyatu, oneness, bersatu, menunggal
dengan seluruh isi alam semesta.
Akhirnya,
dengan menggunakan keterampilan brain
wave management yang kita pelajari di dalam buku ini, kita akan terlatih
dan mudah memasuki kondisi khusyuk sehingga setiap doa dan keinginan kita akan
cepat terkabul. Kalau Anda terampil mengakses kondisi khusyuk maka banyak
keuntungan yang akan Anda dapatkan seperti:tujuan atau cita-cita akan tercapai
lebih cepat, kesadaran lebih meningkat dan lebih bijaksana, hubungan dengan
Tuhan menjadi lebih dekat, serta kecerdasan spiritual akan terus meningkat.
Menyadari
kesulitan yang dihadapi oleh setiap orang yang berusaha untuk masuk dan
memanfaatkan kekuatan hati bawah sadarnya, Digital Prayer Technologies menyediakan
solusi praktis yang otomatis akan
membawa Anda memasuki wilayah bawah sadar Anda dengan cara “menyetel” gelombang
frekuensi otak Anda agar bergerak di level Alfa secara otomatis. Itulah
sebabnya mengapa tombol otak ikhlas ini disebut alphamatic.
Dari Kuping Turun Ke Hati
Ada
banyak cara untuk mengakses kekuatan hati melalui gelombang Alfa yang
kesemuanya bisa melalui panca indra kita. Melalui indra penciuman bisa dengan
aromaterapi, melalui indra peraba dengan pemijatan, melalui indra penghlihatan
dengan melihat keindahan, dan masih banyak lagi.
Buku
ini akan mengajak anda mengakses Alfa melalui indra pendengaran, yaitu dengan
mendengarkan compact disc (CD) audio.
CD alphamatic brainwave yang
merupakan teknologi terobohan hasil rancang Digital Prayeri Technologies ini
mempermudah Anda yang masih sulit mengakses pikiran ke dalam gelombang
Alfa-Theta. Benar, otomatis. Oleh karena musik dan suara-suara di dalam CD ini
direkam khusus untuk menciptakan kondisi otak dalam keadaan khusyuk sehingga
memungkinkan seseorang mengelola gelombang otak yang umum disebut meditasi
secara terukur dan pasti, kapan saja, di mana saja, sesuai dengan kebutuhan.
Saya
sangat bersyukur saat ini kita bantu oleh Digital Prayer Technologies yang
menyediakan beragam fasilitas dan aplikasi teknologi praktis seperti audio CD
software yang dirancang khusus untuk berbagai keperluan.
Manfaat Upgrade Otak 3-in-1
Jadi,
berhati-hatilah ketika Anda menakut-nakuti anak Anda dengan hantu yang
bertayangan di dalam kegelapan. Anak Anda yang pada awalnya tidak tidak punya konsep hantu dan
ketakutan tiba-tiba berubah menjdai takut pada gelap karena khawatir akan
menemui hantu di sana. Informasi “gelap yang menakutkan karena ada hantu” itu
akan secara otomatis tersimpan dalam pikiran bawah sadarnya, sehingga sampai
dewasa pun ia akan takut pada kegelapan.
Proses yang
sama terjadi pada konsep “masuk angin” yang umum dipahami masyarakat. Larangan
pada anak-anak untuk tidak lama-lama berada di luar rumah karena khawatir bakal
masuk angin disimpan di dalam pikiran bawah sadarnya yang justru bakal
mewujudkan kekhawatiran tersebut (Ingat: doa-alias pikiran-yang negatif akan
mewujudkan menjadi hal yang negatif pula). Padahal, kita tahu, angin adalah
udara yang bergerak, sementara udara kita perlukan untuk bernapas. Jadi,
seharusnya, udara adalah “sahabat” kita yang harus kita dekati, bukan kita
jauhi. Akibat pemahaman keliru tadi, udara pun berubah menjadi “musuh” kita.
Pikiran bawah sadar juga
menyimpan hal-hal berikut:
1.
Memory, yaitu ingatan kita dari
kecil sampai sekarang.
2.
Self-image, yaitu citra diri kita
3.
Personality, yaitu kepribadian kita
4.
Habits, yaitu kebiasaan-kebiasaan
yang kita miliki
Sering
kali, seorang yang punya keinginan kuat untuk kaya misalnya, kendati punya
peluang dan sudah memahami ilmu berbisnis, tetap saja sulit berhasil alias
tetap miskin, apa sebabnya? Karena self-image
kita mengatakan, “Kita mah orang miskin, tidak mungkin kaya”, dan ditunjang
lagi dengan habits and personality yang
kita miliki seperti malas, takut rugi, khawatir jadi omongan orang, dan
keengganan lainnya, maka sudah pasti hidup kita tidak akan berubah, tetap
miskin sampai mati. Nah, itulah kehebatan pikiran bawah sadar mengendalikan
hidup kita.
Kenapa
kita memiliki personality yang
mungkin buruk? Karena begitu banyak program ter-install di otak manusia baik dari orang tua, lingkungan keluarga,
masyarakat, sekolah, dan lain-lain. Namun sayangnya, hampir 70% program yang
masuk itu menurut penelitian adalah program yang SALAH! Sewaktu kita kecil,
setiap harinya ada sekitara 40 kali kata “ jangan” dan “tidak” yang mengiringi
1 kata “ya” yang kita dengar. Apa yang terjadi kemudian? Yang tertanam di dalam
pikiran bawah sadar kita adalah “ini jangan”, “itu tidak boleh”, “melalukan ini
tidak baik”, dan sebagaianya. Dan itu menjdai self-talk alias ucapan dalam diri kita setiap hari. Akhirnya
sekarang kita menjadi pribadi yang serba ragu, tidak berani melangkah, dan
takut berbuat salah. Contohnya, jika sewaktu SD kita pernah ditertawakan oleh
teman-teman sekelas saat berbicara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar