Halaman

Rabu, 15 Agustus 2012

Pemekaran Daerah


1.      Pengertian pemekaran daerah
Di era otonomi daerah sekarang ini, kata pemekaran daerah sudah menjadi kata yang tak asing lagi bagi kita. Kata itu sudah sering kita dengar dalam keseharian kita, pemekaran daerah merupakan bagian dari desentralisasi dan otonomi daerah. Istilah pemekaran secara etimologis berasal dari kata asalnya, yaitu mekar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Purwadarminto, 2006:132) berarti : 1). Berkembang menjadi terbuka, 2). Menjadi besar dan gembung, 3). menjadi tambah luas, besar, ramai, bagus, 4). Mulai timbul dan berkembang.
Definisi pemekaran daerah dari Kamus Besar Bahasa Indonesia itu, masih menjadi perdebatan, karena dirasakan tidak relevan dengan makna pemekaran daerah yang kenyataannya malah terjadi penyempitan wilayah atau menjadikan wilayah menjadi kecil dari sebelumnya karena seringkali pemekaran daerah itu bukan penggabungan dua atau lebih daerah otonom yang membentuk daerah otonom baru. Akan tetapi, pemecahan daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom baru
Pemekaran daerah menurut Arif dalam Ratnawati (2005:15) merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Pemekaran daerah juga diharapkan dapat menciptakan kemandirian daerah sebagai salah satu kunci dari keberhasilan otonomi daerah. Secara etimologis, pengertian otonomi berasal dari bahasa latin yaitu “ autos “ yang mempunyai arti “sendiri” dan “nomos” yang dapat diartikan sebagai aturan (Adurahman dalam Haris, 2007).
Pemekaran daerah dilandasi oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat dimekarkan mejadi lebih dari satu daerah, namun setelah UU no.22 tahun 1999 diganti dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah tercantum pada pasal 4 ayat 3 dan ayat 4, namun istilah yang dipakai adalah Pemekaran Daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom.
Dalam UU no 32 tahun 2004 tersebut pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan: Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Sedangkan dalam Pasal 4 ayat 4 da lam UU tersebut dinyatakan: Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
2.      Tujuan Pemekaran Daerah
Dalam PP No. 129 tahun 2000 diuraikan bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; karena pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah dilakukan atas dasar pertimbangan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan kehidupan berdemokrasi, meningkatkan pengelolaan potensi wilayah, dan meningkatkan keamanan dan ketertiban
Sabarno (2007:76) menyatakan bahwa rumusan tujuan kebijakan pemekaran daerah telah banyak dituangkan dalam berbagai kebijakan-kebijakan yang ada selama ini, baik dalam Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah. Dalam regulasi-regulasi ini, secara umum bisa dikatakan bahwa kebijakan pembentukan, penghapusan dan penggabungan harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui:
1.      peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
2.      percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi;
3.      percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah;
4.      percepatan pengelolaan potensi daerah;
5.      peningkatan keamanan dan ketertiban;
Rumusan regulasi ke depan bukan saja kebijakan tentang pemekaran daerah, tetapi juga perlu memberikan porsi yang sama besar terhadap penggabungan daerah otonom. Baik pemekaran maupun penggabungan daerah otonom didasarkan pada argumen yang sama. Rumusan tujuan kebijakan penataan daerah bukan hanya untuk kepentingan daerah, tetapi juga untuk pemenuhan kepentingan nasional. Selanjutnya dikatakan Sabarno (2007:77) bahwa alternatif rumusan tujuan kebijakan penataan daerah adalah sejauh mana kebijakan pemekaran dan penggabungan daerah:
1.      Mendukung pengelolaan masalah sosio kultural di daerah dan di tingkat nasional
2.      Mendukung peningkatan pelayanan publik di tingkat daerah dan nasional.
3.      Mengakselerasi pembangunan ekonomi, baik ekonomi daerah maupun ekonomi nasional dengan cara yang seefisien mungkin.
4.      Meningkatkan stabilitas politik, baik dalam rangka meningkatkan dukungan daerah terhadap pemerintahan nasional, maupun dalam rangka pengelolaan stabilitas politik dan integrasi nasional.
Indikator ini akan kita gunakan untuk melihat dampak pemekaran daerah, walaupun dampak tersebut tidak bisa digambarkan secara hitam putih, tetapi digambarkan dalam situasi yang dilematis.Evaluasi Dampak Pemekaran dan Penggabungan Daerah. Temuan terpenting dari evaluasi terhadap implementasi kebijakan penataan daerah adalah sama sekali tidak ada praktek penggabungan antar daerah di Indonesia. Bahkan indikasi gejala usulan penggabungan daerah pun tidak pernah ada.Hal ini menunjukkan adanya masalah infrastruktur kebijakan yang tidak memberikan struktur insentif bagi daerah untuk menggabungkan diri.Sementara itu, kondisi sebaliknya banyak sekali terjadi.Usulan dan kebijakan pemekaran daerah sangat banyak terjadi dan bahkan upaya-upaya untuk melakukan pemekaran daerah terus saja terjadi.
Tarigan dalam Kansil (2008:53) mengatakan suatu wilayah dapat diklasifikasikan tujuan dari pembentukan wilayah itu sendiri. Dasar dari perwilayahan dapat dibedakan sebagai berikut:
1.      Berdasarkan wlayah administrasi pemerintahan, di Indonesia dikenal wilayah kekuasaan pemerintahan, seperti propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan dusun/lingkungan.
2.      Berdasarkan kesamaan kondisi (homogeneity) yang paling umum adalah kesamaan kondisi fisik, misalnya adanya kalsifikasi desa berupa desa pantai, desa pedalaman dan desa pegunungan. Bias juga pembagian berupa wilayah pertanian dan wilayah industri, wilayah perkotaan dengan pedalaman. Cara pembagian lainnya juga berdasarkan kesamaan social budaya, msalnya daerah-daerah dibagi menurut suku mayoritas, agama, adat istiadat, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan mayoritas masyarakat yang mendiami wilayah tersebut.
3.      Berdasarkan ruang lingkup pembagian ekonomi, perlu ditetapkan terlebih dahulu beberapa pusat pertumbuha yang kira-kira sama besar rangkingnya, kemudian ditetapkan batas-batas pengaruh dari setiap pusat pertumbuhan. Batas pengaruh antara satu kota dengan kota lainnya hanya dapat dilakukan untuk kota-kota yang sama rangkingnya, kota yang lebih kecil itu senantiasa berada dibawah pengaruh kota yang lebih besar.
4.      Berdasarkan wilayah perencanaan/program. Dalam hal ini ditetapkan batas-batas wilayah atau daerah-daerah yang terkena suatu program atau proyek dimana wilayah tersebut termasuk kedalam suatu perencanaan untuk tujuan khusus. Suatu wilayah perencanaan dapat menebus beberapa wilayah administrasi berdsarkan kebutuhan dari perencanaan tersebut.    
Menurut Saeful dalam Gunawan (2005:103) mengatakan pemekaran wilayah harus dilandasi pada landasan logika pembangunan agar mampu:
1.      Mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan memberikan kewenangan lebih kepada masyarakat loal untuk mengolah potensi sumberdaya wilayah secara arif dan bijaksana.
2.      Partisipasi dan rasa memiliki masyarakat meningkat.
3.      Efisiensi, produktivitas serta pemeliharaan kelestariaannya.
4.      Akumulasi nilai tambah secara local dan kesejahteraan masyarakat meningkat.
5.      Prinsip keadilan dalam kesejahteraan dan kesejahteraan yang berkeadilan lebih tercipta, sehingga ketahanan nasional semakin kuat.
Menurut Rasyd Pambudi (2003:61) menjelaskan bahwa jika pemekaran wilayah dilakukan, maka kebijakan itu harus member jaminan bahwa aparatur pemerintah yang ada harus memiliki kemampuan yang cukup untuk memaksimalkan fungsi-fungsi pemerintahan. Asumsi yang menyertainya adalah pemekaran pemerintahan yang memperluas jangkauan pelayanan itu akan menciptakan dorongan-dorongan baru dalam masyarakat bagi lahirnya parakarsa yang mandiri menuju kemandirian yang bersama.
Lebih lanjut dikatakan oleh Rasyid dalam Pambudi (2003:62) ada tiga pola dalam pembentukan wilayah pemerintahan daerah  selama ini, yaitu:
1.      Pembentukan wilayah-wilayah pemerintahan sekaligus menjadi daerah otonom (propinsi, kabupaten/kota) dengan persyaratan yang cukup objektif seperti jumlah penduduk dan potensi ekonomi (terutama terlihat dijawa dan sumatera).
2.       Pembentukan wilayah-wilayah administrasi dan daerah otonom berdasarkan pertimbangan politis dengan jumlah penduduk relatif kecil tetapi memiliki potensi ekonomi yang besar (seperti papua) serta potensi ekonomi dan penduduk yang sedikit tetapi secara historis dipandang khas.
3.      Pembentukan wilayah administrasi pemerintahan tampa disertai pembentukan daerah otonom seperti lazim terjadi untuk pembentukan wilayah.
Disamping itu pemekaran wilayah juga harus mengoptimalkan jangkauan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana dikatakan Koswara (2002:25) dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat, pelayanan harus didasarkan pada:
1.      Pengembangan wilayah pemerintahan atau pemekaran daerah harus selaras dan sesuai, sehingga efektivitas penyelenggaraan pemerintahan tetap dengan konsep lingkungan, kerja yang ideal, dengan ukuran organisasi dan jumlah instansi yang terjamin.
2.      Pengembangan wilayah pemerintahan atau pemekaran daerah bertolak dari pertimbangan atas prospek pengembangan ekonomi yang layak dilakukan berdasarkan kewenangan yang akan diletakan pada pemerintahan yang baru.
3.      Kebijakan pengembangan wilayah harus menjamin bahwa aparatur pemerintahan didaerah yang dibentuk memiliki kemampuan yang cukup untuk melaksanakan fingsi pemerintahan dan mendorong lahirnya kebijakan yang konsisten mendukung kualitas pelayanan publik.
Selajutnya dikatakan Khairullah dan Cahyadin (2006) bahwa pemekaran daerah baru pada dasarnya adalah upaya peningkatan kualitas dan intensitas pelayanan pada masyarakat. Dari segi pengembangan wilayah, calon daerah baru yang akan dibentuk perlu memiliki basis sumberdaya harus seimbang antara satu dengan yang lain, hal ini perlu diupayakan agar tidak terjadi disparitas yang mencolok pada masa akan datang. Lebih lanjut dikatakan dalam suatu usaha pemekaran daerah akan diciptakan ruang publik yang merupakan kebutuhan kolektif semua warga wilayah baru. Ruang publik baru akan mempengaruhi aktifitas orang atau masyarakat ada yang merasa diuntungkan dan sebaliknya akan memperoleh pelayanan dari pusat pemerintahan baru disebabkan jarak pergerakan berubah.
Pemekaran daerah tidak lain bertujuan untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan, membuka ketimpangan-ketimpangan pembangunan wilayah dan menciptakan perekonomian wilayah yang kuat demi tercapainya kesejahteraan masyarakat, sehingga pemekaran wilayah diharapkan dapat mndekatkan pelayanan kepada masyarakat, membuka peluang baru bagi terciptanya pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan intensitas pembangunan guna mengsejahterakan masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar