1.
Pengertian
pemekaran daerah
Di era otonomi daerah
sekarang ini, kata pemekaran daerah sudah menjadi kata yang tak asing lagi bagi
kita. Kata itu sudah sering kita dengar dalam keseharian kita, pemekaran daerah
merupakan bagian dari desentralisasi dan otonomi daerah. Istilah pemekaran
secara etimologis berasal dari kata asalnya, yaitu mekar. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Purwadarminto, 2006:132) berarti : 1). Berkembang menjadi
terbuka, 2). Menjadi besar dan gembung, 3). menjadi tambah luas, besar, ramai,
bagus, 4). Mulai timbul dan berkembang.
Definisi pemekaran
daerah dari Kamus Besar Bahasa Indonesia itu, masih menjadi perdebatan, karena
dirasakan tidak relevan dengan makna pemekaran daerah yang kenyataannya malah
terjadi penyempitan wilayah atau menjadikan wilayah menjadi kecil dari
sebelumnya karena seringkali pemekaran daerah itu bukan penggabungan dua atau
lebih daerah otonom yang membentuk daerah otonom baru. Akan tetapi, pemecahan
daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom baru
Pemekaran daerah
menurut Arif dalam Ratnawati (2005:15) merupakan suatu proses pembagian wilayah
menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan
mempercepat pembangunan. Pemekaran daerah juga diharapkan dapat menciptakan
kemandirian daerah sebagai salah satu kunci dari keberhasilan otonomi daerah.
Secara etimologis, pengertian otonomi berasal dari bahasa latin yaitu “
autos “ yang mempunyai arti “sendiri” dan “nomos” yang dapat diartikan
sebagai aturan (Adurahman dalam Haris, 2007).
Pemekaran daerah
dilandasi oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat dimekarkan
mejadi lebih dari satu daerah, namun setelah UU no.22 tahun 1999 diganti
dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, maka
materi pemekaran wilayah tercantum pada pasal 4 ayat 3 dan ayat 4, namun
istilah yang dipakai adalah Pemekaran Daerah berarti pengembangan dari satu
daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom.
Dalam UU no 32 tahun
2004 tersebut pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan: Pembentukan daerah dapat
berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran
dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Sedangkan dalam Pasal 4
ayat 4 da lam UU tersebut dinyatakan: Pemekaran dari satu daerah menjadi 2
(dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan
setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.
2. Tujuan Pemekaran
Daerah
Dalam PP No. 129
tahun 2000 diuraikan bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
karena pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah dilakukan
atas dasar pertimbangan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
meningkatkan kehidupan berdemokrasi, meningkatkan pengelolaan potensi wilayah,
dan meningkatkan keamanan dan ketertiban
Sabarno (2007:76) menyatakan bahwa rumusan tujuan kebijakan
pemekaran daerah telah banyak dituangkan dalam berbagai kebijakan-kebijakan
yang ada selama ini, baik dalam Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah.
Dalam regulasi-regulasi ini, secara umum bisa dikatakan bahwa kebijakan
pembentukan, penghapusan dan penggabungan harus diarahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, melalui:
1.
peningkatan pelayanan
kepada masyarakat;
2.
percepatan pertumbuhan
kehidupan demokrasi;
3.
percepatan pelaksanaan
pembangunan perekonomian daerah;
4.
percepatan pengelolaan potensi
daerah;
5.
peningkatan keamanan
dan ketertiban;
Rumusan regulasi ke depan bukan saja kebijakan tentang
pemekaran daerah, tetapi juga perlu memberikan porsi yang sama besar terhadap penggabungan daerah otonom. Baik pemekaran
maupun penggabungan daerah otonom didasarkan pada argumen yang sama. Rumusan
tujuan kebijakan penataan daerah bukan hanya untuk kepentingan daerah, tetapi
juga untuk pemenuhan kepentingan nasional. Selanjutnya dikatakan Sabarno
(2007:77) bahwa alternatif rumusan tujuan kebijakan penataan daerah adalah
sejauh mana kebijakan pemekaran dan penggabungan daerah:
1.
Mendukung pengelolaan
masalah sosio kultural di daerah dan di tingkat nasional
2.
Mendukung peningkatan
pelayanan publik di tingkat daerah dan nasional.
3.
Mengakselerasi
pembangunan ekonomi, baik ekonomi daerah maupun ekonomi nasional dengan cara
yang seefisien mungkin.
4.
Meningkatkan stabilitas
politik, baik dalam rangka meningkatkan dukungan daerah terhadap pemerintahan
nasional, maupun dalam rangka pengelolaan stabilitas politik dan integrasi
nasional.
Indikator ini akan kita gunakan untuk melihat dampak
pemekaran daerah, walaupun dampak
tersebut tidak bisa digambarkan secara hitam putih, tetapi digambarkan dalam
situasi yang dilematis.Evaluasi Dampak Pemekaran dan Penggabungan Daerah. Temuan
terpenting dari evaluasi terhadap implementasi kebijakan penataan daerah adalah
sama sekali tidak ada praktek penggabungan antar daerah di Indonesia. Bahkan
indikasi gejala usulan penggabungan daerah pun tidak pernah ada.Hal ini
menunjukkan adanya masalah infrastruktur kebijakan yang tidak memberikan
struktur insentif bagi daerah untuk menggabungkan diri.Sementara itu, kondisi
sebaliknya banyak sekali terjadi.Usulan dan kebijakan pemekaran daerah sangat
banyak terjadi dan bahkan upaya-upaya untuk melakukan pemekaran daerah terus
saja terjadi.
Tarigan dalam Kansil
(2008:53) mengatakan suatu wilayah dapat diklasifikasikan tujuan dari
pembentukan wilayah itu sendiri. Dasar dari perwilayahan dapat dibedakan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan wlayah administrasi pemerintahan,
di Indonesia dikenal wilayah kekuasaan pemerintahan, seperti propinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan dusun/lingkungan.
2. Berdasarkan kesamaan kondisi (homogeneity) yang
paling umum adalah kesamaan kondisi fisik, misalnya adanya kalsifikasi desa
berupa desa pantai, desa pedalaman dan desa pegunungan. Bias juga pembagian
berupa wilayah pertanian dan wilayah industri, wilayah perkotaan dengan
pedalaman. Cara pembagian lainnya juga berdasarkan kesamaan social budaya,
msalnya daerah-daerah dibagi menurut suku mayoritas, agama, adat istiadat,
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan mayoritas masyarakat yang mendiami
wilayah tersebut.
3. Berdasarkan ruang lingkup pembagian ekonomi,
perlu ditetapkan terlebih dahulu beberapa pusat pertumbuha yang kira-kira sama
besar rangkingnya, kemudian ditetapkan batas-batas pengaruh dari setiap pusat
pertumbuhan. Batas pengaruh antara satu kota dengan kota lainnya hanya dapat
dilakukan untuk kota-kota yang sama rangkingnya, kota yang lebih kecil itu
senantiasa berada dibawah pengaruh kota yang lebih besar.
4. Berdasarkan wilayah perencanaan/program. Dalam
hal ini ditetapkan batas-batas wilayah atau daerah-daerah yang terkena suatu
program atau proyek dimana wilayah tersebut termasuk kedalam suatu perencanaan
untuk tujuan khusus. Suatu wilayah perencanaan dapat menebus beberapa wilayah
administrasi berdsarkan kebutuhan dari perencanaan tersebut.
Menurut Saeful dalam
Gunawan (2005:103) mengatakan pemekaran wilayah harus dilandasi pada landasan
logika pembangunan agar mampu:
1. Mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan
memberikan kewenangan lebih kepada masyarakat loal untuk mengolah potensi
sumberdaya wilayah secara arif dan bijaksana.
2. Partisipasi dan rasa memiliki masyarakat
meningkat.
3. Efisiensi, produktivitas serta pemeliharaan
kelestariaannya.
4. Akumulasi nilai tambah secara local dan
kesejahteraan masyarakat meningkat.
5. Prinsip keadilan dalam kesejahteraan dan
kesejahteraan yang berkeadilan lebih tercipta, sehingga ketahanan nasional
semakin kuat.
Menurut Rasyd Pambudi
(2003:61) menjelaskan bahwa jika pemekaran wilayah dilakukan, maka kebijakan
itu harus member jaminan bahwa aparatur pemerintah yang ada harus memiliki
kemampuan yang cukup untuk memaksimalkan fungsi-fungsi pemerintahan. Asumsi
yang menyertainya adalah pemekaran pemerintahan yang memperluas jangkauan
pelayanan itu akan menciptakan dorongan-dorongan baru dalam masyarakat bagi
lahirnya parakarsa yang mandiri menuju kemandirian yang bersama.
Lebih lanjut dikatakan
oleh Rasyid dalam Pambudi (2003:62) ada tiga pola dalam pembentukan wilayah
pemerintahan daerah selama ini, yaitu:
1. Pembentukan wilayah-wilayah pemerintahan
sekaligus menjadi daerah otonom (propinsi, kabupaten/kota) dengan persyaratan
yang cukup objektif seperti jumlah penduduk dan potensi ekonomi (terutama
terlihat dijawa dan sumatera).
2. Pembentukan
wilayah-wilayah administrasi dan daerah otonom berdasarkan pertimbangan politis
dengan jumlah penduduk relatif kecil tetapi memiliki potensi ekonomi yang besar
(seperti papua) serta potensi ekonomi dan penduduk yang sedikit tetapi secara
historis dipandang khas.
3. Pembentukan wilayah administrasi pemerintahan
tampa disertai pembentukan daerah otonom seperti lazim terjadi untuk
pembentukan wilayah.
Disamping itu pemekaran
wilayah juga harus mengoptimalkan jangkauan pelayanan kepada masyarakat
sebagaimana dikatakan Koswara (2002:25) dalam rangka mengoptimalkan pelayanan
kepada masyarakat, pelayanan harus didasarkan pada:
1. Pengembangan wilayah pemerintahan atau
pemekaran daerah harus selaras dan sesuai, sehingga efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan tetap dengan konsep lingkungan, kerja yang ideal, dengan ukuran
organisasi dan jumlah instansi yang terjamin.
2. Pengembangan wilayah pemerintahan atau
pemekaran daerah bertolak dari pertimbangan atas prospek pengembangan ekonomi
yang layak dilakukan berdasarkan kewenangan yang akan diletakan pada
pemerintahan yang baru.
3. Kebijakan pengembangan wilayah harus menjamin
bahwa aparatur pemerintahan didaerah yang dibentuk memiliki kemampuan yang
cukup untuk melaksanakan fingsi pemerintahan dan mendorong lahirnya kebijakan
yang konsisten mendukung kualitas pelayanan publik.
Selajutnya dikatakan Khairullah
dan Cahyadin (2006) bahwa pemekaran daerah baru pada dasarnya adalah upaya
peningkatan kualitas dan intensitas pelayanan pada masyarakat. Dari segi
pengembangan wilayah, calon daerah baru yang akan dibentuk perlu memiliki basis
sumberdaya harus seimbang antara satu dengan yang lain, hal ini perlu
diupayakan agar tidak terjadi disparitas yang mencolok pada masa akan datang.
Lebih lanjut dikatakan dalam suatu usaha pemekaran daerah akan diciptakan ruang
publik yang merupakan kebutuhan kolektif semua warga wilayah baru. Ruang publik
baru akan mempengaruhi aktifitas orang atau masyarakat ada yang merasa
diuntungkan dan sebaliknya akan memperoleh pelayanan dari pusat pemerintahan
baru disebabkan jarak pergerakan berubah.
Pemekaran daerah tidak
lain bertujuan untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan, membuka ketimpangan-ketimpangan
pembangunan wilayah dan menciptakan perekonomian wilayah yang kuat demi
tercapainya kesejahteraan masyarakat, sehingga pemekaran wilayah diharapkan
dapat mndekatkan pelayanan kepada masyarakat, membuka peluang baru bagi
terciptanya pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan intensitas pembangunan
guna mengsejahterakan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar