Halaman

Rabu, 15 Agustus 2012

Penyebab Pemekaran Daerah

Ada beberapa faktor penting penyebab pemekaran. Pertama, instrumen peraturan perundang-undangan yang terlalu longgar, khususnya di bawah UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Syarat teknis dalam PP 129/2000 bersifat kuantitatif sehingga tidak menggambarkan kondisi kualitatif sesungguhnya.Indikator yang digunakan memberikan peluang untuk direkayasa dan disesuaikan dengan kepentingan politik. Dalam PP No. 129 tahun 2000 tersebut diuraikan bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; karena pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah dilakukan atas dasar pertimbangan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan kehidupan berdemokrasi, meningkatkan pengelolaan potensi wilayah, dan meningkatkan keamanan dan ketertiban. Dalam PP 129 tahun 2000 tercantum syarat-syarat pembentukan daerah dengan aspek penilaian antara lain sebagai berikut: 1). Kemampuan ekonomi, 2). Potensi daerah, 3). Sosial budaya, 4). Sosial politik, 5). Kependudukan, 6). Luas daerah, 7). Pertahanan, 8). Keamanan, 9). Faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, selaku departemen teknis, selalu diminta untuk memberikan masukan sebagai pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah (sebagaimana tercantum dalam butir g. [pasal 3 PP No. 129/2000] di atas) dan/atau masukan lain sebagai pertimbangan teknis untuk menyempurnakan syarat-syarat pembentukan daerah. Untuk menjaga konsistensi penilaian pembentukan/pemekaran daerah, perlu disusun Pedoman Penilaian Pembentukan/Pemekaran Daerah yang ditekankan pada aspek teknis yang mencakup bidang penataan ruang dan permukiman serta prasarana wilayah, dengan senantiasa memperhatikan jiwa dan semangat PP No. 129 tahun 2000. Peninjauan dari aspek tata ruang, permukiman dan prasarana wilayah dimaksudkan untuk : 1. Mewujudkan daerah yang mampu berkembang secara mandiri; 2. Menjaga keseimbangan perkembangan daerah antara daerah baru dengan daerah induknya; 3. Menghindari dampak negatif sosial dan lingkungan akibat adanya pemekaran daerah; 4. Meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana yang optimal (yang dapat melayani seluruh wilayah). ( http://fatur.staff.ugm.ac.id/file/Jurnal%20-%20Deprivasi%20relatif.pdf.) Dengan adanya penilaian dari aspek tata ruang, permukiman dan prasarana wilayah, diharapkan daerah yang akan dimekarkan nantinya akan cepat berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Analisis kualitatif dalam studi kelayakan tidak disebutkan dalam PP sehingga sulit diketahui dengan jelas, apakah daerah yang akan dimekarkan berhasil atau gagal dan apakah aman dari konflik. Bahkan, indikator-indikator kuantitatif yang disebutkan dalam PP tidak disebutkan secara detail dalam berbagai bidang, baik ekonomi, sosial-politik, maupun pemerintahan. Celakanya, penggunaan skor total tidak mengaitkannya dengan nilai minimal keseluruhan faktor sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya satu atau beberapa faktor teknis yang disyaratkan. Misalnya, ada sejumlah pemekaran yang skor totalnya terpenuhi dan beberapa faktor teknis (seperti PDRB) tidak terpenuhi, namun proses pemekaran dapat diteruskan. Kedua, pertimbangan politis cenderung lebih dominan ketimbang aspek teknis pemerintahan, seperti ketersediaan aparat pemerintahan dan legislatif dan kapasitas manajemen pemerintah.Demikian juga dengan aspek sarana dan prasarana pemerintahan dan pembelajaran tata kelola pemerintahan dan sebagainya yang tampaknya masih sangat lemah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa proses persetujuan pemekaran daerah acap kali dilakukan dengan menggunakan "lobi-lobi". Sebagai contoh, dalam mempertimbangkan pemekaran, konsultan lebih banyak mendasarkan alasan administratif ketimbang faktor lainnya.Sementara itu, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) cenderung menyetujui saja.Padahal, studi kelayakan tidak memberi ruang yang cukup agar hasil kajiannya dianalisis.Akibatnya, kajian tersebut tak dapat memprediksi apakah sebuah daerah dapat dimekarkan atau tidak.Hanya mengandalkan "angka-angka tercapai dan tidak tercapai" sebagai pertimbangan syarat teknis, tidaklah mencukupi. Ketiga, terbatasnya kapasitas pemerintah dalam melakukan pembinaan terhadap daerah otonom baru (DOB).Sementara itu, proses pendampingan absen mengantarkan DOB menuju daerah mandiri dan mampu melakukan pemerintahannya. Adanya proses 'pembiaran' ini menyebabkan sebagian besar DOB bermasalah dan gagal memenuhi syarat esensi maksud didirikannya pemerintahan daerah baru. (HarianSeputarIndonesia_Sumber_Referensi Terpercaya.htm.) Selain itu, penyelenggaraan pemerintahan di daerah otonom baru kurang efektif, seperti kapasitas manajemen pemerintahan yang tidak memadai, kualitas SDM aparat pemerintah daerah (pemda) dan legislatif yang rendah, sarana dan prasarana pemerintahan yang minim, timbulnya konflik perbatasan atau lokasi ibu kota, pelayanan publik tetap buruk, kesejahteraan masyarakat tidak meningkat, dan demokrasi lokal tidak membaik. Padahal, esensi pemekaran daerah adalah untuk memperpendek rentang kendali (span of control) antara pengambil kebijakan dan masyarakat dan juga untuk menciptakan pemerataan pembangunan. Konsentrasi kegiatan dan pertumbuhan pembangunan yang selama ini berada di ibu kota pemda perlu dicarikan solusinya.Oleh karena itu, upaya bagi-bagi kekuasaan di tingkat lokal semestinya tidak mendominasi alasan pemekaran yang oleh kalangan tertentu disebut sebagai 'aspirasi rakyat'. (www. http// : Pemekaran daerah dan kesejahteraan masyarakat.htm). Lepas dari itu, pro dan kontra pemekaran daerah pun tak terelakkan belakangan ini.Bagi yang pro, mereka lebih mempertimbangkan faktor kepentingan politik ketimbang memikirkan manfaatnya untuk masyarakat luas. Bagi yang menolak pemekaran, mereka menilai bahwa permasalahan yang dihadapi sebagian besar daerah otonom baru perlu dicarikan solusinya dengan cara membenahi proses dan mekanisme pemekaran secara jelas dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga munculnya DOB tak akan membebani belanja daerah dalam APBN. Selanjutnya, tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 diganti Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah (selanjutnya ditulis PP 78/07). Dalam PP 78/07 mengatur mengenai proses pembentukan daerah yang didasari pada 3 (tiga) aspek, yakni aspek administratif, aspek teknis, dan aspek fisik kewilayahan. 1. Persyaratan administratif didasarkan atas aspirasi sebagian besar masyarakat. 2. Persyaratan secara teknis didasarkan pada faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Adapun faktor lain tersebut meliputi pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan. 3. Persyaratan fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan. Dengan persyaratan dimaksud diharapkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pembentukan daerah, tidak boleh mengakibatkan daerah induk menjadi tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah, sehingga tujuan pembentukan daerah dapat terwujud dengan dilengkapi dengan kajian daerah. Secara umum, pemekaran wilayah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Terdapat beberapa alasan mengapa pemekaran wilayah sekarang menjadi salah satu pendekatan yang cukup diminati dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yaitu: 1. Keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah kewenangan yang terbatas/terukur. Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan daerah yang baru diasumsikan akan lebih dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan pelayanan melalui pemerintahan daerah induk dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas (Hermanislamet dalam Sarifin 2005). Melalui proses perencanaan pembangunan daerah pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia. 2. Mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal (Hermanislamet dalam sarifin 2005). Dengan dikembangkannya daerah baru yang otonom, maka akan memberikan peluang untuk menggali berbagai potensi ekonomi daerah baru yang selama ini tidak tergali. 3. Penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintah dan bagi-bagi kekuasaan di bidang politik dan pemerintahan. Kenyataan politik seperti ini juga mendapat dukungan yang besar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena berbagai peluang ekonomi baru baik secara formal maupun informal menjadi lebih tersedia sebagai dampak ikutan pemekaran wilayah. Disisi lain, menurut Syafrizal (2005) dalam Darmawan (2008), ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya pemekaran wilayah, antara lain : 1. Perbedaan agama Kenyataan yang terjadi dalam masyarakat menunjukkan bahwa perbedaan agama merupakan salah satu unsur yang dapat menyebabkan timbulnyakeinginan masyarakat untuk memisahkan diri dari suatu negara/ daerah yang telah ada untuk menjadi negara/ daerah baru. 2. Perbedaan etnis dan budaya Sama halnya dengan perbedaan agama, perbedaan etnis dan budaya juga merupakan unsur penting lainnya yang dapat memicu terjadinya keinginan untuk melakukan pemekaran wilayah. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat merasa kurang nyaman bila hidup dalam suatu masyarakat dengan etnis, adat istiadat, dan kebiasaan yang berbeda. Bila kesatuan budaya ini terganggu karena kehadiran warga masyarakat lain dengan budaya yang berbeda, maka seringkali terjadi ketegangan bahkan konflik sosial dalam masyarakat tersebut. 3. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah Aspek berikutnya yang cenderung menjadi pemicu terjadinya pemekaran wilayah adalah ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah. Termasuk juga ke dalam aspek ini adalah ketimpangan dalam ketersediaan sumber daya alam bernilai tinggi, seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara yang selanjutnya akan mendorong terjadinya ketimpangan kemakmuran antar daerah. Ketimpangan ini selanjutnya mendorong terjadinya kecemburuan sosial dan merasa dianaktirikan oleh pemerintah pusat sehinnga akhirnya muncul keinginan untuk melakukan pemekaran wilayah. Indikasi terjadinya ketimpangan pembangunan antardaerah dapat diketahui dengan menghitung data PDRB perkapita dan jumlah penduduk sebagai indikator utama melalui Indeks Wiliamson. 4. Luas daerah Luas daerah dapat pula memicu timbulnya keinginan untuk melakukan pemekaran wilayah. Alasannya adalah karena wilayah yang besar akan cenderung menyebabkan pelayanan public tidak dapat dilakukan secara efektif dan merata ke seluruh pelosok daerah. Sementara tugas pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan publik kepada seluruh masyarakat di daerahnya. Dalam rangka memperbaiki pelayanan kepada masyarakat, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan pemekaran daerah. Pemekaran wilayah diharapkan dapat menciptakan kemandirian daerah. Tujuan pemekaran sebagaimana tertuang dalam berbagai peraturan perundangan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:1). Peningkatan pelayanan kepada masyarakat, 2). Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, 3). Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, 4). Percepatan pengelolaan potensi daerah, 5). Peningkatan keamanan dan ketertiban, 6). Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. (republikaonline-pemekaranwilayah.htm.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar